Habakuk 1:12-17: Kesaksian tentang Karakter Allah

Habakuk 1:12-17: Kesaksian tentang Karakter Allah

Pendahuluan:

Habakuk 1:12-17 adalah bagian dari percakapan antara Nabi Habakuk dan Tuhan, di mana Habakuk mengekspresikan pergumulannya tentang keadilan Allah. Setelah mendengar bahwa Tuhan akan menggunakan bangsa Babel untuk menghukum Yehuda (Habakuk 1:5-11), Habakuk bertanya bagaimana mungkin Allah yang kudus dapat membiarkan bangsa yang lebih jahat menghukum umat-Nya?

Bagaimana karakter Allah dinyatakan dalam perikop ini? Apa yang bisa kita pelajari tentang cara Tuhan bekerja di dunia? Dalam artikel ini, kita akan menguraikan Habakuk 1:12-17 berdasarkan pemikiran beberapa pakar teologi Reformed seperti John Calvin, Charles Spurgeon, Herman Bavinck, dan R.C. Sproul.

1. Konteks Habakuk 1:12-17

Nabi Habakuk berbicara kepada Tuhan dengan kejujuran yang mendalam tentang kebingungannya terhadap cara Allah bekerja. Setelah Tuhan menyatakan bahwa Babel akan digunakan untuk menghukum Yehuda, Habakuk merasa tidak masuk akal bahwa bangsa yang lebih jahat digunakan untuk menegakkan keadilan.

✔ Habakuk tahu bahwa Tuhan itu kudus, tetapi dia tidak memahami mengapa kejahatan seolah-olah dibiarkan terjadi.
✔ Habakuk bertanya apakah Allah akan membiarkan Babel terus menindas bangsa-bangsa tanpa batas waktu.

John Calvin menekankan bahwa pertanyaan Habakuk mencerminkan keterbatasan manusia dalam memahami kedaulatan Allah. Meskipun kita tidak selalu memahami rencana-Nya, kita harus percaya bahwa Dia tetap adil dan kudus.

2. "Bukankah Engkau Ada Sejak Zaman Dahulu?" (Habakuk 1:12)

“Bukankah Engkau ada sejak zaman dahulu, ya TUHAN, Allahku, Yang Mahakudus? Kami tidak akan mati.”

a. Allah Itu Kekal dan Berdaulat

Habakuk memulai doanya dengan pengakuan tentang karakter Allah. Ia menyebut Tuhan sebagai:
Allah yang kekal → Tidak terbatas oleh waktu, berdaulat atas sejarah.
Allah yang Mahakudus → Tidak dapat dicemari oleh kejahatan.
Gunung Batu → Tempat perlindungan dan kekuatan bagi umat-Nya.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa kekekalan Allah berarti bahwa Dia tidak berubah dalam keadilan dan kasih-Nya.

b. "Kami Tidak Akan Mati"

Habakuk percaya bahwa meskipun Allah menghukum Yehuda, umat perjanjian-Nya tidak akan sepenuhnya binasa.

Ini adalah pengharapan dalam kasih setia Tuhan.
Tuhan menghukum untuk mendisiplinkan, bukan untuk menghancurkan.

Charles Spurgeon menekankan bahwa orang percaya dapat tetap berharap di tengah hukuman karena mereka tahu bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

Ratapan 3:22-23: "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya. Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"

Pelajaran: Kita harus percaya kepada kebaikan Allah, bahkan ketika kita tidak memahami cara-Nya bekerja.

3. "Mata-Mu Terlalu Suci untuk Memandang Kejahatan" (Habakuk 1:13)

“Mata-Mu terlalu suci untuk memandang kejahatan, dan Engkau tidak dapat memandang pada kelaliman.”

Habakuk mengakui bahwa Allah tidak dapat mentoleransi kejahatan, tetapi bertanya mengapa Tuhan tetap berdiam diri saat orang jahat menghancurkan yang lebih benar.

Mengapa Allah sepertinya membiarkan kejahatan menang?
Bagaimana mungkin Babel yang lebih jahat menjadi alat penghukuman?

R.C. Sproul menekankan bahwa Allah tidak pernah mengabaikan dosa, tetapi terkadang Dia membiarkan kejahatan terjadi untuk menggenapi rencana yang lebih besar.

Yesaya 55:8-9: “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanmu.”

Pelajaran: Kita mungkin tidak memahami semua rencana Tuhan, tetapi kita harus percaya bahwa Dia tetap kudus dan adil.

4. "Engkau Membuat Manusia Seperti Ikan-ikan di Laut" (Habakuk 1:14-15)

“Dan, Engkau membuat manusia seperti ikan-ikan di laut, seperti binatang-binatang melata yang tidak memiliki penguasa.”

Habakuk membandingkan manusia dengan ikan yang tak berdaya, ditangkap dengan pukat dan kail oleh Babel.

