A Treatise of the Covenant of Grace: Reformed Theology

A Treatise of the Covenant of Grace: Perspektif Teologi Reformed

Pendahuluan:

Dalam teologi Reformed, Covenant of Grace (Perjanjian Kasih Karunia) adalah salah satu doktrin kunci yang mengungkapkan bagaimana Allah berhubungan dengan umat-Nya. Konsep ini mencerminkan rencana keselamatan Allah yang dinyatakan melalui perjanjian antara Allah dan manusia, di mana kasih karunia-Nya menjadi dasar dan isi dari hubungan tersebut.

Salah satu karya penting yang membahas doktrin ini adalah A Treatise of the Covenant of Grace oleh John Ball, seorang teolog Puritan. Ball, bersama dengan banyak tokoh Reformed lainnya, menggali dan menjelaskan bagaimana Perjanjian Kasih Karunia mengungkapkan kasih Allah yang menyelamatkan, mengarahkan umat-Nya untuk hidup dalam ketaatan, dan menggenapi rencana kekekalan-Nya. Artikel ini akan menguraikan konsep Perjanjian Kasih Karunia dalam perspektif teologi Reformed, termasuk dasar Alkitab, struktur teologis, dan relevansi bagi kehidupan Kristen.

1. Dasar Alkitabiah dari Perjanjian Kasih Karunia

Perjanjian Kasih Karunia pertama kali muncul sebagai janji Allah kepada manusia setelah kejatuhan dalam dosa. Kejadian 3:15 adalah inti awal dari konsep ini, di mana Allah berjanji untuk mengalahkan Iblis melalui keturunan perempuan, yang pada akhirnya digenapi dalam Yesus Kristus.

a. Hubungan Perjanjian dalam Alkitab

Teologi Reformed menegaskan bahwa Allah selalu bekerja melalui perjanjian untuk berhubungan dengan umat-Nya. John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menyatakan bahwa perjanjian adalah cara Allah menyesuaikan diri dengan keterbatasan manusia sehingga manusia dapat memahami hubungan mereka dengan-Nya.

b. Perjanjian Kasih Karunia Sebagai Penggenapan

Perjanjian Kasih Karunia adalah penggenapan dari semua perjanjian Allah sebelumnya, termasuk Perjanjian dengan Nuh, Abraham, Musa, dan Daud. Herman Bavinck, dalam Reformed Dogmatics, menyebut bahwa semua perjanjian ini adalah bayangan dari Perjanjian Baru yang digenapi dalam Kristus, di mana keselamatan sepenuhnya bersandar pada kasih karunia Allah.

2. Struktur Teologis Perjanjian Kasih Karunia

a. Kontras dengan Perjanjian Pekerjaan (Covenant of Works)

Dalam teologi Reformed, Perjanjian Kasih Karunia sering dibandingkan dengan Perjanjian Pekerjaan (Covenant of Works). Perjanjian Pekerjaan, sebagaimana digambarkan dalam Kejadian 2:16-17, adalah hubungan Allah dengan Adam di Eden, di mana ketaatan Adam menjadi syarat untuk memperoleh hidup kekal. Ketika Adam jatuh dalam dosa, Perjanjian Pekerjaan gagal, dan manusia kehilangan hak atas hidup kekal.

Sebaliknya, Perjanjian Kasih Karunia adalah hubungan Allah dengan umat-Nya berdasarkan kasih karunia, bukan usaha manusia. Thomas Boston, dalam Human Nature in Its Fourfold State, menjelaskan bahwa Perjanjian Kasih Karunia adalah tanggapan Allah terhadap ketidakmampuan manusia untuk memenuhi tuntutan-Nya.

b. Didasarkan pada Kristus sebagai Mediator

Kristus adalah pusat dari Perjanjian Kasih Karunia. Dalam Ibrani 9:15, Kristus disebut sebagai “Pengantara dari suatu perjanjian yang baru,” yang membawa pengampunan dosa dan janji kehidupan kekal.

John Owen, dalam bukunya The Death of Death in the Death of Christ, menegaskan bahwa Perjanjian Kasih Karunia ditegakkan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Kematian-Nya adalah dasar dari pengampunan dosa dan rekonsiliasi manusia dengan Allah.

c. Elemen Utama Perjanjian Kasih Karunia

Francis Turretin, dalam Institutes of Elenctic Theology, menguraikan elemen-elemen utama Perjanjian Kasih Karunia:

  1. Janji: Allah berjanji untuk menyelamatkan umat-Nya melalui Kristus.
  2. Mediator: Kristus sebagai Pengantara yang memperdamaikan Allah dan manusia.
  3. Respons: Umat percaya dipanggil untuk merespons dengan iman dan ketaatan.

