Yohanes 10:19-21: Perpecahan di Antara Orang Yahudi
"Sekali lagi, ada perpecahan di antara orang-orang Yahudi karena perkataan Yesus itu. Banyak dari mereka yang berkata, 'Dia kerasukan roh jahat dan menjadi gila. Mengapa kalian mendengarkan Dia?' Yang lain berkata, 'Itu bukan perkataan seorang yang kerasukan roh jahat. Dapatkah roh jahat membuka mata orang buta?'" (Yohanes 10:19-21, AYT)
Pendahuluan
Yohanes 10:19-21 mencatat respons orang-orang Yahudi terhadap ajaran Yesus yang menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang Baik (Yohanes 10:7-18). Perkataan Yesus tentang hubungan-Nya dengan umat-Nya sebagai gembala yang memberikan nyawa bagi domba-domba-Nya menimbulkan perpecahan di antara mereka. Ayat-ayat ini menunjukkan bagaimana pribadi Yesus dan ajaran-Nya memecah belah pendapat, dengan beberapa menolak-Nya dan yang lain menerima tanda-tanda karya-Nya sebagai bukti identitas-Nya.
Dalam artikel ini, kita akan mendalami makna Yohanes 10:19-21, mengeksplorasi perspektif teologi Reformed, dan membahas bagaimana pesan ini tetap relevan dalam konteks kehidupan modern.
A. Tema Utama
Tema utama dalam ayat-ayat ini adalah bagaimana pribadi Yesus dan ajaran-Nya memisahkan mereka yang percaya dari yang tidak percaya. Yesus tidak hanya membawa perdamaian, tetapi juga perpecahan, karena respons terhadap-Nya mengungkapkan hati manusia.
B. Penjelasan Mendalam Yohanes 10:19-21
1. "Sekali lagi, ada perpecahan di antara orang-orang Yahudi karena perkataan Yesus itu" (Yohanes 10: 19)
a. Perpecahan yang Berulang
Ini bukan pertama kalinya Yesus menimbulkan perpecahan di antara orang Yahudi. Yohanes 7:43 juga mencatat respons serupa terhadap ajaran Yesus. Perpecahan ini menunjukkan bagaimana Yesus menjadi batu ujian bagi hati manusia.
John Calvin menulis, "Yesus tidak membawa perpecahan karena kekeliruan di pihak-Nya, tetapi karena kebenaran-Nya yang mengungkapkan sifat asli hati manusia."
b. Kebenaran yang Mengguncang
Yesus sering berbicara dengan otoritas yang mengguncang keyakinan tradisional orang Yahudi. Mereka yang hatinya keras menolak-Nya, sementara mereka yang haus akan kebenaran mendekat kepada-Nya.
2. "Banyak dari mereka yang berkata, 'Dia kerasukan roh jahat dan menjadi gila'" (Yohanes 10:20)
a. Penolakan dan Fitnah
Menuduh Yesus kerasukan roh jahat adalah cara mereka untuk mendiskreditkan otoritas dan ajaran-Nya. Tuduhan ini mencerminkan kebutaan rohani mereka yang menolak melihat kebenaran, meskipun tanda-tanda jelas telah diberikan.
Jonathan Edwards menjelaskan, "Penolakan terhadap Yesus sering kali disertai dengan upaya untuk mencemarkan nama baik-Nya. Ini menunjukkan pemberontakan hati manusia terhadap Allah."
b. Respons Orang yang Tidak Percaya
Tuduhan ini juga menunjukkan bahwa mujizat dan pengajaran Yesus tidak cukup untuk meyakinkan mereka yang tidak mau percaya. Mereka lebih memilih mencari alasan untuk menolak-Nya daripada menerima kebenaran.
3. "Yang lain berkata, 'Itu bukan perkataan seorang yang kerasukan roh jahat'" (Yohanes 10:21)
a. Bukti Tanda-tanda Mujizat
Kelompok lain mempertimbangkan mujizat-mujizat Yesus, seperti membuka mata orang buta (Yohanes 9), sebagai bukti bahwa Ia tidak mungkin kerasukan roh jahat. Tanda-tanda ini memperkuat klaim Yesus sebagai utusan Allah.
R.C. Sproul menulis, "Mujizat Yesus adalah bukti yang tidak dapat disangkal tentang keilahian-Nya. Mereka yang menerima tanda-tanda ini menunjukkan hati yang terbuka terhadap kebenaran Allah."
b. Keyakinan yang Berlawanan
Respons ini menunjukkan bahwa bahkan di tengah perpecahan, ada mereka yang mulai percaya kepada Yesus berdasarkan apa yang mereka lihat dan dengar. Ini adalah gambaran bagaimana iman bekerja di tengah-tengah kebingungan dan perlawanan.
