Yohanes 10:34-37: Yesus Menyatakan Bukti Keilahian-Nya
Pengantar:
Yohanes 10:34-37 adalah bagian penting dalam Injil Yohanes, di mana Yesus menghadapi tuduhan penghujatan dari orang-orang Yahudi yang menolak klaim-Nya sebagai Allah. Dalam dialog ini, Yesus menggunakan Kitab Suci untuk membela keilahian-Nya dan menunjukkan bahwa klaim-Nya adalah benar secara teologis dan konsisten dengan firman Allah. Artikel ini akan menguraikan bagian ini berdasarkan pendapat para pakar teologi, menjelaskan konteks, makna teologis, dan aplikasinya bagi kehidupan Kristen.
Berikut adalah teks Yohanes 10:34-37 (AYT):Yohanes 10:34. Yesus menjawab mereka, “Bukankah ada tertulis dalam hukum Tauratmu: ‘Aku telah berkata: Kamu adalah allah’?Yohanes 10:35. Jika mereka, yang kepada mereka firman Allah disampaikan, disebut ‘allah’—dan Kitab Suci tidak dapat dibatalkan—Yohanes 10:36. mengapa kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan diutus ke dunia, ‘Engkau menghujat,’ karena Aku berkata, ‘Aku adalah Anak Allah’?Yohanes 10:37. Jika Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku."
A. Konteks Yohanes 10:34-37
1. Tuduhan Penghujatan dari Orang Yahudi
Bagian ini terjadi setelah Yesus dengan tegas menyatakan, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30). Pernyataan ini memicu reaksi keras dari orang Yahudi yang menganggap Yesus menghujat karena menyamakan diri-Nya dengan Allah. Dalam konteks budaya Yahudi, klaim keilahian adalah penghujatan yang layak dihukum mati (Imamat 24:16).
D.A. Carson mencatat bahwa respons keras orang Yahudi menunjukkan betapa seriusnya mereka memahami klaim Yesus. Mereka tidak salah memahami kata-kata Yesus; mereka memahami dengan benar bahwa Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Allah, tetapi mereka menolak untuk percaya.
2. Penggunaan Kitab Suci oleh Yesus
Yesus menggunakan Kitab Suci (Mazmur 82:6) untuk membela klaim-Nya. Dengan mengutip ayat ini, Yesus menunjukkan bahwa konsep manusia yang disebut "allah" tidak asing dalam tradisi Yahudi. Jika manusia biasa bisa disebut "allah" karena mereka menerima firman Allah, maka klaim Yesus sebagai Anak Allah jauh lebih sah karena Dia adalah Pribadi yang diutus oleh Bapa.
Leon Morris mencatat bahwa pengutipan Mazmur ini adalah cara Yesus untuk menantang pemikiran legalistik orang Yahudi. Yesus menggunakan argumen yang tidak dapat mereka bantah karena berdasarkan Kitab Suci yang mereka hormati.
B. Analisis Yohanes 10:34-37
1. “Bukankah Ada Tertulis dalam Hukum Tauratmu: ‘Aku Telah Berkata: Kamu adalah Allah’?” (Yohanes 10:34)
Yesus mengutip Mazmur 82:6, di mana hakim-hakim manusia disebut "allah" karena mereka mewakili otoritas Allah dalam menghakimi. Kata "allah" di sini (Ibrani: elohim) merujuk pada peran sebagai wakil Allah, bukan sebagai Allah dalam esensi.
William Barclay mencatat bahwa Yesus menggunakan ayat ini untuk menegaskan bahwa jika manusia biasa bisa disebut "allah" berdasarkan firman Allah, maka tidak ada alasan bagi orang Yahudi untuk menuduh-Nya menghujat.
2. “Kitab Suci Tidak Dapat Dibatalkan” (Yohanes 10:35)
Yesus menegaskan bahwa Kitab Suci adalah otoritas tertinggi yang tidak dapat disangkal atau diabaikan. Dalam konteks ini, pernyataan Yesus menunjukkan bahwa argumen-Nya didasarkan pada dasar teologis yang kokoh.
