Adonai: Mengenal Tuhan sebagai Tuan dan Penguasa

Adonai: Mengenal Tuhan sebagai Tuan dan Penguasa

Pendahuluan: Apa Arti “Adonai”?

Dalam studi Alkitab, nama-nama Allah memiliki makna yang sangat dalam dan kaya. Salah satu nama yang paling sering muncul dalam Perjanjian Lama adalah Adonai (אֲדֹנָי), yang secara literal berarti “Tuan” atau “Penguasa”. Kata ini digunakan untuk menyatakan otoritas, keagungan, dan kedaulatan Allah atas umat-Nya dan seluruh ciptaan.

Dalam tradisi teologi Reformed, nama-nama Allah bukan sekadar gelar, tetapi wahyu diri-Nya sendiri, sehingga mempelajari nama “Adonai” berarti juga mengenal karakter dan cara kerja Allah sebagai Tuhan yang berdaulat.

Artikel ini akan membahas:

  • Arti kata “Adonai” dalam konteks linguistik dan teologis,

  • Penggunaannya dalam Alkitab,

  • Tafsiran para teolog Reformed terhadap nama ini,

  • Implikasi praktis bagi iman dan hidup orang percaya.

1. “Adonai” dalam Konteks Bahasa dan Budaya Ibrani

Secara etimologis, Adonai adalah bentuk jamak dari kata “Adon” yang berarti “tuan, pemilik, atau penguasa”. Namun, dalam konteks penggunaan kepada Allah, bentuk jamak ini bukan untuk menyatakan jumlah, tetapi menunjuk pada kemuliaan dan kebesaran Allah—ini disebut plural of majesty dalam studi bahasa Ibrani.

Contoh penggunaan dalam Alkitab:

  • Mazmur 8:1 (TB):

    "Ya TUHAN, Tuhan kami (YHWH Adonenu), betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!"

  • Yesaya 6:1:

    "Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan (Adonai) duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang..."

Penggunaan “Adonai” di sini menekankan bahwa Allah adalah Tuan yang duduk di atas tahta dan memerintah dengan kemuliaan dan kekudusan.

2. “Adonai” dalam Konteks Pengganti Nama YHWH

Dalam tradisi Yahudi, YHWH (Tetragrammaton) dianggap terlalu kudus untuk diucapkan. Karena itu, setiap kali pembaca Ibrani membaca YHWH, mereka akan menggantinya dengan “Adonai” saat membaca dengan suara.

Para penerjemah Alkitab mengakomodasi hal ini dengan menulis "TUHAN" (dengan huruf kapital semua) untuk YHWH, dan "Tuhan" (dengan huruf besar di awal saja) untuk Adonai. Ini penting dalam studi teks agar kita bisa membedakan keduanya.

3. Teologi Reformed dan Pemahaman Nama-Nama Allah

Dalam pandangan John Calvin, nama-nama Allah bukan sekadar atribut, tetapi cara Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia, agar kita bisa mengenal Dia sesuai dengan kemampuan terbatas kita.

Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menulis:

“Allah menyesuaikan wahyu-Nya kepada pengertian kita, dan nama-nama seperti Adonai menolong kita memahami relasi kita kepada-Nya sebagai Tuan dan kita sebagai hamba.”

Teologi Reformed melihat relasi antara Allah dan manusia sebagai relasi perjanjian—yang mencakup otoritas, kasih, dan ketaatan. Sebutan “Adonai” mencerminkan aspek ini secara mendalam.

4. “Adonai” dan Kedaulatan Allah

Salah satu fondasi dari teologi Reformed adalah kedaulatan Allah atas seluruh ciptaan. Nama “Adonai” secara langsung mengafirmasi bahwa Allah adalah Penguasa atas segala sesuatu, tidak hanya secara spiritual tetapi juga secara kosmik, historis, dan pribadi.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan:

“Adonai menyatakan Tuhan bukan hanya sebagai Allah yang jauh dan transenden, tetapi sebagai Tuan yang dekat dan berkuasa atas hidup umat-Nya.”

Dalam konteks ini, Allah tidak hanya mengatur dunia dari kejauhan, tetapi secara aktif memelihara, mengatur, dan menuntun segala sesuatu kepada tujuan kekal-Nya.

5. “Adonai” dan Relasi Perjanjian

Dalam Perjanjian Lama, “Adonai” sering muncul dalam konteks perjanjian Allah dengan umat-Nya. Sebagai Adonai, Allah bertindak sebagai tuan yang setia, yang memelihara dan memberkati umat-Nya, tetapi juga menuntut kesetiaan dan ketaatan.

Contohnya dalam Keluaran 4:10 ketika Musa berkata kepada Tuhan:

“Ah, Adonai, aku ini tidak pandai bicara.”

Di sini, penggunaan “Adonai” mencerminkan sikap hormat dan pengakuan atas otoritas ilahi—bahwa Musa adalah hamba, dan Allah adalah Tuan yang berhak memerintah.

Louis Berkhof menjelaskan bahwa nama “Adonai” sangat penting dalam menjelaskan kepemilikan Allah atas hidup orang percaya, dan menjadi dasar bagi ketaatan dan penyembahan.

