Roma 1:26-27: Dosa, Penghakiman Allah, dan Kebenaran Injil

Pendahuluan
Roma 1:26-27 adalah bagian dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma yang berbicara tentang konsekuensi dari penolakan manusia terhadap Allah. Dalam ayat ini, Paulus menjelaskan bagaimana Allah menyerahkan manusia kepada hawa nafsu yang tidak wajar sebagai akibat dari pemberontakan mereka terhadap-Nya.
Ayat-ayat ini berbunyi:
"Karena itu, Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang hina, sebab perempuan-perempuan mereka menukar hubungan yang wajar dengan hubungan yang tidak wajar." (Roma 1:26, AYT)
"Begitu juga dengan laki-laki, mereka meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan perempuan, sebaliknya hawa nafsu mereka menyala-nyala terhadap sesamanya; laki-laki melakukan perbuatan-perbuatan yang memalukan dengan laki-laki; dan menerima dalam diri mereka hukuman atas kesesatan mereka." (Roma 1:27, AYT)
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna ayat ini dalam perspektif teologi Reformed, melihat konteks historisnya, serta bagaimana penerapannya dalam kehidupan Kristen masa kini.
I. Konteks Historis dan Latar Belakang Surat Roma
Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus sekitar tahun 57 M kepada jemaat di Roma. Tujuan utama dari surat ini adalah untuk menjelaskan Injil sebagai kekuatan Allah untuk keselamatan (Roma 1:16) dan bagaimana seluruh umat manusia, baik Yahudi maupun non-Yahudi, berada di bawah murka Allah karena dosa.
Dalam pasal 1, Paulus menjelaskan bagaimana penolakan manusia terhadap Allah menyebabkan mereka jatuh ke dalam kebejatan moral. Dosa bukan hanya sekadar pelanggaran terhadap hukum, tetapi juga akibat dari hati yang menolak kebenaran Allah dan menggantikannya dengan kebohongan (Roma 1:18-25).
Roma 1:26-27 adalah bagian dari penggambaran Paulus tentang bagaimana dosa merusak ciptaan Allah dan mengubah tatanan alami yang telah Ia tetapkan.
II. Eksposisi Roma 1:26-27 dalam Perspektif Teologi Reformed
1. "Karena itu, Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang hina" (Roma 1:26a)
Frasa "Allah menyerahkan mereka" (Yunani: paredōken autous ho Theos) menunjukkan tindakan penghakiman Allah. Ini bukan berarti Allah secara aktif membuat mereka berdosa, tetapi bahwa Ia membiarkan mereka terjerumus lebih dalam ke dalam dosa sebagai konsekuensi dari penolakan mereka terhadap kebenaran.
John Calvin dalam komentarnya tentang ayat ini menekankan bahwa dosa adalah akibat dari hati manusia yang menolak Allah. Calvin menulis:
“Ketika manusia menolak Allah, Ia tidak perlu secara langsung menghukum mereka. Ia cukup membiarkan mereka tenggelam dalam keinginan hati mereka sendiri, yang membawa mereka kepada kehancuran.”
Dalam perspektif Reformed, ini terkait dengan doktrin kehancuran total (total depravity), yang mengajarkan bahwa manusia yang jatuh dalam dosa tidak dapat memilih yang benar tanpa anugerah Allah.
2. "Perempuan-perempuan mereka menukar hubungan yang wajar dengan hubungan yang tidak wajar" (Roma 1:26b)
Paulus secara eksplisit menyebutkan perubahan tatanan seksual yang alami menjadi tidak wajar. Ini adalah salah satu dari sedikit ayat dalam Alkitab yang secara khusus menyebutkan penyimpangan seksual di antara perempuan.
John MacArthur dalam komentarnya menulis bahwa hubungan yang tidak wajar ini adalah tanda dari suatu masyarakat yang telah sepenuhnya menolak hukum moral Allah. Ia berkata:
“Ketika sebuah bangsa atau peradaban menolak Allah, salah satu tanda yang paling jelas adalah meningkatnya penyimpangan seksual dan kebejatan moral.”
3. "Begitu juga dengan laki-laki, mereka meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan perempuan" (Roma 1:27a)
Paulus melanjutkan dengan menyebutkan bagaimana laki-laki meninggalkan hubungan seksual yang wajar dengan perempuan dan beralih kepada sesama jenis.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa ketika manusia menolak tatanan ciptaan Allah, mereka tidak hanya berdosa secara moral, tetapi juga menghancurkan keseimbangan yang telah Allah tetapkan dalam dunia ini.
