Allah Memilih Daud

Allah Memilih Daud

Pendahuluan:

Daud adalah salah satu tokoh sentral dalam Alkitab, yang dipilih Allah untuk menjadi raja Israel kedua setelah Saul. Pemilihan Daud melampaui standar manusia; Allah memilih dia bukan karena penampilannya, kedudukannya, atau kemampuannya, tetapi karena hatinya yang berkenan di hadapan Allah. Pemilihan Daud mencerminkan kedaulatan Allah dalam memilih seseorang untuk menggenapi rencana-Nya.

Kisah pemilihan Daud memperlihatkan bagaimana Allah bekerja melalui individu yang rendah hati untuk membawa penggenapan janji-janji besar. Allah tidak hanya memilih Daud untuk memimpin Israel, tetapi juga berjanji bahwa takhta-Nya akan kekal, yang akhirnya digenapi dalam Yesus Kristus, keturunan Daud. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi tema "Allah Memilih Daud" berdasarkan 1 Samuel 16, serta pendapat para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul.

1. Pemilihan Daud: Hati yang Berkenan kepada Allah

a. Penolakan Saul dan Pemilihan Daud

Dalam 1 Samuel 13:14, Nabi Samuel menyatakan bahwa Allah telah menolak Saul karena ketidaktaatannya. Allah kemudian memilih seorang "yang berkenan di hati-Nya" untuk menjadi raja. Pemilihan ini digenapi ketika Allah memerintahkan Samuel untuk mengurapi Daud, anak Isai, sebagai raja Israel yang baru (1 Samuel 16:1-13).

Ayat 7 menekankan prinsip pemilihan Allah:"Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati."

John Calvin dalam komentarnya menulis:"Allah memilih Daud karena hatinya yang berkenan kepada-Nya, menunjukkan bahwa Dia tidak terikat oleh standar manusia, tetapi bertindak berdasarkan kehendak-Nya yang berdaulat."

b. Karakter Daud yang Berkenan

Daud dikenal sebagai seorang gembala, seorang yang sederhana tetapi setia dalam tugasnya. Dalam Mazmur 78:70-72, Daud digambarkan sebagai seorang yang dipilih dari kawanan domba untuk menggembalakan umat Allah dengan "ketulusan hatinya."

Louis Berkhof menekankan bahwa Allah sering memilih orang-orang yang rendah hati dan tidak menonjol di mata dunia untuk melaksanakan rencana-Nya, sehingga hanya Allah yang dimuliakan.

2. Daud sebagai Raja yang Dipilih Allah

a. Kedaulatan Allah dalam Memilih Daud

Pemilihan Daud sebagai raja menunjukkan kedaulatan Allah dalam menentukan pemimpin umat-Nya. Meskipun Saul adalah raja pertama Israel, pemilihannya didasarkan pada permintaan bangsa Israel yang ingin meniru bangsa-bangsa lain (1 Samuel 8:5). Sebaliknya, pemilihan Daud adalah inisiatif Allah sendiri.

Herman Bavinck menulis bahwa pemilihan Daud mencerminkan bagaimana Allah secara aktif memimpin sejarah umat-Nya, membawa mereka menuju penggenapan rencana kekal-Nya.

b. Keberhasilan Daud sebagai Raja

Setelah diurapi, Daud memulai perjalanannya menuju takhta Israel. Meskipun menghadapi banyak tantangan, termasuk pengejaran oleh Saul, Daud tetap menunjukkan keberanian dan ketergantungan kepada Allah. Salah satu momen penting adalah ketika Daud mengalahkan Goliat, menunjukkan iman dan kepercayaannya kepada Allah sebagai sumber kemenangan (1 Samuel 17:45-47).

R.C. Sproul menulis bahwa keberhasilan Daud tidak terletak pada kekuatannya sendiri, tetapi pada keyakinannya bahwa Allah adalah perisai dan kekuatannya.

3. Perjanjian Allah dengan Daud: Janji Takhta Kekal

a. Perjanjian Daudik

Dalam 2 Samuel 7:12-16, Allah membuat perjanjian dengan Daud, yang dikenal sebagai Perjanjian Daudik. Allah berjanji bahwa keturunan Daud akan mendirikan kerajaan yang kekal:"Aku akan meneguhkan takhta kerajaan-Nya untuk selama-lamanya."

Janji ini tidak hanya berlaku bagi Salomo, anak Daud, tetapi juga menunjuk kepada Yesus Kristus, Mesias yang akan datang dari garis keturunan Daud.

