Arti dari Diperanakkan, Bukan Diciptakan

Pendahuluan: Bobot Sebuah Frasa
“Diperanakkan, bukan diciptakan.”
Frasa ini, diambil langsung dari Kredo Nikea, merupakan salah satu pernyataan paling penting dan mendalam dalam teologi Kristen. Ini bukan sekadar kalimat kuno dalam pengakuan iman—ini adalah jendela ke dalam hubungan kekal antara Bapa dan Anak dalam Tritunggal.
Tapi, apa sebenarnya makna dari frasa ini? Bagaimana para teolog Reformed menafsirkannya? Dan mengapa frasa ini begitu penting untuk memahami keilahian Kristus dan keselamatan kita?
Mari kita telusuri akar teologis, historis, dan biblis dari pernyataan ini bersama pandangan dari beberapa suara terpercaya dalam teologi Reformed, termasuk John Calvin, Louis Berkhof, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan Michael Horton.
1. Latar Belakang Historis Frasa Ini
Untuk memahami “diperanakkan, bukan diciptakan,” kita perlu menengok ke sejarah.
Frasa ini muncul dalam Konsili Nikea (325 M) yang dibentuk untuk menangkal ajaran sesat Arianisme. Arius, seorang imam dari Aleksandria, mengajarkan bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan—tinggi dan mulia, namun bukan dari hakikat yang sama dengan Allah Bapa.
Sebagai respons, Kredo Nikea menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah:
“...Anak Allah yang tunggal, diperanakkan dari Bapa sebelum segala abad, **Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati; diperanakkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa (homoousios)...”
Frasa ini menjadi penting dalam menegaskan keilahian penuh dan keberadaan kekal Kristus.
2. Diperanakkan vs Diciptakan: Mengapa Perbedaan Ini Penting?
Pada intinya, frasa ini membedakan secara ontologis antara memperanakkan dan menciptakan.
Diciptakan berarti dihasilkan dari ketiadaan (ex nihilo) dan terjadi dalam waktu. Sedangkan diperanakkan, khususnya dalam konteks kekal, berarti adanya relasi ilahi tanpa permulaan—komunikasi esensi dari Bapa kepada Anak yang tidak pernah memiliki awal.
Pandangan Louis Berkhof:
Dalam Systematic Theology, Berkhof menulis:
“Anak tidak diciptakan; Ia berasal dari Bapa melalui kelahiran. Kelahiran ini bukan tindakan temporal tetapi kekal dan tidak dapat dimengerti, namun nyata dan perlu.”
Berkhof menekankan bahwa doktrin kelahiran kekal menjaga baik kesatuan esensi maupun perbedaan pribadi dalam Allah Tritunggal.
3. Doktrin Kelahiran Kekal
Kontribusi John Calvin:
Walau Calvin tidak secara sistematis menjelaskan kelahiran kekal, ia menegaskannya. Dalam Institutes of the Christian Religion (I.13.25), ia menulis:
“Kita mengatakan bahwa Firman diperanakkan oleh Bapa—bukan sebagaimana anggapan keliru sebagian orang, yaitu pembagian esensi... tetapi karena pribadi Bapa adalah asal dan sumber dari Keallahan.”
Calvin menjaga pandangan bahwa Anak adalah kekal, sambil membedakannya dari Bapa—bukan dalam hal esensi, tetapi dalam pribadi.
Penjelasan Mendalam dari Herman Bavinck:
Dalam Reformed Dogmatics, Bavinck menulis:
“Kelahiran Anak adalah tindakan kekal, perlu, dan imanen dalam keberadaan Allah... ini tidak boleh dipahami secara material atau temporal, tetapi sebagai hubungan kekal dalam Tritunggal.”
Bavinck menegaskan bahwa doktrin ini sangat penting untuk menjaga keilahian Kristus tanpa mengaburkan perbedaan antara Bapa dan Anak.
4. R.C. Sproul: Tritunggal dan Logika Kelahiran
Dalam pemikiran Reformed modern, R.C. Sproul memberikan penjelasan yang jernih dan mudah diakses. Ia menekankan bahwa kelahiran kekal penting secara logis dan teologis untuk menjaga ortodoksi Tritunggal.
Ia menulis:
“Dengan mengatakan bahwa Anak diperanakkan, bukan dijadikan, kita menyatakan bahwa Ia adalah sekaligus kekal dan sehakekat dengan Bapa. Ini melindungi kita dari ajaran subordinasi dan modalisme.”
Sproul menegaskan bahwa istilah “Bapa” dan “Anak” bukan sekadar analogi, melainkan realitas ontologis dalam keberadaan Allah.
5. Michael Horton: Menjaga Konsistensi Tritunggal
Dalam bukunya The Christian Faith, Michael Horton memperingatkan agar kita tidak mengabaikan atau menyimpangkan makna kelahiran kekal.
“Ini bukan ide mitologis tetapi kebenaran pengakuan iman yang menunjukkan relasi internal dalam Allah Tritunggal. Diperanakkan membedakan Anak, sementara perarakan membedakan Roh—bukan sebagai makhluk yang lebih rendah, tetapi sebagai pribadi yang setara.”