“Ketika manusia menolak kebenaran Allah, mereka menciptakan realitas baru yang bertentangan dengan desain ilahi, dan akibatnya adalah kehancuran.”
Dalam perspektif Reformed, ini menegaskan bahwa seksualitas adalah bagian dari tatanan ciptaan Allah yang dirancang untuk mencerminkan hubungan antara Kristus dan gereja-Nya (Efesus 5:31-32).
4. "Hawa nafsu mereka menyala-nyala terhadap sesamanya" (Roma 1:27b)
Paulus menggunakan kata Yunani ekkaiō, yang berarti "terbakar dengan nafsu yang kuat." Ini menggambarkan bagaimana dosa tidak hanya muncul secara pasif, tetapi juga aktif mengejar kehancuran diri sendiri.
R.C. Sproul dalam bukunya The Holiness of God menjelaskan bahwa dosa bukan hanya pelanggaran hukum moral, tetapi juga perbudakan yang menghancurkan manusia. Sproul menulis:
“Ketika manusia menolak Allah, mereka tidak hanya jatuh ke dalam dosa, tetapi juga diperbudak olehnya, sehingga mereka tidak lagi mampu melepaskan diri dari belenggunya.”
5. "Mereka menerima dalam diri mereka hukuman atas kesesatan mereka" (Roma 1:27c)
Paulus menyatakan bahwa dosa itu sendiri membawa konsekuensi yang menghancurkan. Hukuman di sini tidak hanya merujuk pada hukuman akhir di penghakiman terakhir, tetapi juga kerusakan moral, sosial, dan fisik yang dialami manusia sebagai akibat dari dosa.
Jonathan Edwards dalam khotbahnya Sinners in the Hands of an Angry God menegaskan bahwa penghakiman Allah tidak selalu datang dalam bentuk hukuman eksternal, tetapi sering kali dengan membiarkan manusia tenggelam dalam dosa mereka sendiri.
“Salah satu bentuk murka Allah adalah ketika Ia membiarkan manusia terbenam dalam kesenangan dosa mereka sendiri hingga mereka hancur oleh akibatnya.”
III. Makna Teologis Roma 1:26-27: Dosa, Penghakiman Allah, dan Kebenaran Injil
1. Dosa sebagai Akibat dari Penolakan terhadap Allah
Dalam Roma 1:18-25, Paulus menjelaskan bagaimana manusia menolak kebenaran Allah dan memilih untuk menyembah ciptaan daripada Sang Pencipta. Akibatnya, dalam ayat 26-27, Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang hina sebagai bentuk konsekuensi atas pemberontakan mereka.
Menurut John MacArthur, konsep "Allah menyerahkan mereka" (Greek: paredōken) menunjukkan bahwa Allah tidak hanya membiarkan manusia berbuat dosa, tetapi juga secara aktif menyerahkan mereka kepada akibat dari pilihan mereka. Ini adalah bentuk penghakiman di mana Allah menarik perlindungan-Nya dan membiarkan manusia mengalami akibat penuh dari dosa mereka sendiri.
Teolog R.C. Sproul menekankan bahwa dosa bukan sekadar tindakan moral yang salah, tetapi juga konsekuensi dari keputusan manusia untuk menolak kedaulatan Allah. Ketika manusia mengabaikan kebenaran Allah, mereka akhirnya jatuh ke dalam pola hidup yang semakin jauh dari kehendak-Nya.
2. Bentuk Penghakiman Allah terhadap Manusia
Paulus menyebutkan bahwa Allah membiarkan manusia tenggelam dalam "hawa nafsu yang hina." Menurut Douglas Moo, ini menunjukkan bahwa dosa seksual, termasuk hubungan sesama jenis yang disebut dalam ayat ini, bukan hanya pelanggaran moral tetapi juga tanda dari penghakiman Allah atas manusia yang menolak-Nya.
Dalam Perjanjian Lama, tindakan serupa digambarkan dalam Kejadian 19, ketika Allah menghancurkan Sodom dan Gomora karena dosa mereka. Menurut D.A. Carson, ini menunjukkan bahwa dosa seksual bukan hanya masalah moral pribadi, tetapi juga memiliki dampak sosial dan spiritual yang luas.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penghakiman Allah di sini bukan hanya untuk dosa seksual, tetapi untuk seluruh tindakan pemberontakan manusia terhadap-Nya. Dalam Roma 1:28-32, Paulus melanjutkan dengan daftar berbagai bentuk dosa lainnya, termasuk keserakahan, iri hati, pembunuhan, dan kejahatan lainnya. Ini menunjukkan bahwa semua bentuk dosa adalah ekspresi dari hati yang telah menolak Allah.