John MacArthur mencatat bahwa pernyataan ini menegaskan pandangan Yesus tentang otoritas dan keandalan Kitab Suci. Jika Kitab Suci menyebut manusia sebagai "allah," maka klaim-Nya sebagai Anak Allah tidak bertentangan dengan kebenaran Alkitab.
3. “Dia yang Dikuduskan oleh Bapa dan Diutus ke Dunia” (Yohanes 10:36)
Yesus menyebut diri-Nya sebagai Pribadi yang dikuduskan oleh Bapa dan diutus ke dunia. Ini menunjukkan asal ilahi-Nya dan misi-Nya sebagai Mesias yang datang untuk menyelamatkan dunia.
D.A. Carson mencatat bahwa pernyataan ini menyoroti keunikan Yesus dibandingkan manusia biasa. Dia tidak hanya menerima firman Allah seperti hakim-hakim dalam Mazmur 82, tetapi Dia sendiri adalah Firman yang menjadi manusia (Yohanes 1:14).
4. “Jika Aku Tidak Melakukan Pekerjaan-Pekerjaan Bapa-Ku, Janganlah Percaya kepada-Ku” (Yohanes 10:37)
Yesus menantang orang Yahudi untuk menilai klaim-Nya berdasarkan pekerjaan-pekerjaan-Nya. Mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus adalah bukti nyata dari keilahian-Nya dan hubungan-Nya dengan Bapa.
Leon Morris mencatat bahwa pekerjaan-pekerjaan Yesus, seperti menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati, adalah manifestasi langsung dari kuasa Allah. Jika Yesus tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan ini, maka orang Yahudi berhak untuk tidak mempercayai-Nya.
C. Makna Teologis Yohanes 10:34-37
1. Keilahian Yesus yang Tak Terbantahkan
Pernyataan Yesus dalam Yohanes 10:34-37 menegaskan keilahian-Nya. Dengan menyebut diri-Nya sebagai Pribadi yang dikuduskan dan diutus oleh Bapa, Yesus menunjukkan bahwa Dia memiliki hubungan unik dengan Allah yang melampaui pemahaman manusia biasa.
R.C. Sproul menekankan bahwa klaim Yesus sebagai Anak Allah adalah inti dari iman Kristen. Jika Yesus bukan Allah, maka iman Kristen kehilangan landasannya, karena hanya Allah yang dapat menyelamatkan manusia dari dosa.
2. Pentingnya Kitab Suci sebagai Dasar Iman
Yesus menggunakan Kitab Suci untuk membela klaim-Nya, menunjukkan bahwa firman Allah adalah otoritas tertinggi. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mendasarkan iman kita pada kebenaran Alkitab yang tidak dapat dibatalkan.
D.A. Carson mencatat bahwa penghormatan Yesus terhadap Kitab Suci adalah teladan bagi semua orang percaya. Kita harus mempelajari dan mengandalkan Kitab Suci sebagai dasar bagi keyakinan dan tindakan kita.
3. Bukti Keilahian Melalui Pekerjaan Yesus
Yesus menantang orang Yahudi untuk menilai klaim-Nya berdasarkan pekerjaan-pekerjaan-Nya. Mukjizat-mukjizat Yesus adalah bukti nyata dari keilahian-Nya dan misi penyelamatan-Nya.
Leon Morris mencatat bahwa pekerjaan Yesus adalah manifestasi dari kasih dan kuasa Allah. Mukjizat-mukjizat ini tidak hanya menunjukkan otoritas-Nya, tetapi juga menyatakan hati Allah yang peduli kepada umat-Nya.
