1 Korintus 14:11-12: Penggenapan Nubuat dalam Penggunaan Bahasa Roh
Pendahuluan:
1 Korintus 14:21-22 adalah bagian dari pembahasan Rasul Paulus tentang penggunaan karunia rohani, khususnya bahasa lidah (tongues) dan nubuat. Dalam ayat ini, Paulus mengacu pada nubuat Perjanjian Lama untuk menjelaskan bagaimana karunia bahasa lidah berfungsi sebagai tanda bagi orang-orang yang tidak percaya. Ia juga menekankan perbedaan antara bahasa lidah dan nubuat dalam konteks ibadah jemaat.
Artikel ini akan menguraikan makna ayat-ayat ini, mengeksplorasi pandangan teolog Reformed, dan membahas relevansinya dalam kehidupan Kristen modern.
Konteks 1 Korintus 14:21-22
1. Latar Belakang Surat 1 Korintus
Surat 1 Korintus ditulis untuk menanggapi berbagai masalah di jemaat Korintus, termasuk penyalahgunaan karunia rohani. Pasal 14 berfokus pada cara menggunakan karunia bahasa lidah dan nubuat dengan bijaksana dalam konteks ibadah jemaat. Paulus menekankan bahwa karunia rohani harus digunakan untuk membangun tubuh Kristus, bukan untuk memamerkan spiritualitas pribadi.
2. Mengacu pada Nubuat Perjanjian Lama
Dalam ayat 21, Paulus mengutip Yesaya 28:11-12, yang menggambarkan bagaimana Allah akan berbicara kepada bangsa Israel melalui bahasa orang asing sebagai bentuk penghakiman karena ketidaktaatan mereka. Paulus menggunakan nubuat ini untuk menjelaskan bagaimana bahasa lidah berfungsi sebagai tanda.
A. Penjelasan Mendalam 1 Korintus 14:21-22
1. "Seperti tertulis dalam Hukum Taurat" (1 Korintus 14:21)
a. Mengacu pada Yesaya 28:11-12
Paulus mengutip Yesaya untuk menunjukkan bagaimana bahasa asing digunakan oleh Allah sebagai tanda penghakiman terhadap bangsa Israel yang tidak taat. Dalam konteks Yesaya, orang Asyur berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh orang Israel, menandakan hukuman Allah atas ketidaktaatan mereka.
John Calvin menjelaskan, "Kutipan ini menunjukkan bahwa Allah sering menggunakan bahasa asing sebagai tanda penghakiman kepada orang yang menolak mendengarkan Firman-Nya."
b. Peringatan bagi Orang yang Tidak Percaya
Paulus menggunakan nubuat ini untuk mengajarkan bahwa bahasa lidah adalah tanda bagi orang yang tidak percaya, bukan sebagai sarana komunikasi bagi jemaat yang percaya.
2. "Bahasa-bahasa lidah adalah tanda, bukan untuk orang yang percaya, tetapi untuk orang yang tidak percaya" (1 Korintus 14:22)
a. Bahasa Lidah sebagai Tanda Penghakiman
Bahasa lidah berfungsi sebagai tanda penghakiman bagi orang yang tidak percaya, khususnya mereka yang menolak Injil. Ketika mereka mendengar bahasa yang tidak dimengerti, mereka mungkin menganggapnya sebagai sesuatu yang aneh atau bahkan sebagai kebingungan, tetapi ini menunjukkan bahwa mereka terpisah dari pemahaman kebenaran Allah.
Jonathan Edwards menulis, "Karunia bahasa lidah adalah pengingat bahwa Allah berbicara, tetapi hati yang tidak percaya tidak dapat memahami atau menerima pesan-Nya."
b. Perbedaan dengan Nubuat
Sebaliknya, nubuat adalah tanda yang membangun orang percaya. Nubuat berbicara dalam bahasa yang dapat dimengerti dan bertujuan untuk menguatkan, menghibur, dan menegur jemaat.
