Doktrin yang Sangat Merusak dan Dibenci: Inklusivisme

Pendahuluan: Inklusivisme – Bahaya yang Tersembunyi
Dalam era pluralisme dan toleransi yang meluas, semakin banyak pandangan dalam kekristenan yang berupaya mencari jalan tengah antara eksklusivisme Injil dan toleransi agama lain. Salah satu yang paling populer adalah inklusivisme—keyakinan bahwa keselamatan tersedia di dalam Kristus, namun tidak perlu mengenal atau percaya secara eksplisit kepada-Nya.
Doktrin ini terdengar penuh kasih dan toleran di permukaan. Namun bagi para teolog Reformed, ini adalah sebuah doktrin yang “sangat merusak dan dibenci” (very pernicious and detestable)”—istilah yang digunakan dalam berbagai pengakuan iman Reformed klasik untuk menolak segala bentuk penyimpangan dari Injil yang murni.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi:
-
Apa itu inklusivisme?
-
Eksposisi Alkitabiah yang menolak inklusivisme.
-
Pandangan teolog Reformed seperti John Calvin, R.C. Sproul, John Piper, dan B.B. Warfield.
-
Bahaya praktis dan implikasi dari menerima inklusivisme.
-
Penegasan doktrin eksklusivisme Injil.
1. Apa Itu Inklusivisme?
Secara sederhana, inklusivisme adalah keyakinan bahwa:
"Yesus Kristus adalah satu-satunya penyelamat umat manusia, tetapi orang tidak harus mengetahui atau percaya secara eksplisit kepada-Nya untuk diselamatkan."
Penganut inklusivisme percaya bahwa penerapan karya Kristus bisa menjangkau mereka yang tidak pernah mendengar Injil, selama mereka tulus dan hidup sesuai dengan terang yang mereka terima.
Tokoh yang sering dikaitkan dengan pemikiran ini antara lain C.S. Lewis, Karl Rahner (dengan konsep “anonymous Christian”), dan sejumlah teolog evangelikal progresif.
2. Eksposisi Alkitabiah terhadap Eksklusivisme Keselamatan
A. Yohanes 14:6 (AYT)
“Yesus berkata kepadanya, ‘Akulah jalan, dan kebenaran, dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa kecuali melalui Aku.’”
R.C. Sproul menegaskan bahwa ini adalah pernyataan yang paling eksklusif dalam seluruh Perjanjian Baru. Dalam bukunya Chosen by God, ia menulis:
“Jika ada jalan lain, maka kematian Kristus sia-sia. Tapi karena hanya ada satu jalan, maka semua jalan lain adalah jalan menuju kebinasaan.”
B. Kisah Para Rasul 4:12
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun selain di dalam Dia, sebab tidak ada nama lain yang diberikan di bawah langit kepada manusia yang olehnya kita harus diselamatkan.”
John MacArthur menyebut ayat ini sebagai “serangan frontal terhadap relativisme rohani.”
C. Roma 10:13-17
Paulus menekankan pentingnya mendengar dan percaya kepada Injil sebagai sarana keselamatan. Dalam ayat 14 dikatakan:
“Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia yang kepada-Nya mereka tidak pernah dengar?”
Jika inklusivisme benar, maka seluruh argumen Paulus di Roma 10 menjadi tidak relevan.
3. Pandangan Para Teolog Reformed Terhadap Inklusivisme
A. John Calvin
Calvin sangat menekankan keunikan wahyu Kristus dan kebutuhan akan pewartaan Injil. Dalam Institutes, dia menulis:
“Tanpa pengetahuan akan Kristus, semua yang kita anggap sebagai terang adalah kegelapan.”
B. B.B. Warfield
Warfield, seorang teolog Princeton, menyebut inklusivisme sebagai:
“Upaya manusia untuk menyelamatkan Allah dari kekudusan-Nya.”
Ia menekankan bahwa wahyu umum tidak cukup untuk keselamatan, hanya cukup untuk menghukum (lihat Roma 1:18-32).
C. R.C. Sproul
Sproul menyebut inklusivisme sebagai:
“Sebuah upaya menyamar dari universalisme yang lebih halus.”
Ia menekankan bahwa keselamatan hanya ada bagi mereka yang berada dalam persekutuan dengan Kristus melalui iman.
4. Bahaya Inklusivisme Menurut Teologi Reformed
A. Merusak Urgensi Misi dan Penginjilan
Jika orang bisa diselamatkan tanpa mendengar Injil, mengapa kita harus mengabarkan Injil?
John Piper dalam Let the Nations Be Glad! menulis:
“Misi ada karena penyembahan sejati tidak ada. Tanpa Injil, bangsa-bangsa binasa.”
Inklusivisme menumpulkan semangat misi dan menghancurkan motivasi untuk mengutus para penginjil.
B. Mengaburkan Keunikan Kristus
Inklusivisme menjadikan Yesus sebagai salah satu pilihan, bukan satu-satunya. Ini bertentangan dengan pengakuan iman gereja sepanjang sejarah, termasuk:
-
Pengakuan Iman Westminster: “Tidak ada keselamatan di luar Kristus.”
-
Canons of Dort: Menegaskan pemilihan dan penebusan hanya dalam Kristus.
C. Menyesatkan Umat Tuhan
Ketika gereja mengajarkan inklusivisme, itu menghibur orang dalam kebinasaan. Daripada mendesak mereka bertobat, gereja menyatakan mereka “sudah cukup baik.”
5. Apakah Allah Tidak Adil Jika Orang Tidak Pernah Mendengar?
Ini adalah pertanyaan umum dalam debat ini. Namun Roma 1:20 menyatakan bahwa tidak seorang pun berdalih, karena semua telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23).
John Frame menulis:
“Masalahnya bukan kurangnya informasi, tetapi pemberontakan terhadap Allah yang nyata melalui ciptaan.”
6. Eksklusivisme Bukan Kejam, Melainkan Kasih Karunia
Dalam teologi Reformed, tidak ada seorang pun yang layak diselamatkan. Maka fakta bahwa ada orang yang diselamatkan adalah tindakan kasih karunia, bukan ketidakadilan.
Efesus 2:8-9 – “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.”
Eksklusivisme Injil adalah tentang kemurahan Tuhan yang berdaulat, bukan batasan sempit.
7. Inklusivisme dan Kekaburan Teologi
Banyak yang jatuh dalam inklusivisme karena enggan menerima ketegasan teologi, dan lebih ingin tampil “terbuka”.
Namun, seperti dikatakan J.C. Ryle:
“Doktrin yang kabur hanya akan menghasilkan keyakinan yang kabur.”
8. Jawaban Reformed: Eksklusivisme yang Bersinar
Teologi Reformed menegaskan bahwa:
-
Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan.
-
Keselamatan datang melalui pemberitaan Injil dan karya Roh Kudus.
-
Orang percaya dipanggil untuk memberitakan Injil ke segala bangsa.
Kesimpulan: Mengapa Inklusivisme Harus Ditