Ibrani 11:24-27 - Musa: Iman yang Mengorbankan, Menderita, dan Bertahan
Pendahuluan:
Iman adalah fondasi kehidupan Kristen, dan salah satu contoh iman yang luar biasa dapat kita temukan dalam kehidupan Musa. Dalam Ibrani 11:24-27, Rasul menyoroti tiga aspek utama dari iman Musa: pengorbanan, penderitaan, dan ketahanan. Ayat-ayat ini menunjukkan bagaimana Musa memilih untuk meninggalkan keistimewaan duniawi di Mesir, menanggung penderitaan bersama umat Allah, dan tetap bertahan dalam menghadapi tantangan karena ia mengarahkan pandangannya kepada yang tidak kelihatan.
"Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara waktu menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah. Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut kepada murka raja; ia bertahan sama seperti ia melihat Dia yang tidak kelihatan." (Ibrani 11:24-27, TB)
Artikel ini akan menggali lebih dalam makna ayat-ayat ini berdasarkan wawasan dari beberapa pakar teologi Reformed dan implikasinya bagi kehidupan iman kita saat ini.
1. Musa dan Pengorbanan: Menolak Keistimewaan Duniawi
Ibrani 11:24 mencatat bahwa Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak putri Firaun. Dalam konteks budaya Mesir kuno, ini adalah keputusan yang luar biasa. Sebagai anak angkat putri Firaun, Musa memiliki akses kepada kekayaan, kekuasaan, dan kenyamanan yang luar biasa. Namun, Musa memilih untuk meninggalkan semua itu demi tujuan yang lebih besar.
John Calvin dalam komentarnya tentang ayat ini menekankan bahwa keputusan Musa mencerminkan kejelasan iman. Calvin menulis, "Musa tidak membiarkan dirinya ditipu oleh keindahan palsu dari dunia ini, tetapi ia mencari kekayaan yang sejati dalam hubungan dengan Allah." Musa memahami bahwa keistimewaan duniawi bersifat sementara, sedangkan janji Allah bersifat kekal.
Bagi kita, pengorbanan Musa mengingatkan bahwa iman sering kali menuntut kita untuk meninggalkan kenyamanan atau keistimewaan yang dapat menghalangi kita dalam mengikuti panggilan Allah. Kita dipanggil untuk memiliki perspektif kekal, menempatkan nilai pada hal-hal yang bersifat ilahi, bukan duniawi.
2. Musa dan Penderitaan: Bersama dengan Umat Allah
Ibrani 11:25 mengatakan bahwa Musa lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah daripada menikmati kesenangan dosa untuk sementara waktu. Keputusan ini bukan hanya soal meninggalkan kenyamanan, tetapi juga soal memilih jalan penderitaan.
R.C. Sproul, seorang teolog Reformed, menyatakan bahwa penderitaan bersama umat Allah adalah tanda kesetiaan Musa kepada perjanjian Allah. Sproul menekankan bahwa iman Musa berakar dalam pemahaman bahwa penderitaan dunia ini tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan.
Musa memilih untuk mengidentifikasi dirinya dengan umat Allah yang sedang diperbudak daripada menikmati kesenangan sementara dari dosa. Pilihan ini mencerminkan solidaritas Musa dengan penderitaan umat Allah dan penolakannya terhadap dosa. Musa menunjukkan bahwa penderitaan bersama Allah lebih berharga daripada kesenangan duniawi.
Aplikasi bagi kita adalah kesediaan untuk menanggung penderitaan demi iman kita. Dalam dunia yang sering kali mengejar kenyamanan dan kesenangan, kita dipanggil untuk berdiri teguh dalam iman, bahkan jika itu berarti menghadapi penderitaan.
3. Musa dan Ketahanan: Melihat yang Tidak Kelihatan
Ibrani 11:26-27 menyoroti ketahanan Musa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar daripada semua harta Mesir. Ketahanan Musa didasarkan pada pandangannya yang terfokus kepada yang tidak kelihatan.
