Efesus 5:1-2: Hidup dalam Kasih seperti Kristus
Pendahuluan:
Surat Efesus adalah salah satu surat Paulus yang menekankan identitas orang percaya dalam Kristus dan bagaimana identitas itu seharusnya diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Efesus 5:1-2, Paulus memberikan panggilan yang sangat mendalam: untuk menjadi peniru Allah dan hidup dalam kasih seperti Kristus.
Ayat ini mengandung makna teologis yang mendalam mengenai hubungan antara Allah dan umat-Nya, serta bagaimana hidup dalam kasih bukan sekadar perintah moral tetapi refleksi dari keselamatan dalam Kristus. Dalam eksposisi ini, kita akan menggali makna ayat ini berdasarkan pandangan para teolog Reformed, seperti John Calvin, Herman Bavinck, Jonathan Edwards, dan R.C. Sproul.
Efesus 5:1-2 (AYT):"Sebab itu, jadilah peniru-peniru Allah sebagaimana anak-anak yang terkasih. Hiduplah dalam kasih, sama seperti Kristus mengasihi kita dan memberikan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah."
Ayat ini menekankan dua aspek utama dalam kehidupan orang percaya: meniru Allah (ayat 1) dan hidup dalam kasih seperti Kristus (Efesus 5:2).
1. Meniru Allah: Panggilan bagi Orang Percaya
Paulus memulai ayat ini dengan sebuah panggilan yang luar biasa: "jadilah peniru-peniru Allah". Apa artinya meniru Allah? Bagaimana mungkin manusia yang berdosa dapat meniru Allah yang kudus?
a. Dasar Teologis: Iman yang Merefleksikan Karakter Allah
Teologi Reformed mengajarkan bahwa orang percaya dipanggil untuk mencerminkan karakter Allah dalam kehidupan mereka. Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26-27), mereka dipanggil untuk hidup sesuai dengan karakter Allah. Namun, dosa telah merusak gambar ini, dan hanya melalui Kristus gambar Allah yang sejati dapat dipulihkan dalam diri manusia.
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa meniru Allah bukan berarti menjadi seperti Dia dalam hakikat-Nya yang ilahi, tetapi dalam moralitas-Nya yang kudus. Calvin menulis:"Allah telah menunjukkan kepada kita teladan kasih-Nya dalam Kristus, agar kita dapat hidup seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita."
b. Meniru Allah sebagai Anak-anak yang Dikasihi
Paulus menggunakan istilah "sebagai anak-anak yang terkasih" untuk menunjukkan bahwa panggilan meniru Allah bukanlah usaha manusia untuk mencapai status tertentu, tetapi respons dari identitas yang sudah diberikan.
R.C. Sproul menekankan bahwa kita tidak meniru Allah agar menjadi anak-anak-Nya, tetapi karena kita sudah menjadi anak-anak-Nya dalam Kristus. Dalam konsep adopsi dalam teologi Reformed, orang percaya telah diangkat menjadi anak-anak Allah (Efesus 1:5), sehingga meniru Allah adalah wujud dari identitas baru mereka.
Jonathan Edwards menekankan bahwa kasih Allah kepada anak-anak-Nya adalah kasih yang transformatif. Kasih ini mengubahkan mereka dari dalam, sehingga mereka memiliki hati yang baru yang ingin meniru Allah dalam kebenaran dan kekudusan.
c. Menjadi Serupa dengan Kristus dalam Kekudusan
Meniru Allah berarti hidup dalam kekudusan. Paulus sebelumnya telah menegaskan dalam Efesus 4:24 bahwa orang percaya telah diperbarui dalam roh mereka untuk menjadi serupa dengan Allah dalam "kebenaran dan kekudusan yang sejati."
1 Petrus 1:15-16: "Tetapi, sebagaimana Dia yang memanggil kamu adalah kudus, hendaklah kamu juga menjadi kudus dalam seluruh kehidupanmu, karena ada tertulis, 'Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.'”
