Matius 19:30: Yang Pertama Akan Menjadi yang Terakhir, dan yang Terakhir Akan Menjadi yang Pertama

Pendahuluan
Salah satu pernyataan Yesus yang paling paradoks dalam Injil adalah:
“Akan tetapi, banyak orang yang pertama akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang pertama.” (Matius 19:30, AYT)
Ayat ini mengandung makna mendalam tentang bagaimana Allah membalikkan standar dunia dalam kerajaan-Nya. Perkataan Yesus ini merupakan bagian dari respons-Nya terhadap pertanyaan Petrus tentang upah bagi mereka yang telah meninggalkan segalanya untuk mengikuti-Nya (Matius 19:27).
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi eksposisi Matius 19:30 berdasarkan perspektif teologi Reformed serta makna teologisnya dalam kehidupan Kristen.
Konteks Matius 19:30
Matius 19 berbicara tentang beberapa tema penting:
- Perceraian dan Pernikahan (Matius 19:1-12) – Yesus mengajarkan bahwa pernikahan adalah lembaga ilahi yang tidak boleh dipandang remeh.
- Yesus dan Anak-Anak Kecil (Matius 19:13-15) – Yesus menekankan bahwa kerajaan Allah diberikan kepada mereka yang memiliki hati seperti anak kecil.
- Orang Muda yang Kaya (Matius 19:16-26) – Seorang pemuda kaya menanyakan bagaimana ia bisa memperoleh hidup yang kekal, tetapi akhirnya pergi dengan sedih karena tidak mau melepaskan kekayaannya.
- Upah Mengikut Yesus (Matius 19:27-30) – Petrus bertanya tentang apa yang akan diterima oleh mereka yang telah meninggalkan segalanya untuk mengikuti Kristus.
Ayat 30 adalah puncak dari pengajaran Yesus, yang menunjukkan bahwa kerajaan Allah tidak mengikuti prinsip dunia ini.
Eksposisi Matius 19:30 dalam Perspektif Teologi Reformed
1. Paradoks dalam Kerajaan Allah
“Akan tetapi, banyak orang yang pertama akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang pertama.”
Yesus sering menggunakan paradoks untuk mengajarkan kebenaran rohani. Dalam konteks ini, "yang pertama" merujuk pada mereka yang memiliki keistimewaan atau kekayaan dalam dunia ini, sementara "yang terakhir" adalah mereka yang dianggap rendah oleh masyarakat.
a. Kebanggaan Manusia Berlawanan dengan Anugerah Allah
John Calvin dalam Commentary on Matthew menekankan bahwa manusia sering mengandalkan pencapaian dan status mereka sebagai ukuran keberhasilan. Namun, dalam kerajaan Allah, keselamatan tidak bergantung pada usaha manusia, tetapi pada anugerah-Nya.
Calvin menyatakan bahwa mereka yang merasa diri pertama dalam dunia ini sering kali mengabaikan ketergantungan mereka pada Tuhan, sementara mereka yang terakhir, yaitu yang miskin dan rendah hati, justru menyadari kebutuhan mereka akan anugerah Allah.
b. Kebalikan dari Standar Dunia
Jonathan Edwards dalam The End for Which God Created the World menyoroti bahwa Allah dimuliakan ketika Ia membalikkan standar dunia dan menunjukkan bahwa kemuliaan sejati ada dalam penyerahan diri kepada-Nya.
Orang yang dianggap besar di dunia bisa menjadi yang terakhir di hadapan Tuhan jika mereka tidak memiliki hati yang rendah hati dan bersandar sepenuhnya pada Kristus.
2. Aplikasi dalam Konteks Orang Muda yang Kaya
Matius 19:30 harus dilihat dalam hubungan dengan kisah pemuda kaya (Matius 19:16-26).
a. Orang Muda yang Kaya Sebagai Contoh “Yang Pertama”
Pemuda kaya ini adalah contoh seseorang yang "pertama" dalam standar dunia. Ia memiliki kekayaan, status sosial, dan mungkin reputasi moral yang baik. Namun, ketika Yesus menantangnya untuk meninggalkan hartanya dan mengikuti-Nya, ia menolak.
b. Murid-Murid Yesus Sebagai Contoh “Yang Terakhir”
Sebaliknya, para murid Yesus—yang kebanyakan berasal dari latar belakang sederhana—telah meninggalkan segalanya untuk mengikut Yesus. Dalam standar dunia, mereka adalah “yang terakhir,” tetapi dalam kerajaan Allah, mereka akan mendapatkan upah yang jauh lebih besar.
Martin Lloyd-Jones dalam Studies in the Sermon on the Mount menegaskan bahwa kerajaan Allah selalu menantang konsep kebesaran manusia. Apa yang dianggap sukses di dunia tidak selalu berharga di mata Tuhan.