Babel menangkap bangsa-bangsa seperti nelayan menangkap ikan.
Mereka bersukacita atas keberhasilan mereka dalam menaklukkan bangsa lain.

John Calvin menegaskan bahwa kejahatan tampaknya berkuasa untuk sementara, tetapi Tuhan tetap memegang kendali atas semua peristiwa.

Mazmur 37:1-2: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang. Sebab mereka segera lisut seperti rumput."

Pelajaran: Ketidakadilan dunia ini tidak akan bertahan selamanya. Allah akan bertindak pada waktu-Nya.

5. "Mereka Mempersembahkan Kurban bagi Pukatnya" (Habakuk 1:16)

“Oleh sebab itu, mereka mempersembahkan kurban bagi pukatnya dan persembahan ukupan bagi jalannya.”

✔ Babel menyembah kekuatannya sendiri dan menganggap senjata mereka sebagai ilah.
✔ Mereka tidak menyadari bahwa kekuatan mereka berasal dari Allah yang berdaulat.

Yesaya 10:15: "Dapatkah kapak membesarkan diri terhadap orang yang memakainya?"

Pelajaran: Kesombongan manusia adalah dosa besar. Allah akan menjatuhkan mereka yang menyembah kekuatan mereka sendiri.

6. "Akankah Mereka Terus Membantai Bangsa-Bangsa?" (Habakuk 1:17)

“Oleh sebab itu, akankah mereka mengosongkan jaringnya dan terus-menerus membantai bangsa-bangsa tanpa belas kasihan?”

Habakuk bertanya:
Apakah Babel akan terus menindas tanpa dihukum?
Sampai kapan Tuhan membiarkan ini terjadi?

Jawaban Tuhan datang di pasal 2: Babel sendiri akan dihakimi!

Pelajaran: Allah tidak pernah membiarkan ketidakadilan berlangsung selamanya.

Makna Teologis Habakuk 1:12-17: Kesaksian tentang Karakter Allah

1. Allah yang Kekal dan Kudus (Habakuk 1:12)

Habakuk memulai doanya dengan menyatakan keyakinannya terhadap karakter Allah:

“Bukankah Engkau ada sejak zaman dahulu, ya TUHAN, Allahku, Yang Mahakudus? Kami tidak akan mati. Ya TUHAN, Engkau telah menunjuk mereka untuk penghakiman, ya Gunung Batu, Engkau telah menetapkan mereka untuk menghukum.” (Habakuk 1:12, AYT).

a. Allah yang Kekal

Habakuk menyebut Tuhan sebagai Allah yang "ada sejak zaman dahulu." Ini menegaskan sifat kekal Allah, bahwa Dia ada sebelum segala sesuatu diciptakan dan tetap memegang kendali atas sejarah.

  • Mazmur 90:2: "Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah."
  • Yesaya 46:9-10: "Akulah Allah dan tidak ada yang lain. Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari awal hal yang akan terjadi di kemudian hari."

Menurut John Calvin, Habakuk mengingatkan dirinya sendiri bahwa Tuhan bukanlah sosok yang berubah-ubah seperti manusia. Kekekalan Tuhan menjamin bahwa semua yang Dia lakukan berada dalam rencana-Nya yang sempurna.

b. Allah yang Mahakudus

Habakuk juga menyebut Tuhan sebagai Yang Mahakudus. Kekudusan Tuhan berarti bahwa Dia tidak bisa bertoleransi terhadap dosa dan kejahatan.

R.C. Sproul dalam The Holiness of God menekankan bahwa kekudusan Tuhan bukan hanya tentang kesucian moral, tetapi juga tentang keterpisahan-Nya dari segala yang najis dan tidak sempurna. Ini membuat Habakuk semakin bingung: jika Tuhan begitu kudus, bagaimana mungkin Dia menggunakan bangsa yang lebih jahat untuk menghukum umat-Nya sendiri?

2. Allah yang Tidak Bisa Memandang Kejahatan (Habakuk 1:13)

Habakuk melanjutkan dengan mempertanyakan tindakan Tuhan:

“Mata-Mu terlalu suci untuk memandang kejahatan, dan Engkau tidak dapat memandang pada kelaliman. Mengapa Engkau melihat pengkhianat dan tetap berdiam diri, ketika orang jahat melahap orang yang lebih benar dari mereka?” (Habakuk 1:13, AYT).

a. Keberatan Habakuk terhadap Keputusan Tuhan

Habakuk memahami bahwa Tuhan membenci kejahatan. Namun, ia bergumul dengan kenyataan bahwa Tuhan membiarkan Babel, bangsa yang lebih jahat, menindas umat-Nya.

