Pengkhotbah 1:2: Mengatasi Kesia-siaan Hidup
Pengantar:
Pengkhotbah 1:2:“Kesia-siaan atas segala kesia-siaan,” kata Pengkhotbah, “Kesia-siaan atas segala kesia-siaan! Semuanya adalah kesia-siaan.” (AYT)
Pengkhotbah 1:2 adalah salah satu ayat yang paling terkenal dalam Perjanjian Lama. Ayat ini memberikan pernyataan dramatis tentang kesia-siaan hidup dan mengundang kita untuk merenungkan makna keberadaan manusia. Dalam teologi Reformed, kitab Pengkhotbah sering dikaji dalam kaitannya dengan pandangan Alkitab tentang dunia yang telah jatuh dalam dosa (fallen world) dan bagaimana manusia harus menemukan makna sejati dalam Allah.
Artikel ini akan membahas Pengkhotbah 1:2 berdasarkan pemikiran beberapa teolog Reformed, dengan menyoroti makna kata "kesia-siaan", relevansinya dalam kehidupan manusia, dan bagaimana Injil membawa pengharapan di tengah kesia-siaan dunia.
1. Konteks Kitab Pengkhotbah
Kitab Pengkhotbah ditulis oleh seorang yang menyebut dirinya "Pengkhotbah" (Qohelet dalam bahasa Ibrani), yang sering diidentifikasi sebagai Raja Salomo. Kitab ini termasuk dalam literatur hikmat dan memiliki gaya penulisan yang unik dibandingkan dengan kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Lama.
John Calvin menekankan bahwa kitab Pengkhotbah bukanlah seruan untuk keputusasaan, tetapi sebuah undangan untuk memahami realitas kehidupan di dunia yang telah jatuh dalam dosa. Calvin menulis:"Pengkhotbah menunjukkan bahwa segala sesuatu di bawah matahari tidak memiliki nilai kekal jika dipisahkan dari Allah. Ini adalah panggilan bagi manusia untuk mencari makna sejati dalam Tuhan yang kekal."
Mazmur 90:10 juga menegaskan pesan serupa:"Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, tetapi kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab semuanya cepat berlalu dan kami pun lenyap."
2. "Kesia-siaan atas segala kesia-siaan" – Makna Kata "Kesia-siaan"
Dalam bahasa Ibrani, kata "kesia-siaan" berasal dari kata הֶבֶל (hebel), yang berarti uap, kabut, sesuatu yang cepat lenyap dan tidak memiliki substansi permanen. Kata ini muncul lebih dari 30 kali dalam kitab Pengkhotbah, yang menunjukkan bahwa ini adalah tema utama dalam kitab ini.
a. Kehidupan yang Sementara dan Tidak Menentu
Jonathan Edwards mengartikan hebel sebagai gambaran tentang kefanaan dan ketidakpastian hidup manusia. Ia menulis:"Pengkhotbah tidak mengajarkan bahwa kehidupan tidak berarti, tetapi bahwa kehidupan ini tidak dapat memberikan makna sejati tanpa Allah. Semua usaha manusia akan berakhir dalam kehampaan jika tidak diarahkan kepada-Nya."
Hal ini juga ditegaskan dalam Yakobus 4:14:"Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap."
b. Kesia-siaan Dunia yang Jatuh dalam Dosa
Dalam teologi Reformed, dunia ini dianggap telah jatuh dalam dosa sejak kejatuhan Adam dan Hawa. Herman Bavinck menegaskan bahwa dunia tidak dapat memberikan kepuasan sejati karena segala sesuatu telah tercemar oleh dosa.
"Pengkhotbah menunjukkan bahwa sejak manusia jatuh dalam dosa, dunia ini kehilangan kemuliaannya. Manusia berusaha mencari kepuasan di dalamnya, tetapi tidak pernah menemukannya."
Paulus juga berbicara tentang kesia-siaan ciptaan dalam Roma 8:20:"Karena segala sesuatu telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia yang telah menaklukkannya dengan pengharapan."
3. "Semuanya adalah kesia-siaan" – Mengapa Segala Sesuatu Tampak Sia-sia?
