Kewarganegaraan di Surga: Filipi 3:20

Kewarganegaraan di Surga: Filipi 3:20

Pendahuluan

Filipi 3:20 adalah ayat yang kaya akan makna teologis dan eskatologis. Ayat ini berbicara tentang identitas sejati orang percaya, yaitu sebagai warga kerajaan Allah. Rasul Paulus menuliskan:

“Akan tetapi, kewarganegaraan kita adalah di surga, di mana kita dengan penuh semangat menanti-nantikan Juru Selamat, yaitu Tuhan Yesus Kristus.” (Filipi 3:20, AYT)

Ayat ini menegaskan bahwa orang Kristen bukanlah warga dunia yang sejati, tetapi warga surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju rumah mereka yang kekal. Konsep ini menjadi bagian penting dalam teologi Reformed, yang menekankan pengharapan eskatologis dan kehidupan yang berpusat pada Kristus.

Dalam artikel ini, kita akan membahas eksposisi Filipi 3:20 berdasarkan pemikiran beberapa teolog Reformed serta implikasi ayat ini bagi kehidupan Kristen.

Konteks Filipi 3:20

Surat Filipi ditulis oleh Paulus ketika ia berada dalam penjara, kemungkinan di Roma, sekitar tahun 60-62 M. Paulus menulis kepada jemaat di Filipi, kota yang merupakan koloni Romawi, untuk menguatkan mereka dalam iman dan mengingatkan mereka tentang pengharapan yang sejati.

Filipi 3 membahas berbagai tema penting, termasuk peringatan terhadap mereka yang menolak Injil (Filipi 3:18-19) dan pengharapan akan kemuliaan dalam Kristus (Filipi 3:21). Filipi 3:20 muncul sebagai kontras terhadap ayat-ayat sebelumnya, yang berbicara tentang mereka yang hidup sebagai "musuh salib Kristus" dan yang pikirannya tertuju pada hal-hal duniawi.

Dengan menyatakan bahwa kewarganegaraan orang percaya ada di surga, Paulus mengingatkan jemaat Filipi bahwa identitas sejati mereka bukanlah sebagai warga dunia, melainkan sebagai bagian dari kerajaan Allah.

Eksposisi Filipi 3:20 dalam Perspektif Teologi Reformed

1. Kewarganegaraan Surgawi: Identitas Sejati Orang Percaya

“Akan tetapi, kewarganegaraan kita adalah di surga…”

Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan untuk "kewarganegaraan" adalah politeuma (πολίτευμα), yang berarti komunitas atau status kewarganegaraan. Kata ini memiliki makna yang sangat signifikan bagi jemaat di Filipi karena mereka adalah warga Romawi yang bangga dengan status mereka. Paulus menggunakan istilah ini untuk menunjukkan bahwa status utama mereka bukanlah sebagai warga Roma, melainkan sebagai warga surga.

John Calvin dalam Commentary on Philippians menekankan bahwa identitas sejati orang percaya tidak terikat pada sistem duniawi, tetapi pada kerajaan Kristus. Calvin menyoroti bahwa orang percaya harus menjalani kehidupan di dunia dengan kesadaran bahwa mereka adalah bagian dari pemerintahan ilahi yang lebih besar.

R.C. Sproul dalam bukunya The Holiness of God menegaskan bahwa pemahaman tentang kewarganegaraan surgawi harus mendorong orang Kristen untuk hidup dengan standar yang berbeda dari dunia. Menjadi warga kerajaan Allah berarti memiliki nilai, prioritas, dan cara hidup yang mencerminkan karakter Kristus.

Implikasi dari konsep ini adalah bahwa orang percaya harus hidup sebagai orang asing di dunia ini, tidak terikat oleh sistem dunia yang berdosa, tetapi tetap aktif menjalankan panggilan mereka sebagai terang dan garam dunia.

2. Menanti-Nantikan Juru Selamat dengan Penuh Semangat

“…di mana kita dengan penuh semangat menanti-nantikan Juru Selamat, yaitu Tuhan Yesus Kristus.”

