Strategi Paulus dalam Pelayanan: 1 Korintus 16:5-9
Pendahuluan:
Surat 1 Korintus 16:5-9 memberikan wawasan penting tentang strategi pelayanan Rasul Paulus. Dalam bagian ini, Paulus mengungkapkan rencananya untuk mengunjungi jemaat Korintus setelah melewati Makedonia dan menyatakan niatnya untuk tinggal di Efesus sampai hari Pentakosta karena sebuah "pintu yang lebar" telah terbuka baginya, meskipun ada banyak tantangan.
Ayat-ayat ini mengandung prinsip-prinsip penting dalam pelayanan Kristen, terutama dalam konteks penginjilan, perencanaan, dan ketundukan kepada kehendak Tuhan. Dalam artikel ini, kita akan menggali makna dari 1 Korintus 16:5-9 melalui perspektif beberapa pakar teologi Reformed seperti John Calvin, Charles Hodge, Herman Bavinck, dan Martyn Lloyd-Jones.
I. Eksposisi 1 Korintus 16:5-9
1. Paulus Merencanakan Perjalanan dengan Bijak (1 Korintus 16:5-6)
"Namun, aku akan datang kepadamu setelah aku melewati Makedonia karena aku bermaksud untuk melewati Makedonia. Dan, mungkin aku akan tinggal bersamamu atau menghabiskan waktu selama musim dingin supaya kamu dapat membantuku dalam perjalananku, ke mana pun aku pergi." (1 Korintus 16:5-6, AYT)
Paulus menunjukkan perencanaan yang hati-hati dalam pelayanannya. Ia tidak tergesa-gesa, tetapi mempertimbangkan perjalanan dengan matang. Charles Hodge dalam komentarnya terhadap surat 1 Korintus menekankan bahwa Paulus tidak hanya seorang penginjil yang penuh semangat, tetapi juga seorang organisator yang bijak. Ia merencanakan kunjungannya agar pelayanan bisa berjalan efektif.
Menurut John Calvin, ayat ini menunjukkan bahwa hamba Tuhan harus memiliki fleksibilitas dalam perencanaan mereka. Calvin menulis dalam Commentary on Corinthians bahwa Paulus tidak terlalu kaku dalam jadwalnya, melainkan menyesuaikannya dengan kehendak Tuhan. Prinsip ini penting dalam pelayanan, di mana kita harus membuat rencana tetapi tetap terbuka terhadap perubahan yang Tuhan izinkan.
2. Ketundukan Paulus pada Kehendak Tuhan (1 Korintus 16:7)
"Sebab, aku tidak mau melihatmu sekarang hanya sepintas lalu. Aku berharap tinggal beberapa saat denganmu, jika Tuhan mengizinkannya." (1 Korintus 16:7, AYT)
Ayat ini mencerminkan ketundukan Paulus kepada kehendak Tuhan dalam segala rencananya. Frasa "jika Tuhan mengizinkannya" mengingatkan kita pada prinsip dalam Yakobus 4:15, "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan melakukan ini atau itu."
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa keyakinan akan providensi Allah sangat penting dalam kehidupan Kristen. Paulus memahami bahwa meskipun ia memiliki rencana, hanya Tuhan yang memiliki otoritas penuh untuk mewujudkannya. Ini adalah prinsip utama dalam teologi Reformed, di mana kehendak Tuhan adalah yang tertinggi.
Martyn Lloyd-Jones juga menekankan pentingnya sikap ini dalam pelayanannya. Dalam bukunya Spiritual Depression, ia menyatakan bahwa banyak orang Kristen mengalami stres dan kecemasan karena ingin mengendalikan segala sesuatu. Namun, seperti Paulus, kita harus belajar berserah kepada kehendak Tuhan.