Herman Bavinck menegaskan bahwa kekudusan bukanlah sekadar perintah moral, tetapi refleksi dari karakter Allah yang sedang bekerja dalam hidup orang percaya melalui Roh Kudus.
2. Hidup dalam Kasih seperti Kristus
Setelah memberikan panggilan untuk meniru Allah, Paulus secara spesifik menyatakan bahwa cara utama untuk melakukannya adalah dengan hidup dalam kasih: "Hiduplah dalam kasih, sama seperti Kristus mengasihi kita dan memberikan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah."
Ayat ini menjelaskan dua aspek penting: kasih Kristus kepada kita dan pengorbanan-Nya sebagai teladan kasih sejati.
a. Kasih sebagai Inti dari Kehidupan Kristen
Teologi Reformed mengajarkan bahwa kasih bukan hanya aspek moral, tetapi inti dari kehidupan Kristen. Jonathan Edwards dalam Charity and Its Fruits menulis bahwa kasih kepada Allah dan sesama adalah buah utama dari kelahiran baru.
Calvin juga menegaskan bahwa kasih adalah bukti dari iman sejati. Dalam tafsirannya terhadap Efesus 5:2, Calvin menulis:"Kasih sejati bukanlah sekadar emosi atau perasaan, tetapi tindakan nyata yang meniru kasih Kristus yang mengorbankan diri-Nya bagi kita."
R.C. Sproul menambahkan bahwa kasih dalam konteks ini bukan hanya kasih sentimental, tetapi kasih yang diwujudkan dalam tindakan nyata yang membawa kemuliaan bagi Allah dan kesejahteraan bagi sesama.
b. Kristus sebagai Teladan Kasih yang Sejati
Paulus menyatakan bahwa kasih Kristus kepada kita dinyatakan dalam pengorbanan-Nya: "Kristus mengasihi kita dan memberikan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah."
Pernyataan ini menekankan bahwa kasih sejati bersifat pengorbanan dan penyerahan diri. Kristus tidak hanya mengasihi dalam kata-kata, tetapi dengan memberikan hidup-Nya bagi umat-Nya.
Herman Bavinck menulis bahwa kasih Kristus dalam ayat ini berkaitan dengan konsep penggantian substitusi, di mana Kristus mati menggantikan orang percaya sebagai korban yang sempurna bagi Allah.
Jonathan Edwards juga menegaskan bahwa kasih Kristus adalah kasih yang bersifat efektif, yaitu kasih yang benar-benar mengubah kehidupan orang percaya. Bukan hanya kasih yang mengasihi dari kejauhan, tetapi kasih yang masuk ke dalam kehidupan orang percaya dan mengubah mereka menjadi serupa dengan Kristus.
3. Makna Teologis Efesus 5:1-2 dalam Perspektif Teologi Reformed
1. Hidup Sebagai Peniru Allah (Efesus 5:1)
Teologi Reformed menekankan bahwa meniru Allah bukanlah usaha manusia semata, tetapi hasil dari anugerah Allah yang mengubahkan hati orang percaya. John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menjelaskan bahwa manusia, setelah jatuh dalam dosa, kehilangan citra Allah yang sempurna. Namun, melalui penebusan dalam Kristus, orang percaya dipulihkan dan diberi kemampuan untuk meniru karakter Allah.
1. Doktrin Imitatio Dei dalam Teologi Reformed
Imitatio Dei (meniru Allah) adalah konsep yang menegaskan bahwa orang percaya dipanggil untuk merefleksikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan sehari-hari. Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa meniru Allah bukan berarti menjadi seperti Allah dalam esensi-Nya, tetapi dalam karakter moral-Nya, seperti kasih, kemurahan, dan kesucian.
Sebagai "anak-anak yang terkasih", orang percaya dipanggil untuk hidup sesuai dengan identitas baru mereka. John Murray dalam komentarnya tentang Efesus menjelaskan bahwa istilah ini menegaskan status umat pilihan yang telah ditebus dalam Kristus dan dipanggil untuk mencerminkan kasih Bapa dalam hubungan mereka dengan sesama.
