Bilangan 11:1: Bahaya Ketidakpuasan terhadap Allah
Pendahuluan:
Kitab Bilangan mengisahkan perjalanan bangsa Israel di padang gurun setelah mereka dibebaskan dari perbudakan di Mesir. Sepanjang perjalanan ini, mereka mengalami banyak tantangan dan sering kali bersungut-sungut terhadap Tuhan.
Bilangan 11:1 mencatat salah satu peristiwa di mana umat Israel mulai mengeluh terhadap Tuhan, yang kemudian mengundang murka-Nya:"Bangsa itu menjadi jahat dengan mulai mengeluh di hadapan TUHAN. Ketika TUHAN mendengar itu, kemarahan-Nya pun berkobar, dan api TUHAN menyala di antara mereka dan membakar tepi perkemahan." (Bilangan 11:1, AYT)
Dalam artikel ini, kita akan membahas makna Bilangan 11:1 dalam perspektif teologi Reformed, memahami dosa ketidakpuasan, kedaulatan Allah dalam penghakiman, dan bagaimana ayat ini relevan bagi kehidupan Kristen masa kini.
1. Konteks Bilangan 11:1 dalam Narasi Kitab Bilangan
Kitab Bilangan adalah catatan tentang perjalanan Israel di padang gurun setelah mereka keluar dari Mesir.
Bilangan 11 berada dalam bagian di mana umat Israel baru saja meninggalkan Gunung Sinai, di mana mereka telah menerima hukum Tuhan dan membangun Kemah Suci.
Namun, tak lama setelah mereka melanjutkan perjalanan, mereka mulai mengeluh dan bersungut-sungut.
Struktur Bilangan 11
- Bilangan 11:1-3 → Israel mengeluh, Tuhan menghukum mereka dengan api.
- Bilangan 11:4-9 → Israel merindukan makanan di Mesir dan mengabaikan manna dari Tuhan.
- Bilangan 11:10-15 → Musa merasa kewalahan dan meminta Tuhan untuk menolongnya.
- Bilangan 11:16-30 → Tuhan memberikan 70 tua-tua untuk membantu Musa.
- Bilangan 11:31-35 → Tuhan memberikan burung puyuh, tetapi juga mengirimkan hukuman karena ketamakan mereka.
Bilangan 11:1 menunjukkan awal dari serangkaian dosa ketidakpuasan Israel, yang berulang kali menimbulkan penghakiman Tuhan atas mereka.
2. Makna Kata dan Simbolisme dalam Bilangan 11:1
a. "Bangsa itu menjadi jahat dengan mulai mengeluh di hadapan TUHAN"
- Kata "mengeluh" dalam bahasa Ibrani adalah ‘anan, yang berarti mengeluh dengan ketidakpuasan dan pemberontakan.
- Ketidakpuasan ini bukan hanya sekadar keluhan biasa, tetapi tindakan yang dianggap sebagai kejahatan di hadapan Tuhan.
John Calvin dalam tafsirannya menekankan bahwa ketidakpuasan terhadap Tuhan adalah bentuk pemberontakan terhadap kedaulatan-Nya.
b. "Ketika TUHAN mendengar itu, kemarahan-Nya pun berkobar"
- Allah mendengar keluhan mereka dan menanggapinya dengan murka.
- Ini menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap Tuhan adalah dosa serius yang membawa konsekuensi.
Jonathan Edwards dalam khotbahnya Sinners in the Hands of an Angry God menekankan bahwa Allah yang kudus tidak akan mentoleransi dosa dan pemberontakan manusia.
c. "Api TUHAN menyala di antara mereka dan membakar tepi perkemahan"
- Api dalam Alkitab sering melambangkan penghakiman Tuhan (Ulangan 4:24, Ibrani 12:29).