3. Perjanjian Kasih Karunia dalam Sejarah Penebusan

a. Dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Kasih Karunia dinyatakan melalui bayangan dan lambang, seperti korban persembahan dan tabernakel. Semua ini menunjuk kepada Kristus sebagai penggenapannya.

Dalam Perjanjian Baru, Perjanjian Kasih Karunia mencapai puncaknya dalam Yesus Kristus. Herman Ridderbos, dalam The Coming of the Kingdom, menyebut bahwa Injil adalah deklarasi tentang Perjanjian Kasih Karunia yang telah digenapi dalam karya Kristus.

b. Universalitas Perjanjian Kasih Karunia

Perjanjian Kasih Karunia tidak terbatas pada satu bangsa atau kelompok tertentu tetapi mencakup semua orang yang percaya kepada Kristus. Dalam Galatia 3:28, Paulus menyatakan bahwa dalam Kristus, tidak ada lagi perbedaan Yahudi atau Yunani, karena semua adalah satu di dalam Dia.

4. Aplikasi Praktis Perjanjian Kasih Karunia dalam Kehidupan Kristen

a. Hidup dalam Iman

Teologi Reformed menekankan bahwa respons utama terhadap Perjanjian Kasih Karunia adalah iman. Efesus 2:8-9 menyatakan bahwa keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima melalui iman, bukan hasil usaha manusia. Charles Hodge, dalam Systematic Theology, menekankan bahwa iman bukanlah pekerjaan manusia, tetapi anugerah yang diberikan oleh Roh Kudus.

b. Hidup dalam Ketaatan

Meskipun Perjanjian Kasih Karunia didasarkan pada kasih karunia, umat percaya dipanggil untuk hidup dalam ketaatan sebagai respons syukur kepada Allah. John Frame, dalam The Doctrine of the Christian Life, menyatakan bahwa ketaatan kepada firman Allah adalah bukti dari iman sejati dan tanda keikutsertaan dalam Perjanjian Kasih Karunia.

c. Penghiburan dalam Kasih Karunia Allah

Perjanjian Kasih Karunia memberikan penghiburan kepada umat percaya bahwa keselamatan mereka tidak tergantung pada usaha mereka tetapi pada karya Kristus yang sempurna. J.I. Packer, dalam Knowing God, menyebut bahwa Perjanjian Kasih Karunia adalah sumber pengharapan dan damai sejahtera bagi umat Allah.

5. Relevansi Perjanjian Kasih Karunia bagi Gereja Modern

a. Memperkuat Pengajaran Injil

Perjanjian Kasih Karunia memberikan kerangka untuk memahami dan memberitakan Injil. Gereja dipanggil untuk menyampaikan kabar baik bahwa keselamatan adalah anugerah Allah melalui Kristus, bukan hasil usaha manusia.

b. Mendorong Kehidupan Berpusat pada Kristus

Dalam dunia yang cenderung individualistis, Perjanjian Kasih Karunia mengingatkan gereja untuk memusatkan hidup pada Kristus, bukan pada kemampuan atau pencapaian manusia.

c. Mengarahkan kepada Kesatuan Tubuh Kristus

Perjanjian Kasih Karunia menciptakan kesatuan di antara umat percaya karena semua orang diselamatkan oleh anugerah yang sama. Gereja modern dipanggil untuk hidup dalam kasih dan kesatuan sebagai tubuh Kristus.

Kesimpulan

Perjanjian Kasih Karunia adalah inti dari hubungan Allah dengan umat-Nya. Dalam teologi Reformed, doktrin ini menggambarkan bagaimana Allah yang kudus dan adil menyediakan jalan keselamatan melalui kasih karunia-Nya yang dinyatakan dalam Kristus.

Melalui Perjanjian Kasih Karunia, umat percaya dipanggil untuk hidup dalam iman, ketaatan, dan syukur kepada Allah. Doktrin ini memberikan penghiburan, pengharapan, dan arah bagi gereja modern untuk memberitakan Injil dan hidup sebagai saksi kasih karunia Allah.

Catatan Akhir:
Berdoalah memohon hikmat dari Roh Kudus untuk memahami dan menghidupi kebenaran Perjanjian Kasih Karunia. Artikel ini ditulis untuk mendorong refleksi iman yang mendalam, dengan firman Allah sebagai otoritas tertinggi dalam memahami rencana-Nya bagi keselamatan umat manusia.

Next Post Previous Post