6. “Adonai” dalam Mazmur: Doa, Puji-pujian, dan Ketergantungan

Kitab Mazmur sangat kaya dalam menggunakan sebutan Adonai sebagai ekspresi ketergantungan dan penyembahan.

Mazmur 16:2 (TB):

“Aku berkata kepada TUHAN: 'Engkaulah Tuhanku (Adonai), tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!'”

Ayat ini menjadi pengakuan bahwa semua kebaikan, pengharapan, dan keselamatan datang dari Tuan yang Mahakuasa.

R.C. Sproul menyatakan:

“Ketika kita menyebut Allah sebagai Adonai, kita menegaskan bahwa kita bukanlah pemilik hidup kita sendiri, tetapi milik-Nya, untuk dikuduskan dan diarahkan oleh-Nya.”

7. Penggunaan “Adonai” dalam Perjanjian Baru (Septuaginta dan Kurios)

Dalam Perjanjian Baru, yang ditulis dalam bahasa Yunani, kata “Adonai” dalam Septuaginta (terjemahan Yunani PL) sering diterjemahkan sebagai “Kurios”, yang juga berarti “Tuan” atau “Penguasa”.

Menariknya, Perjanjian Baru menggunakan “Kurios” untuk menyebut Yesus Kristus, menyamakan otoritas-Nya dengan Allah dalam Perjanjian Lama.

Filipi 2:11 (TB):

“...dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan (Kurios),' bagi kemuliaan Allah Bapa!”

Ini menunjukkan bahwa Yesus sendiri adalah Adonai—Tuhan yang memiliki dan memerintah umat-Nya. Dalam terang teologi Reformed, ini adalah pengakuan yang penting dalam doktrin Kristologi.

8. Implikasi Teologis: Allah sebagai Tuan Hidup Kita

Menyebut Allah sebagai Adonai berarti kita mengakui bahwa:

  • Hidup kita bukan milik kita sendiri.

  • Kita harus tunduk kepada kehendak dan perintah-Nya.

  • Kita dipanggil untuk melayani Dia dengan segenap hati.

John Owen dalam tulisannya tentang pengudusan menyatakan bahwa:

“Tanpa tunduk pada kedaulatan Kristus, tidak ada kekudusan sejati.”

Dengan kata lain, mengenal Allah sebagai Adonai harus menghasilkan ketaatan dan perubahan hidup nyata.

9. Aplikasi Praktis: Hidup sebagai Hamba Adonai

Berikut adalah beberapa cara praktis kita dapat hidup berdasarkan pengakuan bahwa Allah adalah Adonai:

a. Ketaatan yang Tulus

Sebagai hamba, kita tidak hidup menurut keinginan sendiri, tetapi tunduk pada firman Tuhan.

b. Penyembahan yang Penuh Hormat

Kita menyembah dengan pengakuan bahwa Allah adalah Raja yang Mahasuci.

c. Ketergantungan dalam Doa

Kita berseru kepada Adonai dalam kelemahan dan keperluan kita.

d. Komitmen dalam Pelayanan

Sebagai milik Tuhan, kita melayani bukan untuk pujian manusia, tetapi untuk kemuliaan Adonai.

10. Adonai dan Penghiburan dalam Masa Sulit

Mengenal Allah sebagai Adonai memberikan penghiburan besar, khususnya dalam masa penderitaan. Sebab kita tahu bahwa:

  • Dia memegang kendali.

  • Dia tahu apa yang terbaik.

  • Dia tidak pernah gagal dalam maksud-Nya.

Herman Bavinck mengatakan bahwa:

“Dalam kedaulatan Allah yang absolut, orang percaya menemukan kedamaian sejati.”

11. Perbedaan dengan Pandangan Non-Reformed

Beberapa pandangan teologi modern mengurangi penekanan pada otoritas dan kedaulatan Allah, lebih menekankan kehendak bebas manusia atau pengalaman subjektif.

Namun, teologi Reformed menegaskan bahwa pengakuan terhadap Allah sebagai Adonai adalah pusat dari iman Kristen, dan bahwa ketaatan sejati hanya lahir dari hati yang telah diperbarui oleh anugerah.

Kesimpulan: Menjadikan Adonai sebagai Penguasa Hidup

Menyebut Allah sebagai Adonai bukan sekadar nama indah dalam ibadah, tetapi deklarasi iman yang dalam:

  • Bahwa Allah adalah pemilik dan penguasa hidup kita.

  • Bahwa kita dipanggil untuk hidup dalam ketaatan, penyembahan, dan pelayanan.

  • Bahwa penghiburan kita dalam hidup dan mati adalah: kita milik Adonai.

Sebagaimana tertulis dalam Mazmur 97:5 (TB):

“Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN (Adonai), di hadapan Tuhan seluruh bumi.”

Adonai bukan hanya nama, tetapi kenyataan hidup yang mengubah cara kita memandang Allah, diri sendiri, dan dunia di sekitar kita.

Next Post Previous Post