Christopher Wright dalam The Mission of God menjelaskan bahwa pertanyaan Habakuk mencerminkan krisis iman yang sering dialami orang percaya ketika mereka melihat ketidakadilan di dunia. Jika Tuhan benar-benar berdaulat, mengapa Dia membiarkan kejahatan terjadi?

b. Keheningan Tuhan di Tengah Kejahatan

Habakuk mengeluhkan bahwa Tuhan tampak diam saat orang jahat berkuasa. Ini adalah keluhan yang sering ditemukan dalam Mazmur, misalnya:

  • Mazmur 10:1: “Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu pada waktu kesesakan?”
  • Ayub 24:12: “Orang-orang yang terluka mengerang di kota, jiwa orang yang tertindas berseru minta tolong, tetapi Allah tidak memperhatikan hal itu.”

Tim Keller dalam Walking with God through Pain and Suffering menekankan bahwa meskipun Tuhan tampaknya diam, Dia sebenarnya sedang bekerja dengan cara yang melampaui pemahaman manusia.

3. Allah yang Sabar terhadap Kejahatan (Habakuk 1:14-16)

Habakuk menggunakan ilustrasi ikan dan jaring untuk menggambarkan bagaimana Babel menindas bangsa-bangsa lain:

“Dan, Engkau membuat manusia seperti ikan-ikan di laut, seperti binatang-binatang melata yang tidak memiliki penguasa. Mereka menarik semuanya ke atas dengan kail, menangkapnya dengan pukat mereka dan mengumpulkannya dengan jalanya. Oleh karena itu, mereka bersukaria dan bergembira.” (Habakuk 1:14-15, AYT).

a. Ketidakadilan yang Merajalela

Habakuk membandingkan manusia dengan ikan di laut, yang tak berdaya menghadapi nelayan yang menangkap mereka. Dalam gambaran ini, Babel adalah nelayan yang dengan mudah menjaring bangsa-bangsa tanpa perlawanan.

Craig Keener dalam The IVP Bible Background Commentary menjelaskan bahwa Babel benar-benar bertindak seperti ini dalam sejarah, menaklukkan berbagai bangsa dengan kekerasan dan kebrutalan.

b. Babel Menyembah Kejahatan Mereka Sendiri

“Oleh sebab itu, mereka mempersembahkan kurban bagi pukatnya dan persembahan ukupan bagi jalannya. Sebab, karena alat-alat itu, besarlah pendapatan mereka, dan makanan mereka berlimpah.” (Habakuk 1:16, AYT).

Habakuk mengkritik Babel karena mereka menyembah kekuatan mereka sendiri, bukan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa Babel tidak hanya jahat, tetapi juga sombong, menganggap bahwa kemenangan mereka adalah hasil dari kekuatan mereka sendiri, bukan karena diizinkan oleh Tuhan.

John Goldingay menafsirkan bahwa ini adalah pola umum dalam sejarah: kekuatan dunia sering kali mengandalkan kekuatan mereka sendiri dan melupakan bahwa Tuhanlah yang mengatur segala sesuatu.

4. Allah yang Akan Bertindak (Habakuk 1:17)

Habakuk mengakhiri doanya dengan pertanyaan yang menantang Tuhan:

“Oleh sebab itu, akankah mereka mengosongkan jaringnya dan terus-menerus membantai bangsa-bangsa tanpa belas kasihan?” (Habakuk 1:17, AYT).

Habakuk bertanya apakah Tuhan akan membiarkan Babel terus berbuat kejahatan tanpa batas. Ini adalah permohonan agar Tuhan bertindak dan menegakkan keadilan-Nya.

  • Mazmur 94:3: "Berapa lama orang fasik, ya TUHAN, berapa lama orang fasik bersorak-sorai?"
  • Yesaya 10:12: "Ketika Tuhan telah menyelesaikan seluruh pekerjaan-Nya di Gunung Sion dan di Yerusalem, Ia akan menghukum kesombongan hati Raja Asyur."

Para teolog menafsirkan bahwa meskipun Tuhan tampaknya diam, Dia tidak akan membiarkan kejahatan berlangsung selamanya. Seperti yang terlihat dalam kitab Habakuk, Tuhan akhirnya menjatuhkan hukuman atas Babel juga.

Kesimpulan

Habakuk 1:12-17 mengajarkan bahwa karakter Allah tetap kudus dan adil, meskipun kita tidak selalu memahami cara Dia bekerja.

Dari perspektif teologi Reformed, kita memahami bahwa:

  1. Allah itu kekal dan berdaulat, tidak berubah dalam keadilan-Nya.
  2. Dia tidak mentoleransi kejahatan, tetapi terkadang menggunakannya untuk menggenapi rencana-Nya.
  3. Kesombongan manusia akan membawa kehancuran bagi dirinya sendiri.
  4. Allah tidak akan membiarkan ketidakadilan berlangsung selamanya—penghakiman-Nya pasti datang.

Sebagai orang percaya, kita harus belajar untuk percaya kepada Tuhan, bahkan ketika kita tidak memahami semua rencana-Nya.

"Karena aku tahu bahwa TUHAN itu adil; Allah kita adalah gunung batu yang teguh."Mazmur 94:22

Next Post Previous Post