Dimanakah Bapamu?: Jawaban Yesus dalam Yohanes 8:19-21
Pendahuluan:
Yohanes 8:19-21 adalah bagian penting dalam dialog antara Yesus dan orang-orang Farisi, di mana pertanyaan tentang identitas Bapa-Nya menjadi pusat pembicaraan. Dengan jawaban yang penuh makna, Yesus menyingkapkan hubungan unik-Nya dengan Bapa sekaligus menunjukkan kebutaan rohani lawan bicara-Nya. Perikop ini mengungkapkan kebenaran teologis yang mendalam tentang keilahian Kristus, peran Bapa dalam rencana penebusan, dan konsekuensi penolakan terhadap Yesus.
Melalui artikel ini, kita akan menggali makna ayat-ayat ini dari perspektif teologi Reformed, dengan pandangan para pakar dan teolog, serta relevansinya bagi kehidupan Kristen masa kini.
Teks Yohanes 8:19-21 (AYT) “Mereka berkata kepada-Nya, ‘Di manakah Bapamu?’ Yesus menjawab, ‘Kamu tidak mengenal Aku maupun Bapa-Ku. Jika kamu mengenal Aku, kamu juga akan mengenal Bapa-Ku.’ Yesus mengatakan hal-hal ini di tempat perbendaharaan ketika Ia sedang mengajar di Bait Allah, tetapi tidak ada seorang pun yang menangkap-Nya karena waktu-Nya belum tiba. Kemudian, Yesus berkata lagi kepada mereka, ‘Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku, tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, kamu tidak dapat datang.’”
1. "Dimanakah Bapamu?": Kebingungan Orang Farisi
Pertanyaan, “Di manakah Bapamu?” yang diajukan oleh orang-orang Farisi menunjukkan ketidakpercayaan mereka terhadap klaim Yesus sebagai Anak Allah. Mereka tidak memahami hubungan Yesus dengan Bapa-Nya karena pandangan mereka terbatas pada dimensi fisik dan duniawi.
Pendapat Pakar Teologi Reformed
John Calvin menjelaskan bahwa pertanyaan ini lahir dari kebutaan rohani orang Farisi. Mereka menolak untuk mengenal Yesus sebagai Mesias, sehingga mereka tidak dapat mengenal Allah yang diwahyukan dalam diri-Nya. Calvin menekankan bahwa pengenalan akan Allah hanya mungkin melalui Kristus, yang adalah perwujudan sempurna dari kehendak dan sifat Allah.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menegaskan bahwa hubungan antara Yesus dan Bapa adalah inti dari doktrin Tritunggal. Ketidakmampuan orang Farisi untuk mengenali Bapa mencerminkan hati yang telah diperbudak oleh dosa, sehingga mereka tidak dapat memahami wahyu ilahi.
Aplikasi Bagi Orang Kristen
Pertanyaan ini menantang setiap orang percaya untuk merenungkan sejauh mana mereka mengenal Allah. Pengenalan akan Allah tidak dapat dipisahkan dari pengenalan akan Kristus. Kita dipanggil untuk terus memperdalam hubungan kita dengan Yesus melalui firman-Nya, doa, dan persekutuan, karena hanya melalui Dia kita dapat mengenal Bapa (Yohanes 14:6-7).
2. Jawaban Yesus: Pengenalan akan Allah melalui Kristus
Yesus menjawab, “Kamu tidak mengenal Aku maupun Bapa-Ku. Jika kamu mengenal Aku, kamu juga akan mengenal Bapa-Ku.” Pernyataan ini adalah klaim teologis yang sangat penting: Yesus dan Bapa adalah satu dalam esensi dan kehendak.
Konteks Teologis
Pernyataan Yesus dalam Yohanes 8:19 menunjukkan dua kebenaran mendasar:
Keunikan Hubungan Yesus dengan Bapa
Yesus menegaskan bahwa Dia adalah satu-satunya jalan untuk mengenal Allah. Hubungan unik ini adalah inti dari identitas-Nya sebagai Anak Allah dan Mesias.Kebutaan Rohani Orang Farisi
Ketidakmampuan orang Farisi untuk mengenal Yesus sebagai Anak Allah adalah bukti dari kondisi rohani mereka yang gelap akibat dosa.
Pandangan Pakar Teologi Reformed
R.C. Sproul dalam Knowing Scripture menyatakan bahwa Yesus adalah wahyu Allah yang sempurna. Ketidakmampuan untuk mengenali Yesus sebagai Anak Allah berarti tidak mungkin mengenal Bapa, karena Bapa hanya dapat dilihat melalui Anak.
Geerhardus Vos dalam Biblical Theology menyoroti bahwa Yesus adalah perwujudan Allah yang hidup. Karya penebusan-Nya bertujuan untuk membawa manusia kepada pengenalan akan Allah melalui iman kepada-Nya.