3. "Sedangkan bernubuat adalah tanda, bukan untuk orang yang tidak percaya, tetapi untuk orang yang percaya" (1 Korintus 14:22)
a. Nubuat untuk Membangun Jemaat
Nubuat adalah karunia yang dirancang untuk membangun tubuh Kristus. Dalam konteks ibadah jemaat, nubuat membantu orang percaya memahami kehendak Allah, memperkuat iman mereka, dan memotivasi mereka untuk hidup sesuai dengan Firman Allah.
R.C. Sproul menjelaskan, "Nubuat adalah sarana di mana Allah berkomunikasi langsung dengan umat-Nya untuk memperkuat iman mereka dan membangun gereja-Nya."
b. Relevansi dalam Ibadah
Paulus menekankan bahwa nubuat lebih berguna daripada bahasa lidah dalam ibadah jemaat karena nubuat dapat dimengerti oleh semua orang dan membawa manfaat langsung bagi komunitas.
B. Perspektif Teologi Reformed tentang 1 Korintus 14:21-22
1. Bahasa Lidah sebagai Tanda Dispensasional
Teologi Reformed sering melihat bahasa lidah sebagai karunia yang memiliki fungsi khusus dalam era awal gereja. Bahasa lidah adalah tanda penghakiman dan peringatan bagi mereka yang menolak Injil, tetapi tidak dirancang untuk menjadi elemen utama dalam ibadah jemaat.
John Calvin menulis, "Karunia bahasa lidah adalah bukti kuasa Allah, tetapi penggunaannya harus tunduk pada aturan yang membangun gereja."
2. Nubuat sebagai Alat untuk Membangun
Teologi Reformed menekankan bahwa nubuat adalah karunia yang bertujuan untuk membangun gereja melalui pengajaran dan peneguhan Firman Allah.
R.C. Sproul menegaskan, "Nubuat berbicara kepada hati dan pikiran umat Allah, membawa mereka lebih dekat kepada pengenalan akan Allah dan kehendak-Nya."
3. Pentingnya Kedewasaan dalam Karunia Rohani
Teologi Reformed mendorong kedewasaan rohani dalam memahami dan menggunakan karunia. Karunia rohani bukan untuk memamerkan kemampuan spiritual, tetapi untuk melayani dan membangun tubuh Kristus.
C. Pendapat Pakar Teologi Reformed Mengenai 1 Korintus 14:21-22: Bahasa Roh sebagai Tanda bagi Orang yang Tidak Percaya dan Penggenapan Nubuat
1 Korintus 14:21-22 adalah bagian penting dalam diskusi Rasul Paulus tentang karunia bahasa roh. Paulus mengutip Yesaya 28:11-12, “Oleh orang-orang yang berbahasa lain dan oleh mulut orang-orang asing Aku akan berbicara kepada bangsa ini, namun demikian mereka tidak akan mendengarkan Aku, firman Tuhan.” Ia kemudian menjelaskan bahwa bahasa roh adalah tanda bagi orang-orang yang tidak percaya, sedangkan nubuat adalah tanda bagi orang percaya.
Dalam tradisi teologi Reformed, ayat ini sering diinterpretasikan dalam konteks peran bahasa roh dalam sejarah keselamatan dan pemenuhan nubuat Perjanjian Lama. Berikut adalah pendapat beberapa pakar teologi Reformed mengenai makna dan implikasi teologis dari teks ini.
1. John Calvin: Bahasa Roh sebagai Tanda Penghakiman
John Calvin menyoroti bahwa Paulus mengutip Yesaya 28:11-12 untuk menunjukkan bahwa bahasa roh adalah tanda penghakiman bagi orang Israel yang tidak percaya. Dalam konteks nubuat Yesaya, bangsa Israel yang memberontak akan dihakimi oleh Allah melalui kehadiran bangsa-bangsa asing yang berbicara dalam bahasa yang tidak mereka mengerti. Calvin menghubungkan hal ini dengan peran bahasa roh dalam Perjanjian Baru, yaitu sebagai tanda penghakiman terhadap mereka yang menolak Injil.