Bagian kedua dari ayat ini berbicara tentang pengharapan eskatologis, yaitu penantian akan kedatangan Kristus yang kedua kali. Dalam teologi Reformed, ini berkaitan erat dengan doktrin already but not yet, yaitu bahwa kerajaan Allah sudah hadir tetapi belum dalam kepenuhannya.

Jonathan Edwards dalam The End for Which God Created the World menekankan bahwa tujuan utama kehidupan orang percaya adalah untuk menikmati kemuliaan Allah. Menantikan Kristus bukan hanya tentang pengharapan masa depan, tetapi juga tentang hidup dalam persiapan dan kekudusan.

John Piper dalam Desiring God menegaskan bahwa orang Kristen sejati harus memiliki hasrat yang mendalam untuk bertemu dengan Kristus. Penantian ini bukan sekadar konsep pasif, tetapi sesuatu yang aktif—dimana orang percaya harus terus bertumbuh dalam iman, melayani Tuhan, dan hidup dalam ketaatan.

Martin Lloyd-Jones dalam khotbahnya tentang Filipi 3:20 menyoroti bahwa kehidupan Kristen harus didasarkan pada perspektif kekekalan. Banyak orang hidup seolah-olah dunia ini adalah tujuan akhir, padahal kehidupan sejati dimulai ketika kita berada di hadapan Kristus dalam kemuliaan.

Implikasi Praktis dalam Kehidupan Kristen

1. Hidup dengan Identitas Surgawi

Jika kita adalah warga surga, maka hidup kita harus mencerminkan standar kerajaan Allah. Ini berarti:

  • Tidak menjadikan dunia ini sebagai tujuan utama.
  • Menolak sistem nilai dunia yang bertentangan dengan Firman Tuhan.
  • Hidup dengan fokus pada kekekalan, bukan pada kesenangan sementara.

2. Menantikan Kristus dengan Kesungguhan

Menanti Kristus bukan berarti pasif, tetapi aktif dalam kehidupan iman. Ini mencakup:

  • Menjalani kehidupan yang kudus dan berkenan kepada Tuhan.
  • Terlibat dalam pelayanan dan penginjilan.
  • Menjalin hubungan yang erat dengan Tuhan melalui doa dan firman-Nya.

3. Tidak Takut dalam Menghadapi Penderitaan

Sebagai warga surga, kita akan mengalami tantangan dan penganiayaan di dunia ini. Namun, Paulus mengajarkan bahwa pengharapan kita ada di dalam Kristus. Ini berarti kita harus:

  • Tetap teguh dalam iman meskipun menghadapi tekanan dunia.
  • Menghadapi penderitaan dengan sukacita karena kita tahu ada kemuliaan yang menanti.
  • Tidak tergoda untuk meninggalkan kebenaran demi kenyamanan dunia.

4. Menjalankan Misi sebagai Duta Kristus

Sebagai warga surga, kita memiliki tugas untuk menjadi saksi Kristus di dunia. Ini berarti kita harus:

  • Menghidupi nilai-nilai kerajaan Allah di tengah masyarakat.
  • Menjadi terang dalam dunia yang gelap.
  • Membagikan kabar baik tentang keselamatan dalam Kristus.

Kesimpulan

Filipi 3:20 mengajarkan bahwa kewarganegaraan sejati orang percaya adalah di surga. Teologi Reformed menekankan bahwa identitas ini bukan hanya untuk masa depan, tetapi juga harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari eksposisi ini, kita belajar bahwa:

  1. Orang percaya bukanlah warga dunia, tetapi warga kerajaan Allah.
  2. Hidup sebagai warga surga berarti memiliki nilai, standar, dan tujuan yang berbeda dari dunia ini.
  3. Kita harus menantikan kedatangan Kristus dengan penuh semangat, bukan dengan sikap pasif, tetapi dengan kehidupan yang aktif dalam iman.
  4. Hidup dengan identitas surgawi membawa konsekuensi: kita harus menghadapi tantangan dunia, tetapi juga memiliki misi untuk membawa terang Kristus kepada orang lain.

Sebagai orang percaya, marilah kita hidup dengan kesadaran bahwa dunia ini bukan rumah kita yang sejati, dan kita harus mempersiapkan diri untuk kehidupan yang kekal di dalam Kristus. Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post