Yohanes 9:18-23: Orang Tua, Orang Yahudi, dan Kuasa Yesus

Yohanes 9:18-23: Orang Tua, Orang Yahudi, dan Kuasa Yesus

Pendahuluan:

Injil Yohanes 9 adalah salah satu kisah paling menggugah dalam Alkitab, menggambarkan bagaimana Yesus menyembuhkan seorang pria yang buta sejak lahir. Namun, penyembuhan ini memicu ketegangan yang mendalam di antara berbagai pihak, termasuk orang Yahudi, orang tua dari pria yang disembuhkan, dan para pemimpin agama. Dalam Yohanes 9:18-23, fokus beralih ke respons orang tua pria yang disembuhkan terhadap penyelidikan yang dilakukan oleh orang Yahudi.

Bagian ini memberikan wawasan tentang ketakutan, tekanan sosial, dan bagaimana iman seseorang diuji dalam menghadapi otoritas agama yang keras. Artikel ini akan membahas Yohanes 9:18-23 berdasarkan pandangan teologi Reformed dari tokoh seperti John Calvin, Herman Bavinck, dan R.C. Sproul, serta relevansinya bagi kehidupan Kristen modern.

1. Yohanes 9:18-23: Teks dan Makna Dasarnya

Berikut adalah teks Yohanes 9:18-23:"Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya bahwa dia tadinya buta dan baru dapat melihat, sampai mereka memanggil orang tuanya dan bertanya kepada mereka: 'Inikah anakmu, yang kamu katakan lahir buta? Kalau begitu, bagaimana ia sekarang dapat melihat?' Jawab orang tua itu: 'Kami tahu bahwa dia adalah anak kami dan bahwa ia lahir buta, tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, atau siapa yang telah memelekkan matanya, kami tidak tahu. Tanyakan saja kepadanya, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri.' Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi; sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan dari rumah ibadat. Itulah sebabnya orang tuanya berkata: 'Ia sudah dewasa, tanyakan saja kepadanya.'"

2. Konteks Yohanes 9:18-23: Ketegangan dan Penolakan

Setelah penyembuhan pria yang buta, orang-orang Yahudi, khususnya para pemimpin agama, tidak percaya bahwa mukjizat ini benar-benar terjadi. Mereka menolak kenyataan bahwa Yesus melakukan mukjizat tersebut dan memulai penyelidikan terhadap keluarga pria itu.

R.C. Sproul mencatat bahwa ketidakpercayaan ini mencerminkan hati yang keras. Bagi orang Yahudi, mengakui bahwa Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkan berarti mengakui otoritas-Nya sebagai Mesias, sesuatu yang mereka enggan lakukan karena kebencian dan kecemburuan mereka terhadap-Nya.

John Calvin menambahkan bahwa tekanan sosial dan ancaman ekskomunikasi dari rumah ibadat digunakan oleh pemimpin agama sebagai alat untuk mengendalikan orang dan menolak kebenaran tentang Yesus.

3. Analisis Ayat Per Ayat Berdasarkan Perspektif Reformed

1. Ketidakpercayaan Orang Yahudi (Yohanes 9:18)

"Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya bahwa dia tadinya buta dan baru dapat melihat, sampai mereka memanggil orang tuanya."

Ketidakpercayaan orang Yahudi terhadap mukjizat ini bukan karena kurangnya bukti, tetapi karena hati mereka yang keras.

John Calvin menjelaskan bahwa ini adalah contoh bagaimana dosa membuat manusia menolak terang kebenaran meskipun bukti sudah sangat jelas. Mereka tidak hanya meragukan keaslian mukjizat itu, tetapi juga menggunakan penyelidikan ini untuk mendiskreditkan Yesus.

R.C. Sproul menambahkan bahwa sikap ini menunjukkan bagaimana otoritas agama bisa disalahgunakan untuk menentang kebenaran Allah.

2. Pertanyaan kepada Orang Tua (Yohanes 9:19)

"Dan bertanya kepada mereka: 'Inikah anakmu, yang kamu katakan lahir buta? Kalau begitu, bagaimana ia sekarang dapat melihat?'"

Pertanyaan ini menyoroti keraguan mereka terhadap fakta-fakta dasar, yaitu bahwa pria itu memang lahir buta dan sekarang bisa melihat.

Herman Bavinck mencatat bahwa ini adalah taktik klasik dari mereka yang ingin menolak kebenaran: memutarbalikkan fakta dan membuat keraguan. Orang Yahudi tidak benar-benar mencari kebenaran, tetapi mencoba menemukan celah untuk menentang Yesus.

3. Jawaban Orang Tua (Yohanes 9:20-21)

"Jawab orang tua itu: 'Kami tahu bahwa dia adalah anak kami dan bahwa ia lahir buta, tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, atau siapa yang telah memelekkan matanya, kami tidak tahu. Tanyakan saja kepadanya, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri.'"

Orang tua pria itu mengakui fakta bahwa anak mereka lahir buta dan sekarang bisa melihat. Namun, mereka tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana hal itu terjadi.

John Calvin mengamati bahwa jawaban ini menunjukkan ketakutan mereka terhadap konsekuensi sosial dan religius. Mereka tahu bahwa mengakui Yesus sebagai penyembuh akan membawa pengucilan dari komunitas. Calvin mencatat bahwa ini adalah bukti bagaimana tekanan sosial dapat membuat orang memilih untuk tidak bersaksi tentang kebenaran.