C. Perspektif Teologi Reformed tentang Yohanes 10:19-21
1. Yesus sebagai Batu Ujian
Teologi Reformed menekankan bahwa Yesus adalah batu ujian bagi hati manusia. Kehadiran dan ajaran-Nya mengungkapkan siapa yang benar-benar mencari kebenaran dan siapa yang menolak Allah.
John Calvin menulis, "Kehadiran Kristus mengungkapkan hati manusia. Mereka yang rendah hati akan datang kepada-Nya, tetapi mereka yang sombong akan menolak-Nya."
2. Kebutaan Rohani
Teologi Reformed mengajarkan bahwa kebutaan rohani adalah akibat dari dosa, dan hanya karya Roh Kudus yang dapat membuka hati manusia untuk menerima Yesus. Orang-orang yang menolak Yesus dalam Yohanes 10:20 menunjukkan kondisi hati yang terikat pada dosa.
Jonathan Edwards menekankan, "Kecuali Roh Kudus bekerja dalam hati manusia, mereka tidak akan pernah dapat melihat kemuliaan Kristus."
3. Iman Berdasarkan Bukti
Mereka yang percaya kepada Yesus dalam Yohanes 10:21 melakukannya berdasarkan tanda-tanda yang mereka lihat. Teologi Reformed mengakui bahwa iman sering kali dimulai dengan respons terhadap bukti yang diberikan Allah, tetapi itu harus diperdalam oleh karya Roh Kudus.
R.C. Sproul menjelaskan, "Mujizat adalah alat yang Allah gunakan untuk membimbing manusia kepada iman, tetapi iman sejati melampaui tanda-tanda tersebut dan berakar pada pengenalan pribadi akan Kristus."
D. Pendapat Pakar Teologi Reformed Mengenai Yohanes 10:19-21: Perpecahan di Antara Orang Yahudi
1. John Calvin: Penyataan Kristus yang Mengungkap Kondisi Hati Manusia
John Calvin melihat Yohanes 10:19-21 sebagai gambaran tentang bagaimana penyataan Kristus selalu menyingkapkan kondisi hati manusia. Calvin mencatat bahwa perpecahan di antara orang Yahudi mencerminkan respons alami manusia terhadap terang Injil: mereka yang hatinya dibutakan oleh dosa akan menolak Kristus, sementara mereka yang dipanggil oleh kasih karunia Allah akan melihat kebenaran-Nya.
Calvin juga menyoroti bahwa tuduhan bahwa Yesus kerasukan setan adalah bentuk penghujatan yang serius. Tuduhan ini menunjukkan sejauh mana manusia yang berdosa dapat menolak terang Allah. Namun, Calvin mencatat bahwa sebagian orang Yahudi mempertimbangkan mukjizat Yesus, seperti menyembuhkan orang buta, sebagai bukti bahwa Ia bukan orang gila atau kerasukan setan. Dalam pandangannya, hal ini menunjukkan bagaimana Roh Kudus mulai bekerja dalam hati beberapa orang untuk membawa mereka kepada iman.
2. R.C. Sproul: Terang yang Membawa Perpecahan
R.C. Sproul menekankan bahwa Yohanes 10:19-21 menunjukkan bagaimana terang Kristus secara alami membawa perpecahan di antara manusia. Ia mencatat bahwa penyataan Yesus sebagai Gembala yang Baik dan pernyataan diri-Nya yang ilahi memaksa orang untuk memilih antara menerima atau menolak-Nya. Perpecahan ini adalah hasil dari konfrontasi antara kebenaran Allah dan dosa manusia.
Sproul juga menyoroti bahwa tuduhan bahwa Yesus kerasukan setan adalah respons dari mereka yang hatinya telah dibutakan oleh dosa. Namun, Sproul mencatat bahwa mukjizat Yesus, seperti menyembuhkan orang buta, adalah bukti yang jelas tentang otoritas-Nya sebagai Mesias. Dalam pandangannya, mukjizat ini adalah tanda-tanda yang diberikan oleh Allah untuk menegaskan identitas Kristus dan memanggil orang kepada pertobatan.
3. Herman Bavinck: Ketegangan antara Penolakan dan Penerimaan
Herman Bavinck melihat Yohanes 10:19-21 sebagai bagian dari narasi yang lebih besar tentang ketegangan antara penolakan dan penerimaan terhadap Kristus. Bavinck mencatat bahwa respons yang beragam terhadap ajaran Yesus mencerminkan bagaimana Injil selalu memisahkan mereka yang percaya dari mereka yang tidak percaya.
Bavinck juga menekankan bahwa mukjizat Yesus, seperti membuka mata orang buta, adalah tanda-tanda yang tidak dapat disangkal tentang otoritas ilahi-Nya. Namun, ia mencatat bahwa dosa membuat hati manusia begitu keras sehingga mereka bahkan dapat menolak bukti yang paling jelas sekalipun. Dalam pandangannya, perpecahan di antara orang Yahudi ini menunjukkan pentingnya karya Roh Kudus dalam membuka mata rohani manusia untuk melihat kebenaran Kristus.
