Inkarnasi Kristus: Filipi 2:7

Inkarnasi Kristus: Filipi 2:7

Pendahuluan

Filipi 2:7 adalah salah satu ayat yang paling dalam dalam Kristologi, karena berbicara tentang inkarnasi Yesus Kristus—bagaimana Allah yang kekal merendahkan diri-Nya dan menjadi manusia demi keselamatan umat-Nya.

Ayat ini berbunyi:

"Sebaliknya, Ia membuat diri-Nya tidak memiliki apa-apa dan menghambakan diri sebagai budak untuk menjadi sama dengan rupa manusia." (Filipi 2:7, AYT)

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna mendalam Filipi 2:7 dalam perspektif teologi Reformed, dengan mengacu pada pemikiran para pakar seperti John Calvin, John Owen, R.C. Sproul, dan Martyn Lloyd-Jones. Kita akan melihat bagaimana Kristus mengosongkan diri-Nya, arti sejati dari inkarnasi, dan bagaimana kita dipanggil untuk meneladani kerendahan hati-Nya.

1. Konteks Filipi 2:7 dalam Surat Filipi

Filipi 2:7 adalah bagian dari hymne Kristologi (Filipi 2:6-11) yang menjelaskan kerendahan hati dan pengagungan Yesus Kristus.

Beberapa poin penting dalam konteks Filipi 2:7:

  1. Yesus adalah Allah sejak kekekalan (Filipi 2:6).
  2. Ia rela mengosongkan diri-Nya dan menjadi manusia (Filipi 2:7).
  3. Ia taat sampai mati, bahkan di kayu salib (Filipi 2:8).
  4. Karena ketaatan-Nya, Allah meninggikan Dia atas segala nama (Filipi 2:9-11).

Filipi 2:7 menunjukkan bahwa inkarnasi Kristus bukan hanya sekadar menjadi manusia, tetapi juga tindakan kerendahan hati dan pelayanan yang sempurna.

2. Eksposisi Filipi 2:7

a) "Sebaliknya, Ia membuat diri-Nya tidak memiliki apa-apa..."

Frasa ini dalam bahasa Yunani adalah "heauton ekenōsen", yang berarti "Ia mengosongkan diri-Nya" (kenosis).

Menurut John Calvin, "mengosongkan diri" bukan berarti Yesus meninggalkan keilahian-Nya, tetapi Ia rela untuk tidak menggunakan hak-hak-Nya sebagai Allah selama inkarnasi-Nya. Calvin menulis:

"Kristus tetap Allah, tetapi Ia merendahkan diri-Nya dengan mengambil rupa manusia, agar dalam daging manusiawi-Nya, Ia dapat menjalankan keselamatan umat-Nya."

R.C. Sproul menegaskan bahwa Yesus tidak berhenti menjadi Allah, tetapi Ia menanggalkan hak istimewa-Nya dan memilih untuk hidup sebagai manusia yang terbatas.

Menurut John Owen, kenosis Kristus menunjukkan kerelaan Yesus untuk tunduk kepada kehendak Bapa dan mengalami penderitaan manusiawi demi keselamatan kita.

b) "...dan menghambakan diri sebagai budak..."

Yesus bukan hanya menjadi manusia biasa, tetapi mengambil posisi sebagai seorang hamba.

Menurut John Calvin, Yesus menunjukkan kerendahan hati yang sejati dengan tidak hanya menjadi manusia, tetapi juga hidup dalam kondisi yang paling rendah dan melayani orang lain.

Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa Yesus tidak datang untuk berkuasa sebagai raja duniawi, tetapi untuk melayani dan mengorbankan diri-Nya bagi banyak orang (Markus 10:45).

R.C. Sproul menegaskan bahwa Kristus mengambil posisi seorang hamba untuk menunjukkan bahwa kebesaran sejati datang dari pelayanan, bukan dari kekuasaan duniawi.

c) "...untuk menjadi sama dengan rupa manusia."

Yesus benar-benar menjadi manusia dengan semua keterbatasan fisik dan emosional manusia, kecuali dalam hal dosa.

Menurut John Owen, "menjadi sama dengan rupa manusia" berarti Yesus mengalami segala sesuatu yang dialami manusia, seperti kelelahan, rasa lapar, kesedihan, dan penderitaan.

