1 Petrus 2:18 — Tunduk kepada Otoritas yang Tidak Adil: Kasih Karunia dalam Penderitaan

Teks Ayat (AYT):
“Hamba-hamba, tunduklah kepada tuanmu dengan segala hormat. Bukan hanya kepada mereka yang baik dan lemah lembut, tetapi juga kepada mereka yang tidak adil.”— 1 Petrus 2:18
1. Pendahuluan: Ketaatan dalam Dunia yang Tidak Adil
Pada zaman modern yang sangat menjunjung tinggi kebebasan dan hak individu, perintah dalam 1 Petrus 2:18 terdengar radikal, bahkan konfrontatif. Ayat ini meminta hamba-hamba (doulos) untuk tunduk dengan penuh hormat, bahkan kepada tuan yang kejam dan tidak adil.
Namun, dalam terang teologi Reformed, ini bukanlah bentuk penindasan pasif, melainkan ekspresi iman aktif yang meneladani Kristus. Artikel ini akan mengupas bagaimana prinsip ini diterapkan, apa makna spiritualnya, dan bagaimana respons orang Kristen seharusnya dalam menghadapi ketidakadilan.
2. Konteks Sejarah dan Budaya
a. Kondisi Sosial Hamba di Abad Pertama
Istilah “hamba” (Yunani: οἰκέτης, oiketēs) merujuk pada hamba rumah tangga, bukan budak dalam pengertian modern. Hamba-hamba ini adalah bagian dari sistem sosial Roma dan sering hidup dekat dengan tuan mereka. Namun, mereka tidak memiliki hak hukum dan bisa mengalami perlakuan yang tidak adil.
b. Tujuan Surat Petrus
Surat ini ditulis kepada orang-orang percaya yang hidup di tengah penganiayaan, ditindas secara sosial, dan mengalami marginalisasi. Petrus mendorong mereka untuk hidup sebagai umat pilihan (1 Ptr 2:9), yang menunjukkan karakter Kristus melalui ketaatan dan pengudusan, bahkan dalam penderitaan.
3. Penafsiran Teolog Reformed
a. John Calvin: “Tunduk sebagai Bentuk Kesalehan”
Calvin dalam komentarnya menegaskan bahwa perintah untuk tunduk bukan karena manusia itu superior, tetapi karena ketaatan kepada Tuhan.
“Bukan karena manusia layak ditaati, tetapi karena kita menghormati Allah yang menempatkan otoritas itu. Bahkan jika tuan itu tidak adil, kita tunduk demi nama Kristus.”
Calvin melihat hal ini sebagai ujian iman, di mana ketekunan dalam penderitaan menunjukkan kasih karunia sejati.
b. R.C. Sproul: “Kebebasan dalam Ketaatan”
Dalam Essential Truths of the Christian Faith, Sproul menekankan bahwa ketaatan kepada otoritas duniawi adalah refleksi dari kedaulatan Allah atas segala hal.
“Ketika kita tunduk bahkan kepada pemimpin yang tidak adil, kita tidak tunduk kepada kejahatan, tetapi kepada kehendak Allah yang lebih besar.”
Sproul juga menekankan pentingnya pemahaman doktrin providensia — bahwa Allah tetap berdaulat bahkan di tengah ketidakadilan.
c. Edmund Clowney: “Imitasi Kristus dalam Penderitaan”
Clowney dalam bukunya The Message of 1 Peter menegaskan bahwa penderitaan dalam ayat ini harus dilihat dalam konteks penderitaan Kristus (1 Petrus 2:21-24).
“Petrus tidak memerintahkan kepasifan. Ia menulis kepada umat Allah agar mereka, dengan keberanian rohani, mengikuti jejak Kristus yang menderita dengan benar.”
Ini adalah bentuk pemberontakan spiritual terhadap dosa, bukan kepada otoritas itu sendiri.
4. Dimensi Kristologis: Meneladani Kristus
1 Petrus 2:18 adalah bagian dari bagian yang lebih besar (1 Ptr 2:13–25) yang berbicara tentang penundukan kepada otoritas, dan puncaknya adalah Kristus sebagai teladan utama.
1 Petrus 2:21: “Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah memberikan teladan bagimu supaya kamu mengikuti jejak-Nya.”
1 Petrus 2:23: “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan caci maki.”
Dengan demikian, ketaatan hamba kepada tuan, termasuk yang tidak adil, adalah cerminan nyata dari iman kepada Kristus yang menderita dengan taat.