2. Hidup dalam Kasih: Anugerah yang Dinyatakan dalam Perbuatan (Efesus 5:2)
"Hiduplah dalam kasih, sama seperti Kristus mengasihi kita dan memberikan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah."
Kasih dalam teologi Reformed bukan sekadar perasaan atau tindakan moral, tetapi respons terhadap anugerah Allah yang telah dinyatakan dalam Kristus.
1. Kasih dalam Konteks Penebusan
Kasih yang dimaksud dalam ayat ini berakar pada kasih Kristus yang dinyatakan dalam pengorbanan-Nya di kayu salib. Jonathan Edwards dalam Charity and Its Fruits menekankan bahwa kasih sejati adalah kasih yang berkorban, bukan yang mencari kepentingan diri sendiri. Kasih ini adalah kasih yang aktif, yang memberikan diri untuk kesejahteraan orang lain.
Paulus menggunakan istilah "persembahan dan kurban yang harum bagi Allah", yang mengacu pada pengorbanan Kristus sebagai pendamaian bagi dosa manusia (Ibrani 10:10-14). John Stott menjelaskan bahwa frasa ini menunjukkan bahwa kasih Kristen haruslah bersifat pengorbanan, mengikuti teladan Kristus yang menyerahkan diri-Nya sepenuhnya untuk umat-Nya.
3. Pengudusan: Hidup dalam Kasih Sebagai Proses Transformasi
Teologi Reformed mengajarkan bahwa pengudusan (sanctification) adalah proses yang berkelanjutan, di mana orang percaya semakin bertumbuh dalam meniru Kristus. Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa pengudusan adalah pekerjaan Roh Kudus yang membuat orang percaya semakin serupa dengan Kristus dalam kasih dan kesucian.
Efesus 5:2 menunjukkan bahwa hidup dalam kasih bukan hanya suatu perintah, tetapi suatu panggilan alami bagi mereka yang telah ditebus. Martyn Lloyd-Jones dalam tafsirannya tentang Efesus menjelaskan bahwa hanya mereka yang telah menerima kasih Kristus yang dapat benar-benar hidup dalam kasih yang sejati.
4. Kasih Sebagai Kesaksian Injil
Kasih yang dinyatakan dalam kehidupan orang percaya bukan hanya untuk membangun hubungan pribadi, tetapi juga sebagai kesaksian bagi dunia. Cornelius Van Til, seorang apologet Reformed, menjelaskan bahwa kehidupan yang penuh kasih adalah bukti nyata dari transformasi yang dilakukan oleh Injil.
Kristus mengajarkan bahwa kasih adalah tanda utama dari murid-murid-Nya (Yohanes 13:34-35). Dengan demikian, hidup dalam kasih bukan hanya tuntutan moral tetapi bagian dari misi Kristen di dunia. Timothy Keller, seorang teolog Reformed modern, menekankan bahwa kasih Kristen yang nyata akan menarik orang-orang yang belum percaya untuk mengenal Kristus.
Kesimpulan
Efesus 5:1-2 memberikan panggilan yang mendalam bagi orang percaya untuk meniru Allah dan hidup dalam kasih seperti Kristus. Dalam perspektif teologi Reformed, panggilan ini bukanlah usaha manusia untuk mencapai status tertentu, tetapi respons terhadap anugerah Allah yang telah mengadopsi kita sebagai anak-anak-Nya.
Kristus adalah teladan kasih sejati, yang mengasihi dengan pengorbanan, dan kehidupan orang percaya seharusnya mencerminkan kasih yang sama.
Catatan: Marilah kita berdoa agar Roh Kudus memampukan kita untuk hidup dalam kasih yang sejati, meniru Allah, dan menjadi korban yang harum bagi kemuliaan-Nya.