Kristus dalam Perspektif Abad Kedua Puluh

Kristus dalam Perspektif Abad Kedua Puluh

Pendahuluan:

Kristus adalah inti iman Kristen. Sepanjang sejarah, gereja terus menggali dan menegaskan identitas serta karya Kristus sesuai dengan konteks zamannya. Abad kedua puluh menghadirkan tantangan unik bagi pemahaman tentang Kristus, baik melalui perkembangan teologi modern, gerakan budaya, maupun kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam tradisi teologi Reformed, refleksi tentang Kristus tetap berakar pada otoritas Alkitab, tetapi tidak mengabaikan tantangan zaman.

Artikel ini akan membahas bagaimana pandangan Kristologi di abad kedua puluh berkembang, tantangan yang dihadapinya, dan bagaimana teologi Reformed memberikan tanggapan yang teguh namun relevan.

1. Tantangan Teologis Abad Kedua Puluh

a. Rasionalisme dan Modernisme

Abad kedua puluh ditandai oleh perkembangan filsafat rasionalisme dan modernisme yang menantang otoritas supernatural. Dalam konteks ini, beberapa teolog liberal mencoba menafsirkan Kristus sebagai guru moral yang hebat tetapi bukan sebagai Anak Allah yang ilahi.

  • Albert Schweitzer, dalam bukunya The Quest of the Historical Jesus, menggambarkan Yesus sebagai tokoh eskatologis yang terjebak dalam harapan apokaliptik zamannya, tetapi gagal memenuhi peran sebagai Mesias.
  • Pandangan ini menempatkan fokus pada "Yesus historis" yang berbeda dari Kristus iman gereja.

b. Eksistensialisme dan Demitologisasi

Teologi eksistensialis, yang dipengaruhi oleh pemikiran seperti Rudolf Bultmann, menekankan kebutuhan untuk "demitologisasi" Injil. Bultmann menyatakan bahwa unsur-unsur supranatural dalam Alkitab, seperti mukjizat Yesus atau kebangkitan-Nya, harus dipahami secara simbolis untuk relevan dengan dunia modern.

Teologi Reformed dengan keras menolak pendekatan ini. John Calvin dan para penerusnya menegaskan bahwa iman Kristen bergantung pada kebenaran historis dan supernatural Kristus. Kebangkitan bukan sekadar simbol, tetapi peristiwa nyata yang menjadi fondasi keselamatan (1 Korintus 15:14-17).

2. Kristologi Reformed dan Abad Kedua Puluh

a. Yesus sebagai Allah dan Manusia

Teologi Reformed tetap mempertahankan Kristologi ortodoks yang telah dirumuskan dalam Konsili Kalsedon (451 M). Yesus Kristus adalah satu Pribadi dengan dua kodrat, ilahi dan manusia, yang tidak bercampur, tidak berubah, tidak terbagi, dan tidak terpisah.

Herman Bavinck, seorang teolog Reformed terkemuka, menegaskan bahwa misteri inkarnasi tidak dapat dicerna sepenuhnya oleh akal manusia, tetapi merupakan inti dari iman Kristen. Kristus yang adalah Allah sejati dan manusia sejati menjadi penghubung antara Allah dan manusia, memenuhi kebutuhan mendalam akan penebusan.

b. Penekanan pada Karya Penebusan

R.C. Sproul menyoroti pentingnya mempertahankan doktrin penebusan substitusi penal (penal substitutionary atonement), yang menyatakan bahwa Kristus menanggung dosa umat-Nya sebagai pengganti mereka.

Dalam konteks abad kedua puluh, doktrin ini menghadapi tantangan dari teolog liberal yang menekankan aspek moral karya Kristus. Sproul menjelaskan bahwa tanpa salib, kasih Allah tidak dapat dipahami sepenuhnya, karena di salib itulah keadilan dan kasih bertemu (Roma 3:25-26).

c. Kedaulatan Kristus atas Segala Sesuatu

Abad kedua puluh juga menyaksikan kebangkitan pandangan Reformed yang berfokus pada kedaulatan Kristus atas seluruh ciptaan. Abraham Kuyper terkenal dengan pernyataannya:"Tidak ada satu inci pun di seluruh domain eksistensi manusia yang Kristus, yang adalah Tuhan atas semuanya, tidak berteriak, ‘Ini milik-Ku!’”

Kuyper menegaskan bahwa Kristus bukan hanya Juruselamat individu, tetapi juga Raja atas semua aspek kehidupan, termasuk politik, pendidikan, dan budaya.