4. Charles Hodge: Konfrontasi antara Kebenaran dan Dosa
Charles Hodge menyoroti bahwa Yohanes 10:19-21 adalah contoh bagaimana kebenaran Kristus selalu menantang dosa dan membawa konfrontasi. Ia mencatat bahwa perpecahan di antara orang Yahudi mencerminkan dua respons utama terhadap Injil: penerimaan atau penolakan.
Hodge juga mencatat bahwa tuduhan bahwa Yesus kerasukan setan menunjukkan kebutaan rohani dari mereka yang menolak-Nya. Namun, respons dari sebagian orang Yahudi yang mengakui mukjizat-Nya menunjukkan bahwa penyataan Kristus selalu membawa beberapa orang kepada iman. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa Injil memiliki kuasa untuk menyelamatkan mereka yang dipanggil oleh Allah, meskipun banyak yang menolaknya.
5. Michael Horton: Yesus sebagai Pemisah Antara Terang dan Gelap
Michael Horton melihat Yohanes 10:19-21 sebagai bagian dari pengajaran Yesus yang menunjukkan bahwa Ia adalah pemisah antara terang dan gelap. Horton mencatat bahwa ajaran Yesus sebagai Gembala yang Baik adalah klaim yang radikal tentang otoritas ilahi-Nya. Hal ini memaksa orang Yahudi untuk memilih apakah mereka percaya kepada-Nya atau menolak-Nya.
Horton juga menyoroti bahwa mukjizat Yesus adalah bukti nyata tentang siapa diri-Nya. Namun, ia mencatat bahwa dosa membuat manusia tidak mampu menerima kebenaran ini tanpa karya Roh Kudus. Dalam pandangannya, perpecahan di antara orang Yahudi ini menunjukkan pentingnya anugerah Allah dalam membawa manusia kepada iman.
6. Sinclair Ferguson: Mukjizat sebagai Kesaksian tentang Identitas Kristus
Sinclair Ferguson menekankan bahwa Yohanes 10:19-21 menunjukkan pentingnya mukjizat Yesus sebagai kesaksian tentang identitas-Nya. Ferguson mencatat bahwa sebagian orang Yahudi yang menolak Yesus melakukannya karena kebutaan rohani mereka, tetapi sebagian lainnya mempertimbangkan mukjizat-Nya sebagai bukti bahwa Ia adalah utusan Allah.
Ferguson juga mencatat bahwa perpecahan di antara orang Yahudi ini adalah penggenapan dari apa yang Yesus katakan sebelumnya tentang bagaimana terang-Nya akan memisahkan mereka yang percaya dari mereka yang tidak percaya. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa iman adalah karya Allah, yang memungkinkan manusia untuk melihat kebenaran Kristus.
7. Tim Keller: Respons Manusia terhadap Penyataan Allah
Tim Keller menyoroti bahwa Yohanes 10:19-21 menggambarkan respons manusia yang beragam terhadap penyataan Allah. Keller mencatat bahwa ajaran dan mukjizat Yesus menuntut respons, tetapi dosa membuat banyak orang menolak-Nya meskipun ada bukti yang jelas tentang siapa diri-Nya.
Keller juga menekankan bahwa perpecahan di antara orang Yahudi menunjukkan pentingnya anugerah Allah dalam membuka hati manusia kepada Injil. Dalam pandangannya, mukjizat Yesus, seperti membuka mata orang buta, adalah bukti yang kuat tentang identitas-Nya sebagai Gembala yang Baik dan Mesias yang dijanjikan.
Kesimpulan:
Yohanes 10:19-21 menunjukkan bagaimana tanggapan terhadap Yesus menghasilkan perpecahan di antara orang Yahudi. Beberapa orang menolak-Nya dengan keras, sementara yang lain mempertimbangkan bukti mujizat-Nya sebagai tanda otoritas ilahi-Nya.
Para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, dan R.C. Sproul menekankan bahwa perpecahan ini mencerminkan respons manusia terhadap kebenaran Allah. Mujizat Yesus adalah tanda otoritas-Nya, tetapi hanya mereka yang hati-nya disentuh oleh Roh Kudus yang dapat benar-benar menerima Dia.
Dalam kehidupan modern, Yohanes 10:19-21 mengajarkan kita untuk tetap setia kepada kebenaran Injil, menghargai tanda-tanda Allah, dan berdoa bagi mereka yang menolak Yesus. Marilah kita hidup sebagai saksi yang menunjukkan kasih Kristus kepada dunia, bahkan di tengah tantangan dan perpecahan.