5. Perspektif Etika Reformed: Tunduk Bukan Menyerah Buta
Dalam etika Reformed, ketaatan kepada otoritas sipil dan sosial memiliki batas moral. Para teolog seperti Abraham Kuyper menekankan bahwa:
-
Tunduk kepada otoritas tidak berarti menyetujui dosa.
-
Tunduk berarti mengakui struktur yang Allah tetapkan, sambil tetap menjaga integritas rohani.
-
Jika otoritas memerintahkan sesuatu yang melawan Allah, maka orang percaya harus taat kepada Allah terlebih dahulu (Kisah Para Rasul 5:29).
Namun dalam konteks 1 Petrus 2:18, ketidakadilan yang dimaksud adalah bentuk perlakuan tidak adil yang tidak secara langsung bertentangan dengan iman, melainkan bersifat menyakitkan secara pribadi. Dalam konteks ini, Petrus berkata: “Tunduklah.”
6. Aplikasi Teologis dan Spiritualitas Praktis
a. Pengudusan melalui Penderitaan
Teologi Reformed melihat penderitaan sebagai alat Allah untuk menguduskan umat-Nya. Dalam Roma 5:3-5 dan Yakobus 1:2-4, penderitaan menghasilkan ketekunan dan kesalehan.
Petrus menyatakan bahwa penderitaan yang ditanggung dengan benar adalah anugerah (1 Petrus 2:19-20). Maka, ketika seorang hamba tunduk kepada tuan yang kejam demi Kristus, ia menunjukkan kasih karunia Allah yang bekerja dalam dirinya.
b. Kesaksian Injil Melalui Hidup
Tunduk kepada otoritas yang tidak adil dapat menjadi kesaksian Injil yang hidup. Dalam masyarakat yang penuh perlawanan dan kekerasan, orang Kristen yang sabar, hormat, dan teguh dalam iman akan menjadi terang (1 Petrus 2:12).
c. Kerendahan Hati dan Ketekunan
Menghadapi otoritas yang sulit sering kali membongkar kesombongan dan pemberontakan hati. Dalam teologi Reformed, penderitaan digunakan untuk membentuk kerendahan hati, yang merupakan inti dari spiritualitas sejati.
7. Aplikasi Kontemporer: Dalam Dunia Kerja dan Relasi Sosial
Walaupun kita tidak hidup dalam sistem perbudakan seperti zaman Petrus, prinsip ayat ini tetap relevan:
-
Dalam dunia kerja: Seorang karyawan Kristen tetap dipanggil untuk menghormati atasannya, bahkan ketika atasan itu tidak adil, selama tidak diperintahkan melakukan dosa.
-
Dalam hubungan sosial: Menghormati pemimpin masyarakat, pemerintah, bahkan ketika mereka korup atau tidak adil — selama tidak menuntut pelanggaran terhadap hukum Allah.
Sikap ini adalah bentuk spiritualitas aktif, bukan pasif — sebuah tindakan iman kepada Allah yang melihat dan membela umat-Nya.
8. Penegasan dari Teologi Providensia
Ketaatan kepada otoritas yang tidak adil hanya bisa dilakukan bila kita percaya pada doktrin providensia: bahwa Allah memegang kendali atas semua hal, termasuk otoritas yang ada (Roma 13:1-2).
Calvin menekankan:
“Semua otoritas datang dari Allah. Bahkan yang jahat, digunakan Allah untuk tujuan-Nya.”
Maka, ketaatan kita bukan kepada manusia semata, tetapi kepada Allah yang menetapkan struktur kehidupan ini.
9. Tantangan dan Bahaya Penafsiran Keliru
Teologi Reformed sangat hati-hati agar ayat ini tidak disalahgunakan untuk membenarkan kekerasan struktural atau penindasan.
-
Ayat ini bukan pembenaran terhadap perbudakan rasial atau ketidakadilan sistemik.
-
Ayat ini tidak memerintahkan orang Kristen untuk berdiam diri dalam dosa sistemik, tetapi menegaskan sikap rohani dalam penderitaan yang tidak bisa dihindari.
Kesimpulan: Menjadi Saksi Kristus Lewat Ketaatan
1 Petrus 2:18 adalah ajakan untuk hidup dalam kesetiaan dan hormat, bukan hanya ketika itu mudah, tetapi bahkan ketika itu sulit. Dalam terang Injil dan teladan Kristus, setiap orang percaya dipanggil untuk:
-
Menunjukkan ketaatan rohani sebagai kesaksian iman.
-
Menghidupi kasih karunia yang bekerja dalam hati.
-
Mencerminkan ketabahan dan kelembutan Kristus, bahkan di tengah ketidakadilan.