- Ini menunjukkan bahwa Tuhan bukan hanya Allah yang sabar, tetapi juga Allah yang adil dalam menghukum dosa.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menegaskan bahwa Allah dalam kasih-Nya adalah panjang sabar, tetapi dalam keadilan-Nya Ia tidak membiarkan dosa tanpa hukuman.
3. Perspektif Teologi Reformed tentang Bilangan 11:1
a. Ketidakpuasan sebagai Bentuk Pemberontakan terhadap Allah
Dalam teologi Reformed, ketidakpuasan terhadap Tuhan adalah dosa serius karena itu menunjukkan ketidakpercayaan kepada pemeliharaan-Nya.
Roma 9:20 berkata:"Tetapi siapa kamu, hai manusia, sehingga kamu membantah Allah?"
John Owen menegaskan bahwa manusia sering kali tidak puas dengan apa yang Tuhan berikan, karena hati mereka belum benar-benar tunduk kepada kedaulatan-Nya.
b. Kedaulatan Allah dalam Penghakiman
Reformed Theology mengajarkan bahwa Allah berdaulat dalam memberikan penghakiman kepada orang berdosa.
"TUHAN melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya, baik untuk menghukum orang jahat maupun untuk menyatakan kasih-Nya kepada umat pilihan-Nya." (Efesus 1:11)
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menekankan bahwa hukuman Allah terhadap dosa adalah tindakan yang adil dan benar.
c. Kebutuhan Akan Anugerah dalam Menghadapi Dosa Ketidakpuasan
Dalam teologi Reformed, hanya anugerah Allah yang bisa mengubah hati manusia agar tidak jatuh dalam dosa ketidakpuasan.
Roma 12:2 berkata:"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu."
Hanya melalui pekerjaan Roh Kudus, orang percaya dapat mengalami hati yang puas dalam Tuhan.
4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen
a. Menghindari Dosa Ketidakpuasan
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk bersyukur dalam segala hal dan tidak bersungut-sungut terhadap Tuhan.
Filipi 2:14-15 berkata:"Lakukanlah segala sesuatu tanpa bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tidak bercacat dan tidak bercela."
Sebagai orang Kristen, kita harus mengembangkan sikap syukur dan percaya kepada pemeliharaan Tuhan.
b. Menyadari Bahwa Tuhan Berdaulat atas Hidup Kita
Ketidakpuasan muncul ketika kita tidak percaya bahwa Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita.
Amsal 3:5-6 berkata:"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri."
Sebagai orang percaya, kita harus mempercayai rencana Tuhan dan berserah kepada-Nya.
c. Hidup dalam Kesadaran Akan Penghakiman Tuhan
Penghakiman dalam Bilangan 11:1 mengingatkan kita bahwa Tuhan itu sabar, tetapi Ia juga adil dalam menghukum dosa.
Ibrani 12:6 berkata:"Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia mencambuk setiap orang yang diakui-Nya sebagai anak."
Sebagai orang Kristen, kita harus hidup dalam ketakutan yang kudus, menyadari bahwa Allah menginginkan kita untuk hidup dalam ketaatan kepada-Nya.
Kesimpulan
Bilangan 11:1 adalah peringatan tentang bahaya ketidakpuasan terhadap Tuhan. Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini mengajarkan bahwa:
- Ketidakpuasan adalah bentuk pemberontakan terhadap Allah dan mencerminkan kurangnya iman kepada pemeliharaan-Nya.
- Allah berdaulat dalam memberikan penghakiman kepada orang berdosa, dan hukuman-Nya adalah tindakan yang adil.
- Hanya anugerah Allah yang dapat mengubah hati manusia agar puas dalam Tuhan.
- Orang percaya harus mengembangkan sikap syukur dan percaya kepada Tuhan dalam segala keadaan.
Sebagai umat Tuhan, kita harus hidup dalam ketergantungan penuh kepada Tuhan, bersyukur atas segala yang telah Ia berikan, dan menjauhi dosa ketidakpuasan.