4. Ketakutan Akan Ekskomunikasi (Yohanes 9:22)

"Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi; sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan dari rumah ibadat."

Ayat ini mengungkapkan alasan di balik jawaban orang tua pria yang disembuhkan. Ketakutan akan dikucilkan dari rumah ibadat membuat mereka enggan memberikan kesaksian yang lengkap.

Herman Bavinck mencatat bahwa ekskomunikasi dari rumah ibadat pada zaman itu bukan hanya pengusiran secara religius, tetapi juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Orang yang dikucilkan akan kehilangan hubungan komunitas dan mata pencaharian mereka.

R.C. Sproul menjelaskan bahwa ketakutan ini mencerminkan bagaimana tekanan duniawi dapat menghalangi orang untuk mengakui kebenaran tentang Kristus.

5. Mengalihkan Tanggung Jawab kepada Anak (Yohanes 9:23)

"Itulah sebabnya orang tuanya berkata: 'Ia sudah dewasa, tanyakan saja kepadanya.'"

Orang tua pria itu mencoba mengalihkan tanggung jawab untuk bersaksi kepada anak mereka yang sudah dewasa.

John Calvin melihat tindakan ini sebagai kelemahan iman. Meskipun mereka tahu kebenaran, mereka memilih untuk tidak membelanya karena takut akan konsekuensi sosial. Calvin menekankan bahwa ini adalah pengingat bagi orang Kristen untuk tidak membiarkan rasa takut menghalangi mereka bersaksi tentang kebenaran Kristus.

4. Pelajaran Teologis dari Yohanes 9:18-23

1. Kuasa Yesus Melampaui Penolakan Manusia
Meskipun ada upaya untuk menyangkal mukjizat Yesus, kuasa-Nya tetap nyata. John Calvin menegaskan bahwa karya Kristus tidak dapat dibatalkan oleh ketidakpercayaan manusia.

2. Tekanan Sosial dan Keteguhan Iman
Herman Bavinck mencatat bahwa kisah ini menunjukkan bagaimana tekanan sosial dapat menguji iman seseorang. Orang tua pria ini menyerah pada tekanan, tetapi pria yang disembuhkan tetap teguh dalam memberikan kesaksiannya.

3. Kekerasan Hati Manusia
R.C. Sproul menjelaskan bahwa ketidakpercayaan orang Yahudi adalah bukti dari kekerasan hati manusia yang telah tercemar oleh dosa. Tanpa pekerjaan Roh Kudus, manusia tidak mampu mengenali kebenaran Allah.

5. Aplikasi Praktis untuk Orang Kristen Modern

1. Berani Bersaksi di Tengah Tekanan
Kisah ini mengingatkan kita untuk tidak takut bersaksi tentang Yesus, meskipun menghadapi tekanan sosial atau konsekuensi yang sulit. Kita dipanggil untuk mengutamakan kebenaran Allah di atas kenyamanan duniawi.

2. Mengandalkan Roh Kudus untuk Mengatasi Ketakutan
Seperti yang terlihat dalam kisah ini, ketakutan dapat menghalangi seseorang untuk mengakui Kristus. Sebagai orang percaya, kita harus berdoa agar Roh Kudus memberikan keberanian untuk bersaksi tentang iman kita.

3. Menolak Kekerasan Hati
Kita dipanggil untuk membuka hati terhadap firman Allah dan tidak membiarkan prasangka atau kebanggaan diri menghalangi kita menerima kebenaran.

4. Menciptakan Komunitas yang Mendukung Iman
Gereja modern dapat belajar dari tekanan yang dihadapi orang tua pria ini untuk menciptakan komunitas yang mendukung iman anggotanya, bahkan di tengah tantangan duniawi.

6. Relevansi Yohanes 9:18-23 untuk Gereja Masa Kini

Gereja modern menghadapi tantangan serupa dengan tekanan sosial yang dapat menghalangi kesaksian tentang Kristus. Yohanes 9:18-23 mengingatkan kita untuk:

  1. Mengutamakan kesaksian tentang Kristus di atas ketakutan akan konsekuensi duniawi.
  2. Membantu jemaat memahami pentingnya iman yang teguh di tengah tantangan.
  3. Membina komunitas yang mendukung dan melindungi anggotanya dari tekanan dunia.

Kesimpulan

Yohanes 9:18-23 mengungkapkan ketegangan yang muncul ketika Yesus menyatakan kuasa-Nya melalui mukjizat penyembuhan. Respons orang tua pria yang disembuhkan menunjukkan bagaimana ketakutan akan tekanan sosial dapat menghalangi seseorang untuk bersaksi tentang Kristus.

Dalam perspektif teologi Reformed, bagian ini mengingatkan kita tentang kuasa Allah yang melampaui penolakan manusia, pentingnya kesaksian yang teguh, dan bagaimana iman seseorang dapat diuji dalam menghadapi tekanan duniawi.

Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk hidup dengan iman yang berani, bersaksi tentang Kristus, dan mengandalkan Roh Kudus untuk menghadapi tantangan dunia ini. Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post