D. Pendapat Pakar Teologi Mengenai Yohanes 10:34-37: Yesus Menyatakan Bukti Keilahian-Nya
1. John Calvin: Kesempurnaan Yesus sebagai Anak Allah
John Calvin menyoroti bahwa Yesus menggunakan Mazmur 82:6 untuk menegaskan bahwa klaim-Nya sebagai Anak Allah tidak dapat dianggap penghujatan. Calvin mencatat bahwa jika manusia biasa, seperti hakim-hakim dalam Mazmur, dapat disebut "allah" karena peran mereka sebagai wakil Allah, maka klaim Yesus sebagai Anak Allah memiliki dasar yang jauh lebih kuat karena Dia adalah utusan Bapa yang kudus.
Calvin juga menekankan bahwa Yesus tidak menyamakan diri-Nya dengan hakim-hakim tersebut. Sebaliknya, Ia menunjukkan bahwa keilahian-Nya jauh melampaui kedudukan manusia. Dalam pandangan Calvin, ini adalah pengingat bahwa Yesus memiliki hubungan unik dengan Bapa yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya.
2. R.C. Sproul: Keilahian Yesus dan Kuasa Kitab Suci
R.C. Sproul menyoroti bahwa Yesus mengutip Mazmur 82:6 untuk menunjukkan konsistensi dan kuasa Kitab Suci. Sproul mencatat bahwa Yesus mengakui otoritas Alkitab sebagai dasar dari pengajaran-Nya, menunjukkan bahwa klaim-Nya sebagai Anak Allah bukanlah penghujatan tetapi sesuai dengan kebenaran yang diwahyukan.
Sproul juga menekankan bahwa tanggapan Yesus kepada orang Yahudi adalah bukti dari keilahian-Nya. Yesus tidak hanya mempertahankan klaim-Nya, tetapi juga menunjukkan bagaimana Kitab Suci mendukung pernyataan-Nya. Dalam pandangan Sproul, bagian ini menunjukkan keagungan Kristus sebagai Firman yang hidup, yang mendemonstrasikan kuasa dan otoritas Allah dalam setiap tindakan-Nya.
3. Herman Bavinck: Keilahian Yesus dalam Hubungan dengan Bapa
Herman Bavinck menekankan pentingnya pernyataan Yesus dalam konteks hubungan-Nya dengan Bapa. Bavinck mencatat bahwa Yesus menggunakan Mazmur 82:6 untuk mengarahkan perhatian orang Yahudi kepada otoritas Allah yang lebih besar. Jika Allah menyebut hakim-hakim manusia sebagai "allah," maka klaim Yesus sebagai Anak Allah jauh lebih sah karena Ia diutus langsung oleh Bapa.
Bavinck juga menyoroti bahwa Yesus menunjukkan pengudusan-Nya oleh Bapa sebagai bukti dari keilahian-Nya. Dalam pandangannya, bagian ini mengajarkan bahwa hubungan antara Yesus dan Bapa adalah unik dan tidak dapat dibandingkan dengan manusia biasa.
4. Charles Hodge: Kuasa Firman sebagai Bukti Keilahian
Charles Hodge menyoroti pentingnya tanggapan Yesus kepada orang Yahudi dalam membela klaim keilahian-Nya. Ia mencatat bahwa Yesus menggunakan Kitab Suci untuk menunjukkan bahwa klaim-Nya tidak bertentangan dengan wahyu Allah. Dalam Mazmur 82:6, Allah menyebut hakim-hakim manusia sebagai "allah" karena peran mereka sebagai wakil-Nya, sehingga klaim Yesus sebagai Anak Allah memiliki dasar yang jauh lebih kuat.
Hodge juga mencatat bahwa bagian ini menunjukkan bagaimana Yesus menghubungkan diri-Nya dengan Firman Allah. Dengan menyebut diri-Nya sebagai Anak Allah, Yesus menunjukkan bahwa Ia adalah Firman yang hidup, yang diutus oleh Bapa untuk membawa keselamatan bagi dunia.
5. Michael Horton: Klaim Keilahian yang Didukung oleh Kitab Suci
Michael Horton menekankan bahwa tanggapan Yesus dalam Yohanes 10:34-37 adalah bukti kuat dari keilahian-Nya. Horton mencatat bahwa Yesus tidak hanya membela klaim-Nya dengan logika, tetapi juga dengan mengacu pada Kitab Suci, yang memiliki otoritas tertinggi.