John Calvin menekankan bahwa Perjanjian Daudik adalah inti dari pengharapan eskatologis Israel, yang melihat penggenapannya dalam pemerintahan Kristus yang kekal.

b. Keturunan Daud sebagai Penggenapan Janji

Dalam Matius 1:1, Yesus disebut sebagai "anak Daud," menunjukkan bahwa Ia adalah penggenapan dari Perjanjian Daudik. Melalui Yesus, takhta Daud menjadi kekal, bukan dalam bentuk kerajaan duniawi, tetapi dalam kerajaan rohani yang memerintah atas umat Allah di seluruh dunia.

Herman Bavinck menulis bahwa Perjanjian Daudik mencapai puncaknya dalam Kristus, yang memerintah dengan keadilan, kebenaran, dan damai sejahtera.

4. Daud sebagai Bayangan Kristus

a. Kesamaan antara Daud dan Kristus

Daud sering kali dilihat sebagai tipe atau bayangan Kristus dalam teologi Reformed. Seperti Daud, Kristus adalah Raja yang dipilih Allah, yang memerintah bukan berdasarkan kekuatan duniawi, tetapi berdasarkan ketaatan dan kasih kepada Allah.

Dalam Mazmur 2:6-7, Daud menubuatkan tentang Mesias yang akan memerintah sebagai Raja yang diurapi oleh Allah. Ayat ini digenapi dalam Kristus, yang menggenapi semua janji Allah kepada Daud.

Louis Berkhof menjelaskan bahwa peran Daud sebagai raja menggambarkan pemerintahan Kristus yang sempurna dan kekal.

b. Kegagalan Daud dan Kesempurnaan Kristus

Meskipun Daud adalah raja yang dipilih Allah, ia tetap manusia yang jatuh dalam dosa. Salah satu contoh paling mencolok adalah dosa perzinahan dengan Batsyeba dan pembunuhan Uria (2 Samuel 11).

Namun, dalam pertobatannya, Daud menunjukkan hati yang hancur dan penyesalan yang mendalam, seperti yang terlihat dalam Mazmur 51.

John Calvin menulis:"Pertobatan Daud menunjukkan bahwa bahkan orang-orang yang dipilih Allah tidak luput dari dosa, tetapi kasih karunia Allah selalu cukup untuk memulihkan mereka yang bertobat dengan sungguh-sungguh."

Sebaliknya, Kristus, sebagai keturunan Daud, adalah Raja yang sempurna, tanpa dosa, yang menggenapi segala sesuatu yang Daud hanya bayangkan.

5. Implikasi Pemilihan Daud bagi Kehidupan Kristen

a. Allah Melihat Hati, Bukan Penampilan

Pemilihan Daud mengajarkan bahwa Allah tidak memandang apa yang dilihat manusia, tetapi Dia melihat hati. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memiliki hati yang berkenan di hadapan Allah, yang mencintai kebenaran dan hidup dalam ketaatan kepada-Nya.

Dalam Matius 5:8, Yesus berkata:"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."

b. Ketergantungan kepada Allah dalam Kepemimpinan

Sebagai pemimpin, Daud menunjukkan ketergantungan total kepada Allah, terutama dalam menghadapi tantangan besar seperti melawan Goliat atau memimpin bangsa Israel. Orang percaya juga dipanggil untuk hidup dengan iman yang sama, percaya bahwa Allah adalah sumber kekuatan mereka.

c. Pengharapan dalam Janji Allah

Perjanjian Daudik mengingatkan kita bahwa Allah selalu setia pada janji-Nya. Sebagai umat Allah, kita memiliki pengharapan yang kokoh bahwa Kristus, Raja yang dijanjikan, memerintah dengan keadilan dan damai sejahtera, dan bahwa kita akan memerintah bersama-Nya dalam kekekalan.

Dalam 2 Timotius 2:12, Paulus menulis:"Jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia."

Kesimpulan

Pemilihan Daud oleh Allah adalah bukti kedaulatan dan kasih karunia-Nya yang melampaui pemikiran manusia. Daud dipilih bukan karena keunggulan atau kemampuan pribadinya, tetapi karena hatinya yang berkenan di hadapan Allah. Melalui hidup Daud, kita melihat bagaimana Allah bekerja melalui individu yang rendah hati untuk membawa penggenapan janji-janji besar.

Dalam perspektif teologi Reformed, Daud adalah gambaran dari Kristus, Raja yang sempurna dan kekal. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memiliki hati yang berkenan kepada Allah, hidup dalam ketaatan kepada-Nya, dan menaruh pengharapan pada Kristus, yang memerintah dengan kekuasaan dan kasih.

Catatan: Marilah kita meneladani iman dan ketaatan Daud, sambil memandang kepada Kristus sebagai Raja yang sempurna, yang telah menggenapi semua janji Allah dalam diri-Nya.

Next Post Previous Post