3. Prinsip Anugerah dalam Keselamatan
Dalam teologi Reformed, Matius 19:30 sangat berkaitan dengan doktrin anugerah Allah.
a. Keselamatan Bukan Berdasarkan Usaha Manusia
Charles Spurgeon dalam All of Grace menegaskan bahwa keselamatan diberikan berdasarkan anugerah, bukan karena status sosial atau usaha manusia. Orang yang pertama dalam dunia ini sering kali mengandalkan kekuatan sendiri, sementara yang terakhir datang kepada Tuhan dengan kerendahan hati.
b. Doktrin Predestinasi dan Pemilihan Allah
R.C. Sproul dalam Chosen by God mengaitkan ayat ini dengan doktrin predestinasi. Allah memilih mereka yang dianggap hina oleh dunia untuk menjadi bagian dari kerajaan-Nya (1 Korintus 1:27-29).
Mereka yang terakhir di dunia ini—miskin, tertindas, dan rendah hati—sering kali menjadi yang pertama dalam kerajaan Allah karena mereka menerima Injil dengan hati terbuka.
4. Makna Teologis Matius 19:30 dalam Teologi Reformed
1. Anugerah Allah Melampaui Standar Dunia
Allah sering memilih orang-orang yang dianggap hina untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Keselamatan tidak diberikan berdasarkan status atau pencapaian manusia, tetapi berdasarkan kehendak dan kasih karunia-Nya.
2. Pembalikan Standar Dunia dalam Kerajaan Allah
Mereka yang terlihat sukses di dunia ini belum tentu memiliki tempat yang tinggi dalam kerajaan Allah. Sebaliknya, mereka yang dianggap kecil dan rendah justru akan ditinggikan oleh Tuhan.
3. Keselamatan Tidak Dapat Diperoleh Melalui Kekayaan atau Pencapaian
Orang muda yang kaya adalah contoh bagaimana manusia sering kali terikat oleh harta dan kedudukan mereka. Yesus menegaskan bahwa keselamatan bukan tentang memiliki banyak hal, tetapi tentang memiliki hati yang sepenuhnya bergantung pada Tuhan.
4. Kerajaan Allah Beroperasi Berdasarkan Anugerah, Bukan Meritokrasi
Dunia mengajarkan bahwa mereka yang bekerja lebih keras dan memiliki pencapaian lebih tinggi akan mendapatkan lebih banyak. Namun, dalam kerajaan Allah, semua adalah penerima anugerah yang sama, seperti dalam perumpamaan pekerja di kebun anggur (Matius 20:1-16).
Implikasi Praktis dalam Kehidupan Kristen
1. Hidup dalam Kerendahan Hati
Sebagai orang percaya, kita tidak boleh membanggakan diri atas status atau pencapaian kita. Kerajaan Allah bukan tentang siapa yang lebih hebat, tetapi tentang siapa yang lebih rendah hati.
2. Tidak Tertipu oleh Ukuran Keberhasilan Dunia
Kesuksesan dalam dunia ini bukanlah jaminan keberhasilan dalam kerajaan Allah. Kita harus mengevaluasi apakah kita hidup sesuai dengan nilai-nilai kerajaan atau hanya mengejar kesuksesan duniawi.
3. Mempercayai Keadilan Allah
Terkadang, mereka yang setia dalam iman justru mengalami kesulitan di dunia ini. Tetapi janji Kristus menunjukkan bahwa di hadapan Allah, keadilan akan ditegakkan, dan mereka yang rendah hati akan ditinggikan.
4. Mengutamakan Anugerah di Atas Usaha Pribadi
Kita harus selalu mengingat bahwa kita diselamatkan bukan karena usaha kita, tetapi karena kasih karunia Allah. Ini harus menghasilkan sikap syukur dan ketergantungan penuh kepada-Nya.
Kesimpulan
Matius 19:30 adalah pengajaran penting tentang bagaimana kerajaan Allah membalikkan standar dunia. Dari eksposisi ini, kita belajar bahwa:
- Allah tidak melihat keberhasilan duniawi sebagai ukuran keberhasilan rohani.
- Keselamatan adalah hasil dari anugerah, bukan usaha manusia.
- Mereka yang terakhir di dunia ini bisa menjadi yang pertama di hadapan Allah jika mereka hidup dalam iman dan kerendahan hati.
- Keadilan Allah akan dinyatakan pada akhirnya, dan mereka yang setia akan menerima upah kekal.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk tidak mengejar kebesaran duniawi, tetapi untuk hidup dalam iman dan kasih kepada Kristus. Soli Deo Gloria!