Teologi Reformed menekankan pentingnya iman yang melihat melampaui realitas fisik kepada realitas ilahi. Herman Bavinck menyatakan, "Iman adalah mata rohani yang melihat Allah dan janji-janji-Nya meskipun itu tidak terlihat oleh mata fisik." Musa bertahan karena ia memandang kepada Allah yang setia, yang menjanjikan pembebasan dan pemulihan.
Ketahanan Musa memberikan teladan bagi kita untuk terus berjalan dalam iman, meskipun kita menghadapi tantangan atau kesulitan. Dengan mengarahkan pandangan kita kepada Allah yang tidak kelihatan tetapi nyata, kita dapat menemukan kekuatan untuk bertahan.
4. Penghinaan karena Kristus: Akar Iman Musa
Menarik untuk dicatat bahwa Ibrani 11:26 menyebutkan "penghinaan karena Kristus" dalam konteks Musa. Bagaimana mungkin Musa, yang hidup sebelum Kristus, dikaitkan dengan penghinaan karena Kristus? Jawabannya terletak pada pemahaman Reformed tentang kesatuan perjanjian.
Teologi Reformed mengajarkan bahwa seluruh Alkitab menunjuk kepada Kristus. Janji-janji Allah kepada umat-Nya dalam Perjanjian Lama digenapi dalam Kristus. Oleh karena itu, ketika Musa memilih untuk menderita bersama umat Allah, ia sebenarnya mengambil bagian dalam janji yang digenapi dalam Kristus.
John Owen, seorang teolog Puritan, menulis bahwa Musa melihat ke depan kepada janji Mesianik. Penghinaan yang ia tanggung adalah cerminan dari penderitaan Kristus yang akan datang. Ini menunjukkan bahwa iman Musa adalah iman yang berakar dalam pengharapan kepada Allah yang setia.
5. Pandangan Teologi Reformed tentang Iman Musa
A. John Calvin
Calvin menyoroti bahwa iman Musa adalah contoh nyata dari iman yang aktif. Keputusannya untuk meninggalkan kemewahan Mesir adalah bukti bahwa iman tidak hanya percaya, tetapi juga bertindak sesuai dengan kehendak Allah.
B. R.C. Sproul
Sproul melihat iman Musa sebagai teladan dari keberanian dan ketaatan kepada Allah. Dia menekankan bahwa iman sejati membantu kita melihat melampaui kesulitan duniawi kepada upah kekal yang dijanjikan Allah.
C. Martyn Lloyd-Jones
Lloyd-Jones mencatat bahwa iman Musa adalah iman yang eskatologis, yang hidup dengan pandangan kepada masa depan yang dijanjikan Allah. Musa mengajarkan kita untuk hidup dengan perspektif kekal, bukan hanya untuk saat ini.
D. Herman Bavinck
Bavinck menekankan bahwa iman Musa adalah karya anugerah Allah. Pilihannya untuk meninggalkan Mesir dan menghadapi penderitaan adalah bukti bahwa iman sejati hanya mungkin terjadi melalui karya Roh Kudus.
Kesimpulan
Kehidupan Musa adalah teladan iman yang mengorbankan, menderita, dan bertahan. Dalam Ibrani 11:24-27, kita melihat bagaimana Musa memilih untuk meninggalkan keistimewaan duniawi, menanggung penderitaan bersama umat Allah, dan tetap bertahan dengan mengarahkan pandangannya kepada yang tidak kelihatan. Iman Musa adalah iman yang berakar dalam pengharapan kepada Allah yang setia.
Kiranya pelajaran dari iman Musa menginspirasi kita untuk hidup dengan perspektif kekal, memprioritaskan Kerajaan Allah, dan tetap bertahan dalam iman, apa pun tantangan yang kita hadapi. Amin.