5 Mitos tentang Identitas Pribadi

Pendahuluan:
Identitas pribadi adalah salah satu isu paling mendalam dalam kehidupan manusia. Banyak orang mencari jati diri mereka dalam karier, hubungan, pencapaian, atau bahkan dalam diri mereka sendiri. Namun, dalam terang teologi Reformed, banyak konsep identitas yang beredar di dunia modern bertentangan dengan kebenaran Alkitab.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lima mitos umum tentang identitas pribadi dan bagaimana pemahaman teologi Reformed membantu kita menemukan identitas sejati kita di dalam Kristus.
Mitos #1: "Saya adalah Apa yang Saya Lakukan"
Banyak orang percaya bahwa identitas mereka ditentukan oleh pekerjaan, prestasi, atau kontribusi mereka dalam masyarakat. Dalam budaya modern yang berorientasi pada kinerja, kita sering kali mengukur nilai diri berdasarkan keberhasilan akademik, karier, atau bahkan pelayanan rohani.
Namun, menurut teologi Reformed, identitas kita tidak ditentukan oleh apa yang kita lakukan, tetapi oleh siapa kita di hadapan Tuhan. Dr. Michael Horton menekankan bahwa manusia cenderung mengadopsi mentalitas "justifikasi oleh perbuatan", yaitu keyakinan bahwa nilai kita tergantung pada prestasi kita.
Pandangan Alkitabiah:
Efesus 2:8-9 menyatakan:
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri."
Identitas kita sebagai anak-anak Allah diberikan melalui anugerah, bukan berdasarkan pencapaian kita. Dalam Kristus, kita dikasihi bukan karena apa yang kita lakukan, tetapi karena siapa kita di dalam Dia.
Mitos #2: "Saya Menentukan Identitas Saya Sendiri"
Dunia modern sering mengajarkan bahwa kita memiliki kebebasan penuh untuk menentukan siapa kita. Filosofi eksistensialis menyatakan bahwa manusia harus menciptakan makna dan identitasnya sendiri tanpa campur tangan Tuhan.
Namun, teologi Reformed mengajarkan bahwa identitas kita tidak berasal dari diri sendiri, melainkan dari Tuhan yang menciptakan kita menurut gambar-Nya (Kejadian 1:27). Dr. R.C. Sproul menegaskan bahwa manusia tidak memiliki otoritas mutlak atas identitas mereka, karena kita adalah makhluk ciptaan yang bergantung kepada Sang Pencipta.
Pandangan Alkitabiah:
Yesaya 43:1 berkata:
"Tetapi sekarang, beginilah firman TUHAN yang menciptakan engkau, hai Yakub, yang membentuk engkau, hai Israel: 'Jangan takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku.'"
Kita tidak menentukan identitas kita sendiri; Tuhan yang telah menciptakan, menebus, dan memanggil kita. Identitas sejati kita hanya dapat ditemukan dalam hubungan dengan Dia.
Mitos #3: "Saya Didefinisikan oleh Masa Lalu Saya"
Banyak orang merasa bahwa dosa, kegagalan, atau pengalaman pahit mereka di masa lalu menentukan siapa mereka hari ini. Rasa malu, trauma, dan penyesalan sering kali menjadi belenggu yang sulit dilepaskan.
Namun, teologi Reformed mengajarkan bahwa dalam Kristus, kita adalah ciptaan baru. Dr. Sinclair Ferguson menjelaskan bahwa Injil tidak hanya menawarkan pengampunan, tetapi juga transformasi identitas.
Pandangan Alkitabiah:
2 Korintus 5:17 berkata:
"Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."
Sebagai orang percaya, kita tidak lagi didefinisikan oleh masa lalu kita, melainkan oleh karya penebusan Kristus di kayu salib. Kita memiliki identitas baru sebagai anak-anak Allah.
Mitos #4: "Identitas Saya Bergantung pada Apa yang Orang Lain Katakan tentang Saya"
Dunia sering kali mengukur nilai seseorang berdasarkan penilaian sosial. Media sosial, ekspektasi keluarga, dan opini publik sering membentuk cara kita memandang diri sendiri. Jika kita diterima dan dipuji, kita merasa berharga; jika kita ditolak, kita merasa tidak berarti.
Namun, menurut teologi Reformed, hanya pendapat Tuhan yang benar-benar penting. Dr. Tim Keller menekankan bahwa jika kita mendasarkan identitas kita pada penerimaan manusia, kita akan selalu terjebak dalam rasa tidak aman dan kelelahan emosional.
Pandangan Alkitabiah:
Galatia 1:10 berkata:
"Jadi bagaimana? Apakah aku sekarang mencari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Atau apakah aku berusaha menyenangkan manusia? Sekiranya aku masih mau menyenangkan manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus."
Identitas kita tidak boleh bergantung pada apa yang dunia katakan, tetapi pada apa yang Tuhan katakan tentang kita di dalam Kristus.
Mitos #5: "Saya Harus Mencintai Diri Sendiri Lebih Dulu untuk Dapat Menerima Kasih Tuhan"
Banyak budaya modern mengajarkan bahwa sebelum kita dapat menerima kasih Tuhan atau mengasihi orang lain, kita harus terlebih dahulu belajar mencintai diri sendiri. Namun, ini bertentangan dengan ajaran Alkitab.
Teologi Reformed mengajarkan bahwa kasih sejati tidak berasal dari dalam diri kita, tetapi dari Tuhan. Dr. John Piper menjelaskan bahwa kita tidak dipanggil untuk mencari nilai dalam diri sendiri, tetapi untuk menemukan kasih dan kepuasan kita dalam Allah.
Pandangan Alkitabiah:
1 Yohanes 4:10 berkata:
"Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita."
Kita tidak perlu "mencintai diri sendiri lebih dulu" sebelum menerima kasih Tuhan. Justru, saat kita memahami betapa besarnya kasih Tuhan bagi kita, kita dapat hidup dalam identitas yang benar dan mengasihi orang lain dengan kasih yang dari Tuhan.
Kesimpulan: Identitas Sejati Ada di dalam Kristus
Kelima mitos ini mencerminkan pandangan dunia yang salah tentang identitas pribadi. Teologi Reformed dengan jelas mengajarkan bahwa identitas sejati kita tidak ditemukan dalam pencapaian, opini manusia, atau pencarian diri, tetapi hanya dalam hubungan kita dengan Kristus.
Ringkasan 5 kebenaran berdasarkan Alkitab:
-
Identitas kita tidak ditentukan oleh pekerjaan atau pencapaian, tetapi oleh anugerah Tuhan. (Efesus 2:8-9)
-
Identitas kita tidak berasal dari dalam diri sendiri, tetapi ditentukan oleh Sang Pencipta. (Yesaya 43:1)
-
Identitas kita tidak dikunci oleh masa lalu, karena kita telah menjadi ciptaan baru dalam Kristus. (2 Korintus 5:17)
-
Identitas kita tidak bergantung pada opini manusia, tetapi pada apa yang Tuhan katakan tentang kita. (Galatia 1:10)
-
Identitas sejati ditemukan bukan dalam mencintai diri sendiri, tetapi dalam kasih Allah yang telah lebih dulu mengasihi kita. (1 Yohanes 4:10)
Dengan memahami kebenaran ini, kita dapat hidup dalam kepastian dan sukacita, mengetahui bahwa kita adalah anak-anak Allah yang dikasihi, ditebus, dan dipanggil untuk kemuliaan-Nya.
Soli Deo Gloria!