Aplikasi Bagi Orang Kristen
Orang percaya harus menyadari bahwa mengenal Allah tidak hanya berarti memiliki informasi teologis tentang-Nya, tetapi juga mengalami hubungan yang intim dengan-Nya melalui Yesus Kristus. Hal ini mengundang kita untuk hidup dalam iman dan ketaatan kepada firman-Nya.
3. "Aku Akan Pergi": Keberangkatan Yesus dan Implikasinya
Yesus berkata, “Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku, tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, kamu tidak dapat datang.” Pernyataan ini memiliki dimensi eskatologis dan soteriologis yang mendalam.
Dimensi Eskatologis
Yesus berbicara tentang keberangkatan-Nya melalui kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya ke surga. “Tempat” yang dimaksud adalah surga, di mana Dia akan berada bersama Bapa. Orang Farisi, yang menolak untuk percaya kepada-Nya, tidak akan dapat mengikuti-Nya.
Dimensi Soteriologis
Pernyataan Yesus bahwa mereka akan “mati dalam dosamu” adalah peringatan serius tentang konsekuensi penolakan terhadap Injil. Kematian dalam dosa berarti keterpisahan kekal dari Allah.
Pandangan Pakar Teologi Reformed
Jonathan Edwards dalam khotbahnya Sinners in the Hands of an Angry God menegaskan bahwa tanpa pertobatan, manusia akan binasa dalam dosa mereka. Penolakan terhadap Kristus membawa konsekuensi kekal yang mengerikan.
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menyatakan bahwa kematian dalam dosa adalah hasil dari pemberontakan manusia terhadap Allah. Orang Farisi, dengan menolak Yesus, menutup pintu keselamatan bagi diri mereka sendiri.
Aplikasi Bagi Orang Kristen
Pernyataan Yesus mengingatkan kita akan pentingnya iman kepada-Nya sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Kita dipanggil untuk memberitakan Injil dengan penuh keberanian, mengingat konsekuensi kekal bagi mereka yang menolak Yesus.
4. Konsekuensi Penolakan terhadap Yesus
Yohanes 8:19-21 menunjukkan bahwa penolakan terhadap Yesus adalah penolakan terhadap Allah sendiri. Ketidakpercayaan ini tidak hanya membawa kebutaan rohani, tetapi juga konsekuensi kekal.
Pandangan Pakar Teologi Reformed
Anthony Hoekema dalam Saved by Grace menjelaskan bahwa penolakan terhadap Yesus adalah bukti dari kondisi rohani manusia yang terjatuh. Hanya melalui pekerjaan Roh Kudus manusia dapat dilahirkan kembali dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Michael Horton dalam The Christian Faith menyoroti bahwa iman kepada Kristus adalah pintu masuk ke dalam komunitas perjanjian Allah. Mereka yang menolak Kristus menempatkan diri mereka di luar kasih karunia Allah.
Aplikasi Bagi Orang Kristen
Sebagai orang percaya, kita harus menghargai anugerah keselamatan yang telah diberikan melalui Kristus dan menjadikannya pusat hidup kita. Kita juga dipanggil untuk bersaksi tentang kasih Allah kepada mereka yang belum mengenal-Nya, dengan doa agar hati mereka dilembutkan oleh Roh Kudus.
Pelajaran Teologis dari Yohanes 8:19-21
Dari perikop ini, kita dapat menarik beberapa pelajaran teologis penting:
Pentingnya Mengenal Yesus
Mengenal Yesus adalah kunci untuk mengenal Allah. Tanpa iman kepada-Nya, tidak ada jalan menuju keselamatan.Bahaya Kebutaan Rohani
Penolakan terhadap Yesus adalah bukti dari hati yang diperbudak oleh dosa. Hanya melalui pekerjaan Roh Kudus manusia dapat dilepaskan dari kebutaan rohani ini.Urgensi Keselamatan
Penolakan terhadap Kristus membawa konsekuensi kekal. Ini mengingatkan kita akan pentingnya memberitakan Injil dengan penuh semangat dan keberanian.Harapan Eskatologis
Keberangkatan Yesus ke surga membuka jalan bagi kita untuk bersama dengan-Nya di rumah Bapa. Hal ini memberikan pengharapan bagi setiap orang percaya untuk hidup dalam ketaatan dan kesetiaan.
Kesimpulan
Yohanes 8:19-21 adalah perikop yang mengandung pesan teologis mendalam tentang pengenalan akan Allah melalui Kristus, kebutaan rohani manusia, dan konsekuensi penolakan terhadap Yesus. Jawaban Yesus atas pertanyaan, “Di manakah Bapamu?” mengarahkan kita kepada inti iman Kristen: hubungan unik antara Yesus dan Bapa yang hanya dapat dipahami melalui iman kepada-Nya.
Baca Juga: Yohanes 8:14-18: Kesaksian Yesus dan Otoritas Ilahi-Nya
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk terus memperdalam pengenalan kita akan Kristus, hidup dalam iman dan ketaatan, serta memberitakan Injil kepada dunia. Ayat ini mengingatkan kita bahwa hanya melalui Yesus, kita dapat mengenal Bapa dan memperoleh hidup yang kekal.