Allah yang Kekal: Kejadian 21:33
Pendahuluan:
Salah satu atribut utama Allah yang dinyatakan dalam Alkitab adalah kekekalan-Nya. Dalam Kejadian 21:33, Abraham menyebut Allah dengan nama "Allah yang Kekal" (El Olam), yang menekankan bahwa Allah tidak memiliki awal dan akhir, dan keberadaan-Nya melampaui waktu.
“Abraham menanam pohon tamariska di Bersyeba dan di situ dia menyerukan nama TUHAN, Allah yang kekal.” (Kejadian 21:33, AYT)
Nama El Olam menunjukkan bahwa Allah adalah Tuhan yang tidak berubah, yang tetap setia terhadap perjanjian-Nya dari generasi ke generasi. Artikel ini akan menguraikan makna dari El Olam dengan meninjau konteks sejarah, teologis, serta penafsiran dari beberapa teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul.
I. Makna “Allah yang Kekal” (El Olam)
1. Arti Kata “El Olam” dalam Bahasa Ibrani
- El berarti "Allah" atau "Yang Mahakuasa."
- Olam berarti "kekekalan" atau "sesuatu yang tidak terbatas oleh waktu."
Dalam Alkitab, kata Olam sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang berlangsung selamanya, baik dalam kaitannya dengan keberadaan Allah maupun janji-janji-Nya kepada umat-Nya.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa kekekalan Allah bukan sekadar durasi waktu yang panjang, tetapi suatu keberadaan yang berada di luar waktu. Allah tidak berubah dan tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu atau keadaan dunia.
“Allah tidak hanya hidup selamanya, tetapi Dia ada dalam keadaan yang kekal, tanpa perubahan atau pergeseran. Keberadaan-Nya tidak memiliki awal atau akhir, dan semua tindakan-Nya selaras dengan keberadaan-Nya yang kekal.” – Herman Bavinck
II. Konteks Kejadian 21:33: Mengapa Abraham Menyebut Allah sebagai El Olam?
1. Peristiwa di Bersyeba dan Perjanjian dengan Abimelekh
Kejadian 21:33 terjadi setelah Abraham membuat perjanjian dengan Abimelekh, raja Gerar. Sebelum peristiwa ini, terjadi konflik antara gembala Abraham dan gembala Abimelekh mengenai sebuah sumur di Bersyeba. Setelah kesepakatan damai dibuat, Abraham menandai tempat itu dengan menanam pohon tamariska dan menyerukan nama El Olam.
John Calvin dalam tafsirannya terhadap Kejadian 21:33 menjelaskan bahwa penyebutan El Olam oleh Abraham adalah tindakan iman yang mengakui bahwa Allah adalah Tuhan yang tidak hanya setia pada masa kini, tetapi juga sepanjang segala zaman.
“Abraham tidak hanya melihat pada janji Allah saat ini, tetapi pada sifat Allah yang kekal, yang menjamin bahwa janji-Nya akan tetap bertahan dari generasi ke generasi.” – John Calvin
2. Makna Teologis dari Pohon Tamariska
Menanam pohon tamariska merupakan tindakan simbolis. Pohon ini dikenal karena pertumbuhannya yang lambat dan ketahanannya dalam kondisi kering. Ini mencerminkan kepercayaan Abraham bahwa janji Allah akan digenapi dalam waktu-Nya, bahkan jika penggenapannya tampak lambat menurut ukuran manusia.
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa tindakan Abraham ini mencerminkan keyakinan teologis bahwa Allah bekerja dalam kekekalan-Nya, tidak terikat oleh batasan waktu manusia.
“Manusia sering kali ingin melihat janji Allah segera digenapi, tetapi Abraham memahami bahwa Allah yang kekal menggenapi janji-Nya menurut hikmat-Nya yang kekal.” – Louis Berkhof
III. Kekekalan Allah dalam Perspektif Teologi Reformed
1. Allah yang Tidak Berubah
Dalam Maleakhi 3:6, Allah berkata:“Sebab Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, hai anak-anak Yakub, tidaklah binasa.”
