Keutamaan Iman: Ibrani 11:6 dalam Perspektif Teologi Reformed
Pendahuluan:
Dalam surat kepada orang Ibrani, pasal 11 menjadi salah satu bagian yang paling mendalam tentang iman. Pasal ini sering disebut sebagai "Galeri Pahlawan Iman," yang memuat contoh-contoh tokoh Alkitab yang hidup berdasarkan iman kepada Allah. Di antara ayat-ayat yang berisi definisi dan implikasi iman, Ibrani 11:6 memberikan landasan teologis yang sangat penting. Ayat tersebut berbunyi:
"Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia."
Ayat ini menekankan bahwa iman adalah syarat mutlak untuk mendekat kepada Allah dan hidup yang berkenan kepada-Nya. Artikel ini akan membahas secara mendalam makna Ibrani 11:6, dengan mengacu pada pandangan teologi Reformed dari tokoh-tokoh seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul, serta implikasinya bagi kehidupan orang percaya.
1. Definisi dan Keutamaan Iman dalam Ibrani 11:6
a. Apa Itu Iman?
Dalam konteks pasal 11, iman didefinisikan sebagai dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1). Iman melibatkan kepercayaan penuh kepada Allah, meskipun kita tidak dapat melihat atau memahami sepenuhnya jalan-Nya.
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menjelaskan iman sebagai:"Keyakinan yang kokoh akan kasih Allah yang dinyatakan dalam Kristus, yang memberikan pengharapan yang pasti kepada kita akan janji-janji-Nya."
b. Iman sebagai Syarat Mutlak untuk Mendekat kepada Allah
Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa tanpa iman, seseorang tidak mungkin berkenan kepada Allah. Hal ini berarti iman bukan hanya sebuah atribut tambahan dalam kehidupan Kristen, tetapi esensi dari hubungan kita dengan Allah.
Louis Berkhof menulis:"Iman adalah sarana utama melalui mana manusia dapat menjalin hubungan dengan Allah, karena iman melibatkan pengakuan akan keberadaan dan kedaulatan Allah serta penerimaan kasih karunia-Nya."
c. Dua Aspek Utama Iman dalam Ayat Ini
Penulis Ibrani menyebutkan dua hal yang harus dipercayai oleh orang yang datang kepada Allah:
- Keberadaan Allah: Keyakinan bahwa Allah ada dan memerintah atas seluruh ciptaan.
- Pemberian Upah oleh Allah: Keyakinan bahwa Allah adalah pemberi upah bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari-Nya, yaitu mereka yang hidup dalam ketaatan kepada-Nya.
Herman Bavinck menjelaskan bahwa iman bukan hanya percaya kepada fakta keberadaan Allah, tetapi juga percaya bahwa Allah adalah Bapa yang baik, yang memberi anugerah kepada umat-Nya.
2. Iman sebagai Dasar Hidup yang Berkenan kepada Allah
a. Hidup yang Berkenan kepada Allah
Ibrani 11:6 menyatakan bahwa iman adalah syarat untuk hidup yang menyenangkan hati Allah. Dalam konteks Alkitab, hidup yang berkenan kepada Allah adalah hidup yang taat kepada Firman-Nya, mengakui kedaulatan-Nya, dan berjalan dalam jalan-Nya.
R.C. Sproul menekankan bahwa iman sejati selalu menghasilkan buah ketaatan. Ia menulis:"Iman tidak pernah menjadi sesuatu yang pasif. Iman yang sejati selalu memanifestasikan dirinya dalam tindakan yang berakar pada pengenalan akan Allah."
b. Hubungan Antara Iman dan Ketaatan
Iman yang sejati tidak hanya percaya secara intelektual, tetapi juga memengaruhi tindakan. Hal ini terlihat dalam kehidupan tokoh-tokoh iman seperti Henokh, Nuh, Abraham, dan Musa, yang disebutkan dalam pasal ini.
Sebagai contoh, Nuh membangun bahtera karena imannya kepada Allah, meskipun ia belum pernah melihat hujan seperti yang Allah nubuatkan (Ibrani 11:7). Abraham meninggalkan tanah kelahirannya untuk mengikuti panggilan Allah, meskipun ia tidak tahu ke mana ia akan pergi (Ibrani 11:8).