R.C. Sproul menekankan bahwa Yesus tidak hanya terlihat seperti manusia, tetapi benar-benar menjadi manusia sejati, tanpa kehilangan keilahian-Nya.

Menurut Martyn Lloyd-Jones, bagian ini menegaskan bahwa Yesus tidak hanya datang untuk menyelamatkan manusia, tetapi juga untuk berempati dengan kelemahan kita (Ibrani 4:15).

3. Teologi Reformed tentang Inkarnasi dan Kerendahan Hati Kristus

a) Kristus sebagai Allah yang Menjadi Manusia

Dalam teologi Reformed, kita percaya bahwa Yesus memiliki dua natur: keilahian yang sempurna dan kemanusiaan yang sempurna.

Menurut John Calvin, inkarnasi tidak berarti Yesus kehilangan keilahian-Nya, tetapi Ia menambahkan kemanusiaan-Nya kepada keilahian-Nya.

John Owen menegaskan bahwa Yesus tetap memiliki atribut Allah, tetapi Ia menundukkan diri-Nya kepada keterbatasan manusiawi selama pelayanan-Nya di dunia.

b) Kristus sebagai Hamba yang Menderita

Yesaya 53:3 menyebut Yesus sebagai "Hamba yang menderita", yang rela mengalami penderitaan demi menebus dosa manusia.

Menurut R.C. Sproul, ini menunjukkan bahwa penderitaan Yesus bukanlah suatu kebetulan, tetapi bagian dari rencana Allah sejak semula.

Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa kerendahan hati Kristus adalah model bagi semua orang percaya dalam bagaimana kita harus hidup dan melayani.

c) Kenosis: Apa yang Sebenarnya Dikosongkan?

Dalam teologi Reformed, konsep kenosis (pengosongan diri Kristus) tidak berarti bahwa Kristus berhenti menjadi Allah, tetapi Ia tidak menggunakan hak-hak Ilahi-Nya secara penuh.

Menurut John Calvin, yang "dikosongkan" adalah kemuliaan eksternal-Nya dan hak-hak-Nya sebagai Raja yang berdaulat, bukan esensi keilahian-Nya.

R.C. Sproul menegaskan bahwa Yesus tetap Allah selama di dunia, tetapi memilih untuk hidup sebagai manusia yang tunduk kepada kehendak Bapa.

4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen

a) Meneladani Kerendahan Hati Kristus

Jika Kristus, yang adalah Allah, rela merendahkan diri-Nya, maka kita juga harus menanggalkan kesombongan kita dan melayani dengan kasih.

Menurut John Calvin, kesombongan adalah dosa yang paling bertentangan dengan sifat Kristus, dan kita harus belajar untuk hidup dalam kerendahan hati seperti Dia.

b) Hidup untuk Melayani, Bukan untuk Dilayani

Yesus datang bukan untuk mencari kehormatan duniawi, tetapi untuk melayani.

R.C. Sproul menekankan bahwa kehidupan Kristen bukan tentang mengejar kekuasaan atau penghargaan, tetapi tentang bagaimana kita bisa melayani orang lain dengan kasih Kristus.

c) Menyerahkan Hidup dalam Ketaatan kepada Allah

Yesus taat sepenuhnya kepada kehendak Bapa, bahkan sampai mati.

Menurut Martyn Lloyd-Jones, kita dipanggil untuk hidup dalam ketaatan kepada Allah, menyerahkan segala keinginan kita kepada-Nya, dan percaya bahwa rencana-Nya lebih baik dari rencana kita sendiri.

Kesimpulan

Filipi 2:7 menegaskan bahwa Yesus, yang adalah Allah, rela mengosongkan diri-Nya, menjadi manusia, dan mengambil rupa seorang hamba untuk menyelamatkan umat-Nya.

Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini mengajarkan bahwa:

  1. Yesus tetap Allah selama inkarnasi-Nya, tetapi Ia memilih untuk hidup dalam keterbatasan manusia.
  2. Inkarnasi Yesus adalah tindakan kerendahan hati dan kasih yang terbesar.
  3. Kita dipanggil untuk meneladani kerendahan hati dan ketaatan Kristus dalam kehidupan kita.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup seperti Kristus—melayani, merendahkan diri, dan hidup dalam ketaatan kepada kehendak Allah.

Next Post Previous Post