Kekekalan Allah berhubungan langsung dengan sifat-Nya yang tidak berubah (immutability). R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan bahwa jika Allah tidak kekal, maka janji-Nya tidak bisa diandalkan. Tetapi karena Allah adalah El Olam, kita memiliki jaminan bahwa segala rencana-Nya pasti akan digenapi.
“Janji-janji Allah tidak pernah berubah karena Dia sendiri tidak pernah berubah. Semua yang Dia rencanakan dalam kekekalan pasti akan terlaksana.” – R.C. Sproul
2. Allah yang Berdaulat Sepanjang Zaman
Mazmur 90:2 menegaskan:“Sebelum gunung-gunung dilahirkan, sebelum Engkau membentuk bumi dan dunia, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.”
Kekekalan Allah juga berarti bahwa Dia berdaulat atas sejarah. Dia tidak dikejutkan oleh peristiwa di dunia ini, karena semuanya berada dalam rencana kekal-Nya.
Herman Bavinck menekankan bahwa pemahaman ini sangat penting dalam kehidupan orang percaya:“Karena Allah adalah El Olam, umat-Nya dapat hidup dalam ketenangan, mengetahui bahwa tidak ada peristiwa di dunia ini yang berada di luar kendali-Nya.”
IV. Penggenapan Kekekalan Allah dalam Kristus
1. Kristus sebagai Allah yang Kekal
Yesus Kristus dinyatakan sebagai Allah yang kekal dalam Yohanes 8:58:“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham ada, Aku telah ada.”
Yesus bukan hanya seorang manusia biasa, tetapi Dia adalah El Olam yang menjelma menjadi manusia. Kekekalan-Nya meneguhkan bahwa keselamatan yang Dia berikan tidak bersifat sementara, tetapi kekal.
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa hanya Allah yang kekal yang dapat memberikan keselamatan yang kekal.“Jika keselamatan kita berasal dari manusia, maka itu akan bersifat sementara. Tetapi karena keselamatan kita berasal dari Allah yang kekal, maka itu tidak dapat dipadamkan oleh waktu atau keadaan apa pun.”
2. Hidup Kekal dalam Kristus
Dalam Yohanes 3:16, kita membaca bahwa Allah memberikan hidup kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Ini berarti bahwa dalam El Olam, kita juga memiliki bagian dalam kekekalan-Nya.
Efesus 1:4-5 menyatakan bahwa kita dipilih dalam Kristus sebelum dunia dijadikan, yang berarti bahwa keselamatan kita berakar dalam rencana kekal Allah.
V. Aplikasi Teologis dalam Kehidupan Orang Percaya
1. Percaya kepada Janji Allah yang Kekal
Karena Allah adalah El Olam, kita dapat memiliki keyakinan bahwa janji-Nya tidak akan gagal. Meskipun keadaan hidup berubah, janji Allah tetap teguh.
2. Menjalani Hidup dengan Perspektif Kekekalan
Kekekalan Allah mengajarkan kita untuk tidak hanya fokus pada hal-hal duniawi, tetapi hidup dengan tujuan yang kekal. Paulus dalam Kolose 3:2 berkata:“Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.”
3. Mengandalkan Allah dalam Setiap Keadaan
Karena Allah adalah Tuhan yang kekal, kita dapat menyerahkan hidup kita kepada-Nya dengan percaya bahwa Dia memegang masa depan kita. Seperti yang dikatakan dalam Yesaya 40:28:“Tidakkah kautahu, tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah yang kekal, yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, pengertian-Nya tidak terselidiki.”
Kesimpulan
Nama El Olam dalam Kejadian 21:33 menegaskan bahwa Allah adalah Tuhan yang kekal, yang tidak terbatas oleh waktu dan tidak pernah berubah. Teolog Reformed seperti Calvin, Bavinck, dan Sproul menekankan bahwa pemahaman akan kekekalan Allah memberikan keyakinan kepada umat-Nya bahwa janji-Nya pasti digenapi.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk percaya kepada janji Allah yang kekal, hidup dengan perspektif kekekalan, dan mengandalkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita.
“Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibrani 13:8)