3. Dosa dan Konsekuensinya
Paulus menyebutkan bahwa mereka yang hidup dalam dosa "menerima dalam diri mereka hukuman atas kesesatan mereka" (Roma 1:27). Para teolog menafsirkan bagian ini sebagai konsekuensi alami dari dosa.
Menurut Charles Spurgeon, dosa bukan hanya tindakan melawan hukum Allah, tetapi juga membawa akibat yang merusak bagi pelakunya. Seseorang yang hidup dalam dosa akan mengalami penderitaan fisik, emosional, dan spiritual.
Dalam konteks ini, konsekuensi dosa bisa berarti:
- Rasa bersalah dan kehilangan damai sejahtera.
- Kerusakan hubungan dengan Tuhan dan sesama.
- Hidup dalam kebingungan moral dan kehancuran spiritual.
Yesus sendiri berkata dalam Yohanes 8:34:
“Setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa.”
Ini berarti bahwa tanpa Kristus, manusia tetap terikat dalam dosa dan tidak memiliki kuasa untuk melepaskan diri.
4. Kebenaran Injil sebagai Jalan Keluar dari Dosa
Meskipun Roma 1:26-27 berbicara tentang konsekuensi dosa dan penghakiman Allah, inti dari pesan Paulus dalam kitab Roma adalah keselamatan melalui Injil Yesus Kristus.
Menurut Tim Keller, surat Roma tidak hanya menunjukkan kebobrokan manusia, tetapi juga menawarkan solusi: kebenaran Allah yang dinyatakan dalam Injil.
Roma 3:23-24 menyatakan:
“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, tetapi mereka dibenarkan dengan cuma-cuma oleh kasih karunia-Nya melalui penebusan dalam Kristus Yesus.”
Pesan teologis utama dari kitab Roma adalah bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk ditebus oleh darah Kristus. Meskipun manusia berada dalam kondisi berdosa dan mengalami konsekuensi dari dosa mereka, Allah menyediakan jalan keluar melalui salib Kristus.
Paulus juga menekankan dalam 1 Korintus 6:9-11 bahwa beberapa jemaat di Korintus sebelumnya hidup dalam berbagai dosa, termasuk dosa seksual, tetapi mereka telah dibersihkan oleh darah Kristus:
“Tetapi kamu telah dibasuh, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan oleh Roh Allah kita.”
5. Panggilan untuk Hidup dalam Kebenaran
Roma 1:26-27 mengajarkan bahwa dosa membawa penghakiman, tetapi juga mengingatkan bahwa Allah memanggil manusia untuk kembali kepada-Nya. Keselamatan dalam Kristus bukan hanya tentang pengampunan, tetapi juga tentang hidup dalam ketaatan kepada Allah.
Efesus 5:8-9 berkata:
“Dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Hiduplah sebagai anak-anak terang.”
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kebenaran dan meninggalkan dosa. Ini berarti:
- Mengandalkan kasih karunia Allah untuk menang atas godaan.
- Hidup sesuai dengan firman Tuhan.
- Menjadi saksi Injil bagi mereka yang masih hidup dalam kegelapan.
IV. Penerapan Roma 1:26-27 dalam Kehidupan Kristen
- Menjaga Kemurnian Moral – Orang percaya harus hidup sesuai dengan standar Allah dalam hal moralitas dan seksualitas (1 Korintus 6:18-20).
- Mengasihi tetapi Tidak Mengkompromikan Kebenaran – Kita dipanggil untuk mengasihi orang berdosa, tetapi tidak membenarkan dosa (Efesus 4:15).
- Bersaksi tentang Kuasa Injil – Hanya Injil yang bisa mengubahkan hati manusia dan membebaskan mereka dari perbudakan dosa (Roma 1:16).
- Tetap Berpegang pada Firman Allah – Dalam dunia yang semakin menolak standar Allah, kita harus tetap setia pada kebenaran-Nya (Mazmur 119:105).
Kesimpulan
Roma 1:26-27 adalah peringatan tentang konsekuensi dari menolak Allah dan menggantikan kebenaran-Nya dengan kebohongan. Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini menegaskan bahwa Allah menyerahkan orang yang menolak-Nya ke dalam dosa mereka sendiri sebagai bentuk penghakiman.
Namun, pengharapan tetap ada dalam Injil. Meskipun manusia telah jatuh ke dalam dosa, Kristus telah datang untuk membawa keselamatan bagi mereka yang bertobat dan percaya kepada-Nya.
"Kiranya kita tetap teguh dalam iman, hidup dalam kebenaran Allah, dan membawa terang Injil bagi dunia yang semakin gelap."