Pengkhotbah 1:2 tidak mengatakan bahwa kehidupan itu sendiri tidak berarti, tetapi bahwa kehidupan tanpa Allah adalah sia-sia. Dalam perspektif Reformed, ada beberapa alasan mengapa dunia tampak sia-sia:
a. Manusia Mencari Makna dalam Hal yang Salah
R.C. Sproul menekankan bahwa banyak orang mencoba menemukan makna hidup dalam pekerjaan, kekayaan, atau kesenangan, tetapi semua itu tidak dapat memberikan kepuasan sejati. Sproul menulis:"Dunia menawarkan banyak ilusi tentang kebahagiaan. Uang, kekuasaan, dan prestasi terlihat menjanjikan, tetapi pada akhirnya semuanya akan berlalu."
Salomo sendiri, dalam Pengkhotbah 2:11, mengatakan:"Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala jerih payah yang telah kulakukan, ternyata semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin."
b. Kematian Menghancurkan Semua Usaha Manusia
John MacArthur menekankan bahwa salah satu alasan utama mengapa dunia ini tampak sia-sia adalah karena kematian adalah kepastian bagi semua manusia. Tidak peduli seberapa besar seseorang bekerja atau berjuang, semuanya akan berakhir dengan kematian.
Pengkhotbah 9:5 mengatakan:"Orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang mati tidak tahu apa-apa."
Ini mengingatkan kita bahwa jika seseorang hanya hidup untuk dunia ini, pada akhirnya semua yang ia capai akan lenyap.
c. Dosa Membuat Dunia Menjadi Rusak
Teologi Reformed menekankan bahwa dosa telah merusak setiap aspek dari ciptaan. Charles Hodge menulis:"Segala sesuatu di dunia ini mengalami efek dari kejatuhan manusia dalam dosa. Tidak ada yang bisa memberikan kepuasan sejati karena semuanya telah tercemar oleh kerusakan dosa."
Roma 3:23 mengkonfirmasi ini:"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah."
4. Bagaimana Orang Percaya Harus Merespons Kesia-siaan Hidup?
Jika dunia ini memang sia-sia tanpa Allah, maka bagaimana kita sebagai orang percaya harus hidup? Teologi Reformed memberikan beberapa jawaban:
a. Mencari Kepuasan Sejati dalam Allah
Pengkhotbah bukanlah kitab tanpa harapan. Di akhir kitab, Pengkhotbah memberikan kesimpulan yang penting:"Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap manusia." (Pengkhotbah 12:13)
John Piper menekankan bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi kesia-siaan hidup adalah dengan menikmati Allah sebagai tujuan tertinggi kita:"Kita diciptakan untuk menikmati Allah. Jika kita mencari kepuasan di luar Dia, kita akan selalu kecewa."
Mazmur 16:11 mengajarkan:"Di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat selama-lamanya."
b. Hidup dengan Perspektif Kekekalan
Dalam 2 Korintus 4:18, Paulus mengajarkan:"Kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tidak kelihatan. Sebab yang kelihatan itu sementara, sedangkan yang tidak kelihatan itu kekal."
Herman Bavinck menekankan bahwa orang percaya harus hidup dengan pandangan yang tertuju kepada Kristus dan Kerajaan Allah. Ia menulis:"Dunia ini akan berlalu, tetapi mereka yang hidup dalam Kristus akan memiliki pengharapan kekal."
c. Percaya kepada Yesus Kristus sebagai Satu-satunya Pengharapan
Yesus berkata dalam Yohanes 10:10:"Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."
Yesus adalah satu-satunya yang dapat memberikan makna sejati dalam hidup kita. Keselamatan di dalam-Nya membawa pemulihan dari segala kesia-siaan.
Paulus berkata dalam Filipi 1:21:"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan."
Kesimpulan
Pengkhotbah 1:2 adalah pengingat bahwa hidup ini tidak memiliki makna sejati tanpa Allah. Kata hebel menunjukkan bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara, tidak memuaskan, dan tidak memiliki nilai kekal jika tidak dikaitkan dengan Allah.
Dalam teologi Reformed, ayat ini mengajarkan bahwa:
- Dunia ini telah jatuh dalam dosa dan tidak dapat memberikan kepuasan sejati.
- Manusia sering mencari makna dalam hal-hal yang salah, seperti kekayaan dan kesenangan.
- Kematian dan kefanaan manusia menunjukkan bahwa hanya Allah yang dapat memberikan makna sejati.
- Yesus Kristus adalah jawaban atas kesia-siaan hidup, karena hanya di dalam Dia kita memiliki hidup yang kekal.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam takut akan Tuhan, mencari kepuasan dalam-Nya, dan memiliki perspektif kekekalan. Hanya dalam Kristus, kesia-siaan dunia ini diubah menjadi kemuliaan kekal.