3. Kristologi dalam Konteks Sosial Abad Kedua Puluh

a. Yesus dan Keadilan Sosial

Abad kedua puluh melihat kebangkitan gerakan keadilan sosial di berbagai belahan dunia. Dalam teologi liberal, Yesus sering dipandang sebagai revolusioner sosial yang memperjuangkan keadilan bagi yang tertindas.

Teologi Reformed tidak menolak pentingnya keadilan sosial, tetapi menekankan bahwa keadilan sejati hanya dapat ditemukan di bawah pemerintahan Kristus. Herman Bavinck menjelaskan bahwa karya Kristus membawa damai tidak hanya dalam hubungan individu dengan Allah, tetapi juga dalam struktur sosial yang dipengaruhi oleh dosa.

b. Konflik Global dan Pengharapan Eskatologis

Perang Dunia I dan II membawa kehancuran besar yang memengaruhi pemikiran teologi. Banyak yang bertanya, di mana Allah dalam penderitaan ini? Dalam teologi Reformed, penderitaan dunia diakui sebagai akibat dosa, tetapi pengharapan tetap ada dalam Kristus.
R.C. Sproul menekankan bahwa pengharapan eskatologis Kristen tidak terletak pada perbaikan moral manusia, tetapi pada kedatangan kembali Kristus yang akan memulihkan segala sesuatu.

4. Tantangan Budaya dan Relevansi Kristus

a. Kritik Postmodernisme terhadap Kebenaran Absolut

Postmodernisme di akhir abad kedua puluh menantang konsep kebenaran universal, termasuk klaim Yesus sebagai jalan satu-satunya kepada Allah (Yohanes 14:6). Dalam konteks ini, teologi Reformed menegaskan bahwa kebenaran Kristus tidak bersifat relatif.
John Frame, seorang teolog Reformed kontemporer, menjelaskan bahwa klaim Kristus adalah dasar kebenaran objektif yang memberikan makna kepada semua aspek kehidupan manusia.

b. Kristus dalam Dunia Sains

Kemajuan ilmu pengetahuan di abad kedua puluh, seperti teori evolusi, sering kali dianggap bertentangan dengan iman Kristen. Namun, teologi Reformed tidak melihat sains sebagai ancaman, melainkan sebagai cara untuk memahami karya penciptaan Allah.
Herman Bavinck menekankan bahwa Kristus adalah pusat dari ciptaan dan penebusan (Kolose 1:16-17). Oleh karena itu, semua pengetahuan, termasuk sains, harus tunduk pada otoritas Kristus.

5. Implikasi Kristologi untuk Kehidupan Kristen

a. Penyembahan yang Berpusat pada Kristus

Kristologi Reformed mengarahkan perhatian orang percaya kepada penyembahan yang sepenuhnya berfokus pada Kristus. R.C. Sproul menulis bahwa pengakuan akan keilahian Kristus harus mendorong kita untuk menyembah-Nya dengan penuh hormat dan rasa syukur.

b. Misi dan Penginjilan

Pemahaman bahwa Kristus adalah Penebus dan Raja atas segala sesuatu memotivasi gereja untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa. Abraham Kuyper menegaskan bahwa misi Kristen adalah membawa setiap aspek kehidupan di bawah pemerintahan Kristus.

c. Hidup dalam Kekudusan

Yesus sebagai teladan sempurna dan sumber kekuatan bagi orang percaya memotivasi mereka untuk hidup dalam kekudusan. 1 Petrus 1:15-16 menekankan bahwa orang percaya dipanggil untuk menjadi kudus seperti Kristus.

Kesimpulan

Abad kedua puluh membawa berbagai tantangan terhadap pemahaman tentang Kristus, tetapi teologi Reformed tetap teguh dalam mempertahankan ajaran Alkitab tentang identitas dan karya-Nya. Dalam menghadapi rasionalisme, modernisme, dan postmodernisme, teologi Reformed terus menegaskan bahwa Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati, Penebus yang menyelamatkan, dan Raja yang berdaulat atas segala sesuatu.

Kristus bukan hanya relevan bagi abad kedua puluh, tetapi juga menjadi harapan bagi semua zaman. Dengan memusatkan iman pada Kristus, gereja dapat berdiri teguh di tengah tantangan dunia dan membawa Injil kepada dunia yang membutuhkan penyelamatan.

Next Post Previous Post