Memberi dengan Sukacita: 2 Korintus 9:7

Memberi dengan Sukacita: 2 Korintus 9:7

Pendahuluan:

Memberi adalah salah satu tindakan yang diajarkan dalam Alkitab sebagai bagian dari kehidupan Kristen. Namun, memberi bukan sekadar sebuah kewajiban, melainkan sebuah ekspresi kasih dan sukacita. Rasul Paulus dalam 2 Korintus 9:7 menulis:

“Setiap orang harus memberi seperti yang telah ia putuskan dalam hatinya, bukan dengan dukacita atau di bawah paksaan karena Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (AYT)

Ayat ini menegaskan bahwa tindakan memberi harus lahir dari hati yang tulus, tanpa paksaan, dan dilakukan dengan sukacita. Dalam artikel ini, kita akan membahas makna ayat ini dalam konteksnya, bagaimana teologi Reformed memahami prinsip memberi, serta bagaimana kita bisa mengaplikasikan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari.

1. Konteks 2 Korintus 9:7

A. Konteks Historis dan Sastra

Surat 2 Korintus ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang sebelumnya telah dijanjikan untuk memberikan bantuan kepada orang-orang percaya di Yerusalem yang mengalami kesulitan ekonomi. Dalam 2 Korintus 8 dan 9, Paulus menasihati mereka agar tetap setia dalam janji mereka untuk memberi.

Sebelumnya, dalam 2 Korintus 8:1-5, Paulus menyoroti jemaat di Makedonia yang, meskipun dalam penderitaan dan kemiskinan, tetap memberi dengan penuh sukacita. Paulus kemudian mengingatkan jemaat Korintus bahwa pemberian mereka harus dilakukan dengan motivasi yang benar—bukan karena tekanan atau paksaan, melainkan sebagai ungkapan sukacita dan kasih kepada Tuhan.

B. Struktur dan Makna Kata dalam 2 Korintus 9:7

Dalam ayat ini, Paulus menyoroti tiga prinsip utama dalam memberi:

  1. "Setiap orang harus memberi seperti yang telah ia putuskan dalam hatinya"
    • Ini menunjukkan bahwa memberi harus didasarkan pada keputusan pribadi yang dibuat dengan penuh kesadaran, bukan karena tekanan dari orang lain.
  2. "Bukan dengan dukacita atau di bawah paksaan"
    • Paulus menekankan bahwa memberi tidak boleh dilakukan dengan perasaan terpaksa atau tertekan, tetapi dengan hati yang rela.
  3. "Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita"
    • Pernyataan ini menegaskan bahwa sikap hati dalam memberi lebih penting daripada jumlah yang diberikan. Tuhan menghargai pemberian yang dilakukan dengan sukacita.

2. Prinsip Memberi dalam Teologi Reformed

A. Allah sebagai Sumber Segala Berkat

Dalam teologi Reformed, Allah adalah sumber utama dari segala sesuatu yang kita miliki. John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa segala yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan dan kita hanyalah pengelola (steward).

"Segala yang kita miliki adalah pemberian dari Tuhan, dan karena itu harus digunakan untuk kemuliaan-Nya." (John Calvin)

Karena itu, memberi bukan sekadar tindakan amal, tetapi merupakan pengakuan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan harus digunakan untuk kehendak-Nya.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics juga menjelaskan bahwa kasih karunia Allah mencakup segala aspek kehidupan, termasuk dalam cara kita memberi. Kita tidak memberi karena kita takut atau terpaksa, tetapi karena kita telah lebih dulu menerima berkat dari Tuhan.

B. Memberi sebagai Tindakan Iman

Menurut pemikiran Reformed, memberi adalah tindakan iman. Kita memberi bukan karena kita memiliki kelimpahan, tetapi karena kita percaya bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhan kita.

R.C. Sproul dalam The Holiness of God menekankan bahwa iman sejati ditunjukkan melalui tindakan nyata, termasuk dalam hal memberi. Memberi dengan sukacita berarti percaya bahwa Tuhan adalah penyedia segala sesuatu dan bahwa kita tidak akan kekurangan ketika kita memberi dengan hati yang tulus.

Tim Keller dalam Generous Justice juga menyoroti bahwa memberi bukanlah sekadar kebajikan moral, tetapi bagian dari keadilan yang Allah perintahkan kepada umat-Nya. Orang percaya dipanggil untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.