John Calvin menulis:"Iman yang sejati selalu disertai dengan ketaatan, karena melalui iman, manusia mengarahkan hidupnya kepada kehendak Allah."
3. Kepercayaan Akan Keberadaan Allah
a. Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara
Iman kepada keberadaan Allah melibatkan pengakuan bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu. Dalam Ibrani 11:3, penulis menjelaskan bahwa oleh iman kita memahami bahwa dunia dijadikan oleh Firman Allah.
Herman Bavinck menulis bahwa iman kepada Allah sebagai Pencipta adalah dasar dari semua iman lainnya, karena tanpa pengakuan ini, manusia tidak memiliki dasar untuk percaya kepada kasih karunia atau janji Allah.
b. Allah yang Memerintah dengan Kedaulatan
Iman juga melibatkan pengakuan akan kedaulatan Allah atas segala sesuatu. Allah tidak hanya ada, tetapi Dia juga adalah Raja yang memerintah dengan hikmat dan kuasa yang sempurna.
R.C. Sproul menekankan bahwa iman sejati melibatkan keyakinan bahwa Allah adalah penguasa yang berdaulat, yang mengendalikan segala sesuatu demi kemuliaan-Nya dan kebaikan umat-Nya.
4. Allah sebagai Pemberi Upah bagi Orang yang Mencari-Nya
a. Pengertian "Upah"
Dalam Ibrani 11:6, kata "upah" bukan merujuk pada penghargaan yang diperoleh melalui usaha manusia, tetapi pada anugerah yang diberikan oleh Allah kepada mereka yang mencari-Nya dengan iman. Upah ini meliputi keselamatan, persekutuan dengan Allah, dan kehidupan kekal.
Louis Berkhof menjelaskan bahwa konsep upah dalam konteks ini tidak bertentangan dengan kasih karunia, karena upah itu sendiri adalah hasil dari anugerah Allah yang berdaulat.
b. Mencari Allah dengan Sungguh-Sungguh
Iman sejati melibatkan pencarian yang aktif terhadap Allah. Dalam Yeremia 29:13, Allah berfirman:
"Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati."
John Calvin menulis bahwa pencarian Allah yang sejati melibatkan doa, ketaatan, dan hidup yang dipersembahkan sepenuhnya kepada-Nya.
5. Relevansi Ibrani 11:6 bagi Kehidupan Kristen
a. Hidup Berdasarkan Iman
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup berdasarkan iman, bukan penglihatan (2 Korintus 5:7). Ini berarti bahwa setiap aspek kehidupan kita harus didasarkan pada kepercayaan kepada Allah dan janji-janji-Nya, meskipun kita tidak selalu dapat melihat hasilnya secara langsung.
b. Iman dalam Pencobaan dan Tantangan
Iman sering kali diuji dalam situasi yang sulit. Namun, seperti yang terlihat dalam kehidupan tokoh-tokoh iman di Ibrani 11, iman memungkinkan kita untuk bertahan dalam pencobaan dengan keyakinan bahwa Allah bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya (Roma 8:28).
c. Iman dan Hubungan dengan Allah
Ibrani 11:6 mengingatkan kita bahwa iman adalah dasar dari hubungan kita dengan Allah. Melalui iman, kita dapat mendekat kepada Allah dan menikmati persekutuan dengan-Nya.
Kesimpulan
Ibrani 11:6 menekankan bahwa iman adalah syarat mutlak untuk hidup yang berkenan kepada Allah. Iman sejati melibatkan keyakinan akan keberadaan Allah, pengakuan atas kedaulatan-Nya, dan keyakinan bahwa Dia memberi upah kepada mereka yang mencari-Nya. Dalam perspektif teologi Reformed, iman adalah anugerah Allah yang bekerja dalam hati manusia untuk membawa mereka kepada persekutuan dengan-Nya.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam iman yang nyata, yang diwujudkan dalam ketaatan kepada Allah, pencarian yang sungguh-sungguh akan Dia, dan pengharapan akan janji-janji-Nya. Kiranya kita terus bertumbuh dalam iman, sehingga hidup kita dapat menyenangkan hati Allah dan memuliakan nama-Nya.
Catatan: Kiranya kebenaran dari Ibrani 11:6 menguatkan iman kita untuk terus mencari Allah, berjalan bersama-Nya, dan hidup untuk kemuliaan-Nya.