Calvin juga menekankan bahwa bahasa roh tidak dimaksudkan untuk edifikasi jemaat secara langsung karena ketidakmampuannya untuk dipahami tanpa penafsiran. Dalam pandangannya, bahasa roh dalam ibadah publik hanya bermanfaat jika disertai dengan penafsiran yang memungkinkan pemahaman dan edifikasi bagi jemaat. Dengan demikian, penggunaan bahasa roh secara sembarangan tanpa penafsiran adalah penyalahgunaan karunia Roh Kudus.
2. R.C. Sproul: Bahasa Roh sebagai Penggenapan Nubuat
R.C. Sproul menyoroti bahwa bahasa roh dalam Perjanjian Baru adalah penggenapan nubuat Perjanjian Lama tentang bagaimana Allah akan berbicara kepada bangsa Israel melalui bahasa yang asing. Ia mencatat bahwa dalam kisah Pentakosta (Kisah Para Rasul 2), penggunaan bahasa roh menjadi tanda awal dari penggenapan nubuat ini, di mana orang-orang dari berbagai bangsa mendengar karya besar Allah dalam bahasa mereka sendiri.
Sproul juga menekankan bahwa bahasa roh, sebagai tanda bagi orang yang tidak percaya, mengungkapkan kedaulatan Allah dalam menggenapi rencana keselamatan-Nya. Dalam konteks jemaat Korintus, bahasa roh seharusnya digunakan dengan bijaksana dan dalam keteraturan, sehingga tidak menyebabkan kebingungan tetapi menunjukkan kuasa Allah.
3. Herman Bavinck: Bahasa Roh dalam Konteks Sejarah Penebusan
Herman Bavinck memandang bahasa roh sebagai bagian dari rencana besar Allah dalam sejarah penebusan. Ia menekankan bahwa bahasa roh memiliki peran khusus dalam mengkonfirmasi kehadiran Roh Kudus di gereja mula-mula, sekaligus menjadi tanda bagi mereka yang menolak Injil. Dalam pandangannya, bahasa roh adalah alat untuk menegaskan bahwa Allah sedang bekerja, baik dalam membawa keselamatan maupun dalam menggenapi penghakiman.
Bavinck juga mencatat bahwa bahasa roh yang disebutkan dalam 1 Korintus 14:21-22 mencerminkan bagaimana Allah berkomunikasi dengan manusia, tetapi dengan tujuan spesifik: untuk menegaskan kedaulatan-Nya dan memanggil umat-Nya kepada pertobatan. Ketika digunakan tanpa penafsiran dalam ibadah publik, bahasa roh gagal mencapai tujuan ini dan malah menciptakan kebingungan.
4. Charles Hodge: Tanda untuk Orang yang Tidak Percaya
Charles Hodge menekankan bahwa bahasa roh, seperti yang dijelaskan oleh Paulus, adalah tanda bagi orang yang tidak percaya. Ia mencatat bahwa dalam konteks jemaat Korintus, bahasa roh digunakan untuk menunjukkan kuasa supranatural Allah. Namun, jika digunakan tanpa penafsiran, bahasa roh menjadi tidak berguna bagi orang percaya dan tidak efektif sebagai tanda bagi orang yang tidak percaya.
Hodge juga mencatat bahwa kutipan dari Yesaya 28 menunjukkan bagaimana Allah menggunakan bahasa asing sebagai tanda penghakiman. Dalam hal ini, bahasa roh mencerminkan penghakiman yang serupa bagi mereka yang menolak Injil, sekaligus mengungkapkan kehadiran kuasa Allah di dunia.
5. Michael Horton: Bahasa Roh sebagai Tanda dan Nubuat yang Digenapi
Michael Horton menyoroti bahwa bahasa roh dalam Perjanjian Baru adalah penggenapan dari nubuat Perjanjian Lama tentang bagaimana Allah akan berbicara kepada umat-Nya melalui bahasa asing. Horton mencatat bahwa penggunaan bahasa roh di gereja mula-mula menegaskan bahwa Allah sedang bekerja di antara umat-Nya, tetapi juga menunjukkan bahwa penghakiman menanti mereka yang menolak untuk mendengar.
