Allah Yang Mahakuasa: Kejadian 17:1

Allah Yang Mahakuasa: Kejadian 17:1

Pendahuluan:

Di sepanjang Kitab Suci, Allah menyatakan diri-Nya dengan berbagai nama yang mencerminkan karakter dan atribut-Nya. Salah satu nama yang memiliki makna mendalam adalah "Allah Yang Mahakuasa" (El Shaddai), yang pertama kali muncul dalam Kejadian 17:1:“Ketika Abram berumur 99 tahun, TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berkata kepadanya, ‘Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku tanpa cela.’” (Kejadian 17:1, AYT)

Dalam bagian ini, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai El Shaddai, menegaskan kuasa-Nya yang mutlak, yang berdaulat atas segala sesuatu. Gelar ini tidak hanya menunjukkan kekuatan Allah tetapi juga kesetiaan-Nya dalam menggenapi janji-janji-Nya.

Artikel ini akan menguraikan makna dari El Shaddai dalam konteks Kejadian 17:1 dengan merujuk kepada beberapa teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul. Kita juga akan melihat bagaimana pemahaman ini berkaitan dengan janji Allah kepada Abraham dan penggenapannya dalam Kristus.

I. Makna “Allah Yang Mahakuasa” (El Shaddai)

1. El Shaddai: Allah yang Berkuasa Penuh

Nama El Shaddai berasal dari bahasa Ibrani:

  • El berarti "Allah" atau "Yang Mahakuasa".
  • Shaddai memiliki makna yang lebih kompleks. Beberapa ahli bahasa berpendapat bahwa kata ini berasal dari akar kata Ibrani shad, yang berarti "dada" atau "payudara", melambangkan pemeliharaan dan pemberian kehidupan. Namun, banyak teolog percaya bahwa Shaddai berasal dari kata kerja shadad, yang berarti "menghancurkan" atau "menaklukkan", menunjukkan kuasa Allah yang tak terbatas untuk menggenapi kehendak-Nya.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa El Shaddai menekankan kekuatan Allah yang tak terbatas untuk memenuhi janji-janji-Nya kepada umat-Nya, sekaligus menunjukkan pemeliharaan-Nya yang penuh kasih bagi mereka.

Dalam konteks Kejadian 17:1, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai El Shaddai kepada Abram yang sudah tua, menegaskan bahwa Ia memiliki kuasa untuk menggenapi janji keturunan dan tanah perjanjian, meskipun secara manusiawi tampak mustahil.

2. Allah yang Berdaulat atas Sejarah dan Kehidupan

John Calvin dalam tafsirannya terhadap Kejadian 17:1 menyoroti bagaimana Allah menunjukkan kedaulatan-Nya melalui nama El Shaddai. Calvin menjelaskan bahwa ketika Allah menampakkan diri kepada Abram dan memerintahkannya untuk hidup tanpa cela, ini bukan hanya perintah moral tetapi juga panggilan untuk percaya kepada kuasa Allah yang mahakuasa.

“Allah tidak sekadar menyatakan diri-Nya sebagai kuat, tetapi sebagai satu-satunya sumber kekuatan bagi umat-Nya. Abram dipanggil untuk hidup dalam persekutuan dengan Allah, bergantung sepenuhnya kepada-Nya.” – John Calvin

Dengan kata lain, Allah tidak hanya menunjukkan kuasa-Nya dalam mengendalikan sejarah, tetapi juga memanggil umat-Nya untuk hidup di bawah otoritas dan pemeliharaan-Nya.

II. Allah yang Meneguhkan Perjanjian-Nya dengan Abram

1. Perjanjian Allah: Janji Keturunan dan Tanah

Dalam Kejadian 17, Allah memperbarui perjanjian-Nya dengan Abram. Meskipun Abram dan Sarai sudah lanjut usia dan secara biologis mustahil memiliki anak, Allah tetap setia pada janji-Nya.

Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa konsep perjanjian dalam Alkitab tidak bergantung pada kemampuan manusia untuk memenuhi bagiannya, tetapi pada kesetiaan Allah sendiri. Janji yang diberikan kepada Abram tidak bergantung pada kekuatan Abram, tetapi pada kuasa El Shaddai.

