Ratapan 3:22-23: Kasih Setia Allah yang Tidak Pernah Berakhir
Pendahuluan:
Ratapan 3:22-23 adalah ayat yang memberikan penghiburan dan pengharapan luar biasa di tengah penderitaan. Kitab Ratapan, yang secara keseluruhan mencerminkan kesedihan akibat kehancuran Yerusalem, dalam bagian ini menyisipkan seruan iman yang kuat: kasih setia Allah tidak pernah habis, dan rahmat-Nya selalu baru setiap pagi.
Melalui artikel ini, kita akan mengupas makna mendalam dari Ratapan 3:22-23 berdasarkan konteks Alkitab, pandangan para teolog Reformed, dan relevansinya bagi kehidupan Kristen.
Teks Ratapan 3:22-23 (TB) 22. “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya;”23. “Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!”
1. Konteks Ratapan 3:22-23
a. Latar Belakang Kitab Ratapan
Kitab Ratapan ditulis oleh Yeremia (menurut tradisi) setelah kehancuran Yerusalem pada tahun 586 SM oleh bangsa Babel. Bangsa Israel mengalami pembuangan, kehancuran, dan penderitaan yang luar biasa. Ratapan adalah tangisan penuh kesedihan atas penghukuman Allah, tetapi juga menyisipkan pesan pengharapan yang kokoh di dalam kasih setia-Nya.
b. Struktur Pasal 3
Ratapan 3 adalah inti kitab ini, di mana Yeremia mengungkapkan penderitaan pribadinya namun juga menyatakan penghiburan besar dalam kasih setia Allah. Ayat 22-23 adalah puncak dari pengharapan tersebut, mengingatkan umat Allah bahwa sekalipun mereka dihukum karena dosa, kasih setia Allah tetap tidak berubah.
Pandangan Teologis:
- John Calvin: Calvin menyoroti bahwa kasih setia Allah dalam Ratapan 3:22-23 adalah sumber penghiburan bagi umat-Nya di tengah penderitaan, yang selalu menunjuk pada pemulihan dan keselamatan.
- Herman Bavinck: Bavinck melihat ayat ini sebagai bukti bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya, meskipun dalam penghukuman, Dia tetap setia dan penuh rahmat.
2. Makna Ratapan 3:22-23
a. “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN...” (Ratapan 3:22)
Kasih setia Allah (bahasa Ibrani: chesed) mengacu pada kasih yang kekal, yang tidak tergantung pada situasi atau respons manusia. Ayat ini menunjukkan bahwa bahkan dalam penghukuman, kasih setia Allah tidak pernah berakhir.
Ayat Pendukung:
- Mazmur 103:17: “Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia...”
- Yesaya 54:10: “Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu...”
Pandangan Teologis:
- John Stott: Kasih setia Allah adalah dasar bagi setiap hubungan antara Allah dan umat-Nya, yang menopang mereka bahkan dalam masa-masa tergelap.
- Charles Hodge: Tidak ada batasan pada kasih setia Allah, yang senantiasa memelihara umat-Nya meskipun mereka sering kali tidak setia.
b. “Tak habis-habisnya rahmat-Nya...” (Ratapan 3:22)
Rahmat Allah melampaui hukuman yang diterima oleh umat-Nya. Ini menunjukkan bahwa meskipun bangsa Israel dihukum karena dosa mereka, rahmat Allah terus diperbarui untuk memulihkan dan menyembuhkan mereka.
Ayat Pendukung:
- Mazmur 86:15: “Tetapi Engkau, ya Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia.”
- Efesus 2:4-5: “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar...”
Pandangan Teologis:
- Herman Bavinck: Rahmat Allah yang tidak habis adalah dasar bagi setiap pemulihan rohani, di mana Allah selalu memberikan pengharapan kepada umat-Nya meskipun mereka telah jatuh ke dalam dosa.
c. “Selalu baru tiap pagi...” (Ratapan 3:23)
Pembaruan rahmat Allah setiap pagi mengacu pada kesetiaan-Nya yang tidak pernah gagal untuk menopang umat-Nya setiap hari. Ini adalah pengingat bahwa Allah tidak pernah meninggalkan mereka, bahkan ketika mereka merasa hancur.
Ayat Pendukung:
- Mazmur 30:6: “Sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai.”
- Yesaya 33:2: “Ya TUHAN, kasihanilah kami, Engkaulah tempat perlindungan kami dari angkatan ke angkatan.”
Pandangan Teologis:
- John Calvin: Pembaruan rahmat setiap pagi menunjukkan bahwa umat Allah dapat berharap pada pemeliharaan-Nya yang tidak pernah berakhir.
- R.C. Sproul: Frasa ini menggambarkan kesetiaan Allah yang sempurna, yang menopang umat-Nya dengan kasih dan kekuatan baru setiap hari.
d. “Besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:23)
Kesetiaan Allah adalah karakter-Nya yang tidak berubah, yang menjamin bahwa Dia akan selalu memenuhi janji-Nya kepada umat-Nya.
Ayat Pendukung:
- Mazmur 119:90: “Kesetiaan-Mu dari keturunan ke keturunan...”
- 2 Timotius 2:13: “Jika kita tidak setia, Dia tetap setia...”
Pandangan Teologis:
- Herman Bavinck: Kesetiaan Allah adalah penghiburan utama bagi umat-Nya, yang menunjukkan bahwa mereka dapat selalu bergantung pada-Nya, bahkan dalam situasi yang paling sulit.
3. Pandangan Para Teolog Reformed tentang Ratapan 3:22-23
a. John Calvin
Calvin menekankan bahwa kasih setia Allah yang kekal adalah sumber pengharapan bagi umat-Nya, meskipun mereka mengalami penderitaan akibat dosa.
b. Herman Bavinck
Bavinck melihat rahmat Allah yang tidak habis sebagai cerminan dari karakter Allah yang penuh kasih dan kesetiaan, yang menopang umat-Nya melalui semua keadaan.
c. R.C. Sproul
Sproul menyoroti bahwa kesetiaan Allah adalah landasan iman Kristen, yang memberikan jaminan bahwa umat-Nya tidak akan pernah dibiarkan sendiri.
Kesimpulan
Ratapan 3:22-23 adalah pengingat bahwa kasih setia Allah tidak pernah berakhir, rahmat-Nya selalu baru setiap pagi, dan kesetiaan-Nya adalah dasar iman kita. Ayat ini memberikan penghiburan, pengharapan, dan kekuatan bagi orang percaya untuk menghadapi tantangan hidup dengan iman yang kokoh.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk bersandar pada kasih setia Allah yang tidak pernah berubah, menerima rahmat-Nya setiap hari, dan memuliakan Dia atas kesetiaan-Nya yang besar. “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya; selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:22-23).
Marilah kita hidup dalam pengharapan dan iman, bersandar pada Allah yang setia, dan memberitakan kasih setia-Nya kepada dunia.