Horton juga mencatat bahwa bahasa roh, meskipun memiliki peran penting dalam sejarah keselamatan, tidak dimaksudkan untuk menjadi pusat dari kehidupan gereja. Paulus dengan jelas mengajarkan bahwa nubuat, yang membawa pengertian dan edifikasi, lebih diutamakan dalam ibadah. Dalam pandangannya, ayat ini adalah pengingat bagi gereja untuk menggunakan karunia rohani dengan bijaksana dan sesuai dengan tujuan Allah.
6. Sinclair Ferguson: Bahasa Roh sebagai Konfrontasi dan Undangan
Sinclair Ferguson menekankan bahwa bahasa roh, seperti yang disebutkan dalam 1 Korintus 14:21-22, adalah bentuk konfrontasi Allah terhadap mereka yang tidak percaya. Dalam kutipan dari Yesaya 28, Ferguson melihat bagaimana Allah menggunakan bahasa asing untuk menunjukkan penghakiman-Nya kepada bangsa Israel yang keras kepala. Bahasa roh, dalam konteks Perjanjian Baru, memiliki fungsi serupa: untuk menunjukkan kehadiran Allah dan memanggil orang kepada pertobatan.
Ferguson juga mencatat bahwa bahasa roh tanpa penafsiran dalam ibadah publik tidak membawa manfaat bagi jemaat. Sebaliknya, itu dapat menyebabkan kebingungan dan bahkan menjadi batu sandungan bagi orang yang tidak percaya. Oleh karena itu, Ferguson menekankan pentingnya menggunakan karunia ini dengan keteraturan dan dalam kasih.
7. Tim Keller: Bahasa Roh sebagai Tanda Kuasa Allah
Tim Keller menyoroti bahwa bahasa roh adalah tanda kuasa Allah yang tidak dapat dijelaskan oleh kekuatan manusia. Ia mencatat bahwa dalam konteks gereja mula-mula, bahasa roh menjadi tanda bagi orang yang tidak percaya bahwa Allah sedang bekerja di tengah-tengah umat-Nya. Namun, Keller juga menekankan bahwa tanda ini hanya efektif jika digunakan dengan bijaksana dan dalam keteraturan.
Keller mencatat bahwa kutipan dari Yesaya 28 menunjukkan bagaimana Allah menggunakan bahasa yang asing untuk menarik perhatian umat-Nya dan memanggil mereka kepada pertobatan. Dalam pandangannya, bahasa roh harus dipahami sebagai bagian dari misi Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada dunia, tetapi hanya jika digunakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan tersebut.
Kesimpulan
1 Korintus 14:11-12 mengajarkan bahwa bahasa roh adalah tanda bagi orang yang tidak percaya dan merupakan penggenapan nubuat Perjanjian Lama. Para teolog Reformed sepakat bahwa bahasa roh memiliki peran penting dalam sejarah keselamatan, tetapi penggunaannya harus sesuai dengan tujuan Allah untuk membangun gereja dan menyatakan kuasa-Nya kepada dunia.
John Calvin menekankan bahwa bahasa roh adalah tanda penghakiman bagi mereka yang menolak Injil, sementara R.C. Sproul melihat bahasa roh sebagai penggenapan nubuat. Herman Bavinck menyoroti peran bahasa roh dalam konteks sejarah penebusan, dan Charles Hodge menekankan bahwa bahasa roh adalah tanda bagi orang yang tidak percaya. Michael Horton melihat bahasa roh sebagai alat untuk mengkonfirmasi karya Allah, Sinclair Ferguson menekankan konfrontasi dan undangan Allah melalui bahasa roh, dan Tim Keller menyoroti bahasa roh sebagai tanda kuasa Allah.
Sebagai umat percaya, kita dipanggil untuk menggunakan karunia rohani dengan bijaksana, dalam keteraturan, dan dalam kasih, agar nama Allah dimuliakan dan jemaat-Nya dibangun. Berdoalah agar Roh Kudus memimpin kita untuk menggunakan karunia-karunia yang telah diberikan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, sehingga tujuan Allah tercapai di dunia ini.