3. Paulus Memanfaatkan Kesempatan dalam Tantangan (1 Korintus 16:8-9)
"Namun, aku akan tinggal di Efesus sampai hari Pentakosta, karena pintu yang lebar untuk mengerjakan pekerjaan yang penting telah terbuka bagiku sekalipun ada banyak yang berlawanan." (1 Korintus 16:8-9, AYT)
Ayat ini menyoroti keseimbangan dalam pelayanan Paulus: ia melihat kesempatan sekaligus menyadari tantangan. Frasa "pintu yang lebar" menunjukkan peluang besar untuk pelayanan, sementara "banyak yang berlawanan" menunjukkan tantangan yang ada.
John Calvin menafsirkan bagian ini sebagai contoh bagaimana pelayanan Kristen selalu menghadapi oposisi. Dalam tafsirannya, ia menulis, "Di mana ada pekerjaan Tuhan, di situ pula Iblis akan bekerja untuk menentangnya." Ini berarti bahwa keberadaan tantangan bukanlah tanda untuk mundur, melainkan indikasi bahwa Tuhan sedang bekerja.
Charles Hodge juga menekankan bahwa Paulus tidak takut menghadapi tantangan. Ia memahami bahwa keberhasilan dalam pelayanan tidak diukur dari ketiadaan hambatan, tetapi dari kesetiaan dalam menghadapi rintangan. Hal ini mengajarkan bahwa gereja dan pelayan Tuhan tidak boleh takut terhadap perlawanan, melainkan melihatnya sebagai bagian dari panggilan mereka.
II. Strategi Paulus dalam Pelayanan: Makna Teologis dalam 1 Korintus 16:5-9 Menurut Teologi Reformed
1. Perencanaan dalam Pelayanan: Kombinasi Strategi dan Ketergantungan pada Tuhan
Paulus dengan jelas menyusun rencana perjalanan dan pelayanan, namun tetap membuka kemungkinan perubahan berdasarkan kehendak Tuhan (1 Korintus 16:7: “jika Tuhan mengizinkannya”).
John Calvin: Tuhan Berdaulat dalam Perencanaan Manusia
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menekankan bahwa segala perencanaan manusia, termasuk dalam pelayanan, harus tunduk kepada kedaulatan Allah. Dalam tafsirannya terhadap bagian ini, Calvin menyoroti bagaimana Paulus menunjukkan sikap rendah hati dalam perencanaannya. Paulus memiliki strategi yang jelas tetapi tetap memberi ruang bagi kehendak Tuhan untuk mengubah jalannya.
Hal ini mencerminkan prinsip dalam Yakobus 4:15: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan melakukan ini atau itu." Paulus bukanlah pemimpin yang kaku dalam rencana manusiawinya, melainkan seorang pelayan yang memahami bahwa Tuhanlah yang menentukan langkahnya.
Aplikasi:
- Pelayanan harus memiliki strategi yang matang tetapi tetap terbuka terhadap pimpinan Tuhan.
- Setiap rencana gereja dan misi harus tunduk kepada kehendak Allah, bukan hanya berdasarkan analisis manusia.
2. Komitmen terhadap Jemaat: Memprioritaskan Pertumbuhan Rohani Orang Percaya
Paulus menekankan bahwa ia tidak ingin hanya berkunjung "sepintas lalu" ke Korintus (1 Korintus 16:7). Ia ingin tinggal lebih lama untuk membangun jemaat secara mendalam.
Herman Bavinck: Keseimbangan antara Misi dan Pembinaan Jemaat
Herman Bavinck dalam teologi Reformednya menjelaskan bahwa gereja bukan hanya dipanggil untuk mengabarkan Injil kepada dunia, tetapi juga untuk membangun iman jemaat yang sudah percaya. Paulus memahami bahwa kehadiran seorang pemimpin rohani memiliki dampak besar dalam pembentukan iman jemaat.
Prinsip ini sejalan dengan Efesus 4:12-13: "...untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus..." Pelayanan bukan sekadar tentang menjangkau orang baru, tetapi juga membina iman orang percaya agar mereka bertumbuh.