3. Makna "Memberi dengan Sukacita" dalam Alkitab

A. Sukacita dalam Memberi: Sebuah Panggilan Alkitabiah

Dalam Perjanjian Lama, prinsip memberi dengan sukacita sudah diajarkan dalam hukum Taurat. Misalnya, dalam Ulangan 15:10:

“Engkau harus memberinya dengan sukacita hatimu dan janganlah merasa enggan ketika memberinya, sebab karena hal itu, TUHAN, Allahmu, akan memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu dan dalam segala sesuatu yang engkau lakukan.”

Ayat ini menunjukkan bahwa pemberian yang dilakukan dengan hati yang tulus akan membawa berkat dari Tuhan.

Dalam Perjanjian Baru, Yesus juga mengajarkan prinsip memberi dengan sukacita. Dalam Lukas 6:38, Ia berkata:

"Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang diguncang, dan yang tumpah keluar akan dicurahkan ke dalam pangkuanmu."

Yesus menekankan bahwa memberi bukan hanya tentang materi, tetapi juga tentang sikap hati.

B. Perbedaan antara Memberi dengan Sukacita dan Memberi dengan Paksaan

Paulus dalam 2 Korintus 9:7 dengan jelas membedakan antara memberi dengan sukacita dan memberi dengan paksaan. Ada tiga cara seseorang memberi:

  1. Memberi dengan Dukacita – Ini terjadi ketika seseorang memberi tetapi merasa kehilangan atau terpaksa melakukannya.
  2. Memberi dengan Paksaan – Ini terjadi ketika seseorang memberi karena merasa ditekan oleh orang lain atau situasi.
  3. Memberi dengan Sukacita – Ini adalah bentuk pemberian yang dikehendaki oleh Allah, di mana seseorang memberi karena ia ingin melakukannya, dengan hati yang penuh sukacita.

Jonathan Edwards dalam Christian Charity menegaskan bahwa memberi dengan sukacita adalah bukti nyata dari kasih yang telah Allah tanamkan dalam hati seseorang.

4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen

A. Bagaimana Kita Bisa Memberi dengan Sukacita?

  1. Mengakui bahwa semua yang kita miliki berasal dari Allah

    • Ketika kita menyadari bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah pemberian dari Tuhan, kita tidak akan merasa berat untuk memberi.
  2. Memberi dengan iman, bukan dengan ketakutan

    • Kita harus percaya bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhan kita ketika kita memberi dengan tulus.
  3. Menjadikan memberi sebagai gaya hidup

    • Bukan hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk waktu, tenaga, dan kasih kepada sesama.

B. Memberi dalam Konteks Gereja

Gereja adalah tempat di mana prinsip memberi dengan sukacita harus dipraktikkan. Dalam Kisah Para Rasul 2:44-45, kita melihat bagaimana jemaat mula-mula berbagi segala sesuatu sehingga tidak ada yang berkekurangan.

R.C. Sproul menekankan bahwa gereja harus menjadi tempat di mana anggota saling mendukung, bukan hanya secara rohani, tetapi juga secara praktis melalui pemberian yang tulus.

Kesimpulan

2 Korintus 9:7 mengajarkan bahwa memberi bukanlah sekadar kewajiban, tetapi sebuah panggilan untuk menunjukkan kasih dan iman kepada Tuhan. Beberapa prinsip utama yang dapat kita pelajari:

  1. Allah adalah sumber segala sesuatu – Kita memberi bukan karena kita memiliki banyak, tetapi karena kita telah menerima dari Tuhan.
  2. Memberi adalah tindakan iman – Kita percaya bahwa Tuhan akan mencukupi kebutuhan kita ketika kita memberi dengan hati yang tulus.
  3. Memberi harus dilakukan dengan sukacita – Tidak dengan paksaan atau dukacita, tetapi dengan hati yang bersyukur.
  4. Gereja harus menjadi contoh dalam memberi – Gereja harus mendorong budaya memberi yang didasarkan pada kasih dan keadilan.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memberi dengan sukacita, karena kita tahu bahwa segala yang kita miliki adalah pemberian dari Tuhan. Dengan demikian, kita bukan hanya menjadi berkat bagi orang lain, tetapi juga memuliakan nama Tuhan melalui tindakan kita.

Next Post Previous Post