“Allah berjanji bahwa keturunan Abram akan menjadi bangsa yang besar. Ini adalah penggenapan dari rencana penebusan-Nya yang tidak dapat dihalangi oleh kelemahan manusia.” – Louis Berkhof

2. Hiduplah di Hadapan-Ku tanpa Cela

Allah tidak hanya memberikan janji tetapi juga memanggil Abram untuk "hidup di hadapan-Nya tanpa cela" (tamim dalam bahasa Ibrani, yang berarti "sempurna" atau "utuh"). Ini menunjukkan bahwa iman sejati tidak hanya sekadar percaya pada janji Allah tetapi juga diwujudkan dalam kehidupan yang kudus.

R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan bahwa perintah Allah kepada Abram mencerminkan panggilan universal bagi semua orang percaya:“Kekudusan bukanlah pilihan, tetapi bagian dari identitas umat Allah. Mereka yang ditebus dipanggil untuk hidup dalam persekutuan dengan Allah dan mencerminkan karakter-Nya.”

Abram tidak dipanggil untuk hidup sempurna dalam pengertian tanpa dosa, tetapi untuk menjalani hidup yang selaras dengan kehendak Allah, yang bersumber dari iman kepada El Shaddai.

III. El Shaddai dalam Penggenapan Kristus

1. Kristus sebagai Penggenapan Janji Allah

Dalam Perjanjian Baru, kita melihat bahwa El Shaddai akhirnya menyatakan kuasa-Nya yang terbesar dalam pribadi dan karya Yesus Kristus.

  • Dalam Lukas 1:37, malaikat Gabriel berkata kepada Maria:“Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”

    Ini adalah gema dari janji Allah kepada Abram, menunjukkan bahwa El Shaddai yang sama yang memberikan keturunan kepada Abram juga yang menggenapi janji-Nya dalam kelahiran Kristus.

  • Paulus dalam Roma 4:19-21 merujuk pada iman Abraham kepada El Shaddai sebagai contoh iman Kristen:"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui bahwa tubuhnya sudah sangat lemah karena ia telah berumur kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah, ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, melainkan diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan bahwa Allah berkuasa untuk melakukan apa yang telah Dia janjikan."

Yesus adalah keturunan yang dijanjikan kepada Abraham (Galatia 3:16), dan dalam Dia semua janji Allah digenapi (2 Korintus 1:20).

2. Keselamatan Melalui Kuasa Allah

Keselamatan bukanlah hasil usaha manusia, tetapi semata-mata karena kuasa El Shaddai. Efesus 2:8-9 menyatakan bahwa keselamatan adalah anugerah Tuhan, bukan hasil pekerjaan manusia.

John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menekankan bahwa keselamatan kita terjamin karena didasarkan pada kuasa dan kesetiaan Allah, bukan pada usaha manusia:“Jika keselamatan kita bergantung pada kehendak kita sendiri, maka tidak akan ada kepastian. Tetapi karena itu berdasarkan kuasa Allah, maka tidak ada satu pun yang dapat menggagalkannya.”

IV. Aplikasi Teologis dalam Kehidupan Orang Percaya

1. Percaya kepada Kuasa Allah dalam Setiap Situasi

Abram menerima janji Allah di saat yang mustahil menurut logika manusia. Demikian pula, kita harus percaya bahwa El Shaddai sanggup menolong kita dalam segala keadaan.

2. Hidup Kudus di Hadapan Allah

Allah memanggil Abram untuk hidup dalam integritas dan ketaatan. Sebagai orang percaya, kita juga dipanggil untuk menjalani hidup yang memuliakan Tuhan.

3. Bersandar pada Kristus sebagai Penggenapan Janji Allah

Yesus adalah El Shaddai yang menjelma menjadi manusia. Kita dapat memiliki kepastian hidup kekal karena janji-Nya pasti tergenapi.

Kesimpulan

Nama El Shaddai dalam Kejadian 17:1 menunjukkan bahwa Allah berkuasa penuh untuk menggenapi janji-Nya. Para teolog Reformed seperti Calvin, Bavinck, Berkhof, dan Sproul menegaskan bahwa janji Allah tidak bergantung pada manusia tetapi pada kuasa-Nya sendiri.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk percaya kepada kuasa Allah, hidup dalam kekudusan, dan bersandar pada Kristus, penggenapan semua janji Allah.

“Bagi Dia, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, sesuai dengan kuasa yang bekerja di dalam kita.” (Efesus 3:20)

Next Post Previous Post