Aplikasi:
- Gereja harus memiliki keseimbangan antara misi penginjilan dan pembinaan jemaat.
- Pelayanan yang efektif membutuhkan kehadiran pemimpin rohani yang terlibat langsung dalam kehidupan jemaat.
3. Menggunakan Kesempatan dengan Bijak: Pintu Terbuka bagi Injil
Paulus menyatakan bahwa ia tetap di Efesus karena “pintu yang lebar untuk mengerjakan pekerjaan yang penting telah terbuka” (1 Korintus 16:9). Ini menunjukkan bahwa Paulus mampu mengenali momen yang tepat untuk pelayanan.
Cornelius Van Til: Prinsip Oportunisme Injili
Cornelius Van Til, seorang teolog apologetika Reformed, mengajarkan bahwa orang Kristen harus memiliki kesadaran ilahi dalam melihat peluang untuk memberitakan Injil. Paulus mengenali bahwa Tuhan telah membuka pintu pelayanan di Efesus, sehingga ia memanfaatkan kesempatan itu dengan bijak.
Ini mencerminkan prinsip dari Kolose 4:5: "Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada." Waktu dan kesempatan dalam pelayanan bukanlah kebetulan, tetapi bagian dari rencana Tuhan yang harus kita tanggapi dengan bijak.
Aplikasi:
- Pemimpin rohani harus peka terhadap kesempatan pelayanan yang Tuhan sediakan.
- Gereja harus proaktif dalam mengenali dan menggunakan peluang untuk menyebarkan Injil.
4. Menyadari Tantangan dalam Pelayanan
Meskipun ada pintu yang terbuka, Paulus juga mengakui adanya banyak "yang berlawanan" (1 Korintus 16:9). Ini menunjukkan bahwa pelayanan yang efektif sering kali disertai dengan tantangan besar.
Tim Keller: Injil dan Tantangan Selalu Berjalan Bersama
Tim Keller menekankan bahwa di mana pun Injil berkembang, di situ juga ada perlawanan. Paulus memahami bahwa tantangan adalah bagian dari pelayanan, bukan alasan untuk mundur. Ini mengingatkan kita pada Kisah Para Rasul 14:22: "Kita harus mengalami banyak kesusahan untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Keller juga mengingatkan bahwa pelayanan sejati menuntut ketekunan dan keteguhan hati dalam menghadapi kesulitan. Paulus tidak lari dari tantangan, tetapi tetap setia pada panggilannya.
Aplikasi:
- Gereja harus siap menghadapi tantangan dalam pemberitaan Injil.
- Kesulitan bukan tanda untuk mundur, tetapi bagian dari perjalanan iman yang harus dihadapi dengan keberanian.
Kesimpulan: Prinsip Strategi Pelayanan Paulus dalam Teologi Reformed
1 Korintus 16:5-9 mengajarkan beberapa prinsip utama dalam strategi pelayanan Paulus yang relevan bagi gereja dan pelayan Tuhan saat ini:
- Perencanaan yang fleksibel: Strategi pelayanan harus dirancang dengan baik, tetapi tetap tunduk pada kedaulatan Tuhan.
- Komitmen terhadap jemaat: Pemimpin rohani harus memberi waktu yang cukup untuk membangun iman jemaat, bukan sekadar pelayanan yang dangkal.
- Pemanfaatan kesempatan yang bijak: Gereja harus peka terhadap peluang yang Tuhan berikan untuk menyebarkan Injil.
- Kesadaran akan tantangan pelayanan: Setiap pintu yang terbuka sering kali disertai dengan perlawanan, tetapi ini bukan alasan untuk mundur.
Paulus memberikan contoh seorang pemimpin yang penuh hikmat, fleksibel dalam strategi, tetapi tetap teguh dalam prinsip. Gereja masa kini dipanggil untuk mengikuti pola ini: merencanakan dengan bijak, melayani dengan tekun, dan selalu bersandar pada kedaulatan Allah dalam setiap langkah pelayanan.