Horton juga menyoroti bahwa penggunaan Mazmur 82:6 oleh Yesus menunjukkan kebijaksanaan-Nya dalam mengungkapkan kebenaran. Dalam pandangannya, Yesus tidak hanya menunjukkan bahwa klaim-Nya sah, tetapi juga menegaskan bahwa Kitab Suci tidak dapat dibatalkan, yang memperkuat otoritas Firman Allah.
6. Sinclair Ferguson: Keunikan Yesus sebagai Anak Allah
Sinclair Ferguson menyoroti bahwa dalam Yohanes 10:34-37, Yesus menunjukkan keunikan-Nya sebagai Anak Allah. Ferguson mencatat bahwa Yesus menggunakan Mazmur 82:6 untuk menunjukkan bahwa istilah "allah" telah digunakan dalam Kitab Suci untuk manusia yang memiliki otoritas yang diberikan oleh Allah. Jika demikian, klaim Yesus sebagai Anak Allah jauh lebih kuat karena hubungan-Nya yang unik dengan Bapa.
Ferguson juga mencatat bahwa tanggapan Yesus menunjukkan kesempurnaan-Nya dalam memenuhi kehendak Bapa. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa Yesus adalah Allah yang benar dan manusia yang benar, yang datang untuk menyatakan kemuliaan Bapa kepada dunia.
7. Tim Keller: Penggunaan Kitab Suci untuk Menyatakan Kebenaran
Tim Keller menyoroti bahwa Yesus menggunakan Mazmur 82:6 untuk menunjukkan konsistensi klaim-Nya dengan Kitab Suci. Keller mencatat bahwa Yesus dengan bijaksana menunjukkan kepada orang Yahudi bahwa klaim-Nya tidak bertentangan dengan Firman Allah, tetapi justru mendukung otoritas-Nya sebagai Anak Allah.
Keller juga mencatat bahwa tanggapan Yesus mengungkapkan hati-Nya yang penuh kasih. Meskipun menghadapi tuduhan penghujatan, Yesus tetap sabar dan menggunakan Kitab Suci untuk membawa kebenaran kepada lawan-lawan-Nya. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bagi umat percaya untuk berakar pada Firman Allah dalam membela iman mereka.
Kesimpulan
Yohanes 10:34-37 menunjukkan bagaimana Yesus menegaskan keilahian-Nya dengan menggunakan Mazmur 82:6 sebagai bukti dari klaim-Nya. Para teolog sepakat bahwa bagian ini menunjukkan kebijaksanaan Yesus dalam menjelaskan kebenaran kepada orang Yahudi yang menolak-Nya.
- John Calvin menekankan kesempurnaan Yesus sebagai Anak Allah yang melampaui hakim-hakim manusia.
- R.C. Sproul menyoroti kuasa Firman Allah dalam mendukung klaim Yesus.
- Herman Bavinck menekankan hubungan unik Yesus dengan Bapa sebagai bukti keilahian-Nya.
- Charles Hodge melihat bagian ini sebagai bukti kuat dari kuasa Firman Allah.
- Michael Horton menekankan klaim keilahian Yesus yang didukung oleh otoritas Kitab Suci.
- Sinclair Ferguson menyoroti keunikan Yesus sebagai Anak Allah yang diutus oleh Bapa.
- Tim Keller melihat tanggapan Yesus sebagai teladan dalam menggunakan Kitab Suci untuk menyatakan kebenaran.
Sebagai umat percaya, kita diingatkan untuk menghormati Firman Allah yang tidak dapat dibatalkan dan mengenal Yesus sebagai Anak Allah yang membawa keselamatan bagi dunia. Berdoalah agar Roh Kudus memperkuat iman kita kepada Kristus dan memberikan keberanian untuk bersaksi tentang kebenaran-Nya.