5 Mitos Paling Umum Tentang Pernikahan

5 Mitos Paling Umum Tentang Pernikahan

Pendahuluan

Pernikahan adalah lembaga ilahi yang dirancang oleh Allah sendiri sejak awal penciptaan. Dalam Kejadian 2:24 (AYT) tertulis:

"Sebab itu, seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging."

Namun, di tengah perkembangan zaman, banyak pandangan keliru atau mitos tentang pernikahan yang tersebar luas — bahkan di kalangan orang percaya. Dalam artikel ini, kita akan membahas 5 mitos paling umum tentang pernikahan berdasarkan perspektif Teologi Reformed, dengan merujuk pada pandangan beberapa pakar Reformed seperti John Calvin, Tim Keller, John Piper, dan R.C. Sproul.

Mitos 1: Pernikahan Itu Untuk Membuat Saya Bahagia

Pandangan Umum

Banyak orang memasuki pernikahan dengan ekspektasi bahwa pasangan mereka harus membuat mereka bahagia. Kebahagiaan menjadi tujuan utama.

Perspektif Teologi Reformed

Teologi Reformed menekankan bahwa tujuan utama pernikahan bukanlah kebahagiaan pribadi, melainkan kekudusan dan kemuliaan Allah.

Tim Keller dalam bukunya The Meaning of Marriage mengatakan:

"Jika tujuan utama pernikahan adalah kebahagiaan, maka ketika kesulitan datang, pernikahan akan goyah. Namun jika tujuannya adalah kekudusan, maka setiap tantangan menjadi sarana pertumbuhan rohani."

John Piper dalam This Momentary Marriage juga menegaskan:

"Pernikahan adalah panggung kecil untuk menampilkan drama besar: kasih Kristus kepada gereja."

Aplikasi Praktis

Alih-alih mencari kebahagiaan semata, pasangan suami-istri harus belajar melayani, mengampuni, dan bertumbuh dalam kasih seperti Kristus kepada jemaat-Nya.

Mitos 2: Pernikahan Adalah Tentang Kecocokan Sempurna (Perfect Match)

Pandangan Umum

Banyak orang percaya bahwa ada satu "jodoh sempurna" di dunia ini, dan tugas mereka adalah menemukan orang itu.

Perspektif Teologi Reformed

John Calvin menekankan bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu, termasuk dalam hal pasangan hidup. Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menulis:

"Tidak ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan. Segala sesuatu ada dalam penyelenggaraan Allah."

R.C. Sproul juga mengingatkan:

"Pernikahan bukan tentang menemukan orang yang sempurna, melainkan belajar mengasihi orang yang tidak sempurna dengan kasih Allah."

Aplikasi Praktis

Pasangan suami-istri dipanggil untuk bertumbuh dalam cinta kasih yang berkomitmen, bukan sekadar berdasarkan perasaan cocok atau tidak cocok.

Mitos 3: Pernikahan Itu Mudah Jika Kita Sama-sama Orang Kristen

Pandangan Umum

Ada anggapan bahwa jika dua orang Kristen menikah, maka otomatis pernikahan mereka akan berjalan mulus.

Perspektif Teologi Reformed

Tim Keller menegaskan bahwa meskipun iman Kristen menjadi fondasi kuat, pernikahan tetap memerlukan kerja keras dan pengorbanan.

"Kasih sejati bukanlah perasaan yang datang dan pergi, tetapi sebuah komitmen yang dipelihara setiap hari."

John Piper menyebutkan bahwa pernikahan Kristen adalah tempat untuk mempraktikkan Injil secara nyata — pengampunan, kerendahan hati, dan kasih tanpa syarat.

Aplikasi Praktis

Pernikahan Kristen tidak kebal dari konflik. Yang membedakan adalah bagaimana pasangan mengandalkan kasih karunia Allah untuk mengatasi setiap tantangan.

Mitos 4: Pernikahan Itu Soal 50/50

Pandangan Umum

Banyak orang berpikir bahwa pernikahan adalah tentang pembagian tugas dan tanggung jawab yang seimbang — masing-masing memberi 50%.

Perspektif Teologi Reformed

Pandangan ini bertentangan dengan ajaran kasih agape dalam Alkitab. Kasih agape adalah kasih yang memberi tanpa menghitung untung-rugi.

Tim Keller berkata:

"Dalam pernikahan Kristen, suami dan istri dipanggil untuk memberi 100% tanpa syarat, seperti Kristus yang mengasihi jemaat."

R.C. Sproul menambahkan:

"Kasih sejati dalam pernikahan adalah kasih yang berkorban dan mendahulukan kepentingan pasangan."

Aplikasi Praktis

Daripada menuntut kesetaraan kontribusi, pasangan harus berlomba-lomba dalam kasih dan pelayanan satu sama lain.

Mitos 5: Pernikahan Akan Memenuhi Kekosongan Dalam Diri Saya

Pandangan Umum

Sebagian orang memasuki pernikahan dengan harapan bahwa pasangan mereka akan mengisi semua kekosongan emosional dan spiritual dalam hidup mereka.

Perspektif Teologi Reformed

Pandangan ini berbahaya karena menempatkan pasangan sebagai "mesias kecil" yang tidak mungkin mampu memenuhi kebutuhan terdalam manusia.

Tim Keller dalam The Meaning of Marriage mengatakan:

"Jika Anda membuat pasangan Anda sebagai pusat hidup Anda, maka Anda telah menempatkan beban yang tidak bisa mereka tanggung."

Hanya Allah yang mampu memenuhi kekosongan terdalam manusia. Pernikahan hanyalah sarana, bukan tujuan utama.

Aplikasi Praktis

Pasangan harus belajar menemukan identitas dan kepenuhan dalam relasi dengan Kristus terlebih dahulu sebelum membangun hubungan yang sehat dalam pernikahan.

Kesimpulan: Pernikahan dalam Terang Injil

Kelima mitos di atas menunjukkan bahwa banyak pandangan tentang pernikahan yang tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Teologi Reformed mengajak kita untuk kembali kepada visi Alkitab tentang pernikahan:

  1. Pernikahan untuk kemuliaan Allah, bukan kebahagiaan semata.

  2. Pernikahan adalah komitmen untuk mengasihi orang yang tidak sempurna.

  3. Pernikahan Kristen tetap memerlukan kerja keras dan kasih karunia.

  4. Pernikahan bukan soal bagi hasil 50/50, melainkan memberi tanpa syarat.

  5. Pernikahan bukan pengganti relasi kita dengan Allah.

Next Post Previous Post