Horton menunjukkan bahaya teologi modern yang sering kali menyamakan pribadi Tritunggal hanya dalam fungsi, bukan dalam esensi dan relasi.
6. Dasar Alkitab untuk “Diperanakkan, Bukan Diciptakan”
Walau frasa ini bukan berasal langsung dari teks Alkitab, ia berakar kuat dalam teologi Alkitab.
Ayat-ayat kunci:
-
Yohanes 1:1, 14, 18
“Pada mulanya adalah Firman... Firman itu menjadi manusia... Anak tunggal [μονογενὴς] yang ada di pangkuan Bapa...” -
Ibrani 1:3
“Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah...” -
Mazmur 2:7
“Engkau adalah Anak-Ku; pada hari ini Aku memperanakkan engkau.” -
Yohanes 5:26
“Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya kepada Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.”
Semua ayat ini menunjukkan bahwa Sang Anak memiliki kehidupan ilahi yang sama dan kemuliaan dengan Bapa.
7. Mengapa “Diperanakkan” Bukan Berarti Lebih Rendah
Beberapa orang salah paham bahwa “diperanakkan” berarti lebih rendah atau ciptaan.
Teolog Reformed menolak pandangan ini.
Charles Hodge menulis:
“Kelahiran tidak menyiratkan inferioritas... Sang Anak bukan ciptaan; Ia memiliki sifat yang sama dengan Bapa, dan karena itu benar-benar Allah.”
Kata “diperanakkan” di sini menunjukkan relasi ilahi yang kekal, bukan peristiwa temporal atau posisi lebih rendah.
8. Tantangan Modern terhadap Kelahiran Kekal
Sebagian teolog Injili modern mulai mempertanyakan atau bahkan meninggalkan doktrin kelahiran kekal karena dianggap tidak cukup eksplisit secara Alkitabiah.
Namun, teolog Reformed menegaskan kembali pentingnya doktrin ini.
Fred Sanders (walau bukan Reformed secara ketat) mengatakan:
“Tritunggal harus dipahami dari relasi-relasi kekalnya terlebih dahulu, sebelum kita melihat peran-peran dalam sejarah penebusan. Jika tidak, kita berisiko mereduksi Allah menjadi fungsi semata.”
Tradisi Reformed percaya bahwa Tritunggal ontologis (siapa Allah itu) harus mendasari pemahaman kita tentang Tritunggal ekonomi (apa yang Allah lakukan dalam sejarah keselamatan). Frasa “diperanakkan, bukan diciptakan” menjadi pengaman penting bagi kebenaran ini.
9. Implikasi bagi Keselamatan dan Penyembahan
Mengapa doktrin ini penting bagi kita?
Karena keselamatan kita hanya bisa terjadi melalui Juruselamat yang sepenuhnya Allah.
Jika Kristus hanyalah makhluk, meski tertinggi sekalipun, Ia tidak dapat menanggung murka Allah yang tak terbatas atau memberikan korban yang bernilai kekal.
R.C. Sproul mengatakan:
“Jika Yesus bukan Allah, maka keselamatan kita adalah palsu. Hanya Allah yang dapat menyelamatkan, dan hanya Dia yang adalah Allah dan manusia sejati dapat menjadi Pengantara antara Allah dan manusia.”
Dalam penyembahan, doktrin ini menjadi dasar bagi pengagungan kita. Saat kita menyanyikan “Yesus adalah Tuhan,” kita sedang mengakui keilahian-Nya yang kekal dan setara dengan Bapa.
Kesimpulan: Memegang Teguh Kebenaran Pengakuan Iman
“Diperanakkan, bukan diciptakan” melindungi dan menegaskan berbagai kebenaran penting:
-
Anak adalah Allah yang kekal.
-
Ia sehakikat dengan Bapa.
-
Ia berbeda secara pribadi, bukan secara esensi.
-
Ia bukan makhluk atau pribadi lebih rendah.
-
Ia diperanakkan secara kekal, bukan secara temporal.
Ini bukan sekadar pernyataan puitis, tetapi penjaga doktrin yang benar—garis batas antara kebenaran dan ajaran sesat, antara kemuliaan dan kekeliruan.
Penutup: Menjaga Warisan Iman yang Sejati
Di tengah dunia yang terus meninjau ulang doktrin-doktrin kuno, frasa “diperanakkan, bukan diciptakan” tetap menjadi benteng pengakuan iman terhadap kesesatan lama dan baru.
Tradisi Reformed tetap setia pada kebenaran ini—bukan karena tradisi buta, tetapi karena ini adalah kebenaran yang berasal dari Alkitab, yang mencerminkan ortodoksi sejarah, dan yang menjaga Injil itu sendiri.
Jadi, saat kamu mendengar kalimat ini dalam pengakuan iman atau lagu rohani, berhentilah sejenak dan renungkan: kamu sedang berdiri bersama para kudus sepanjang zaman yang telah menjaga misteri, kemuliaan, dan keharusan bahwa Kristus adalah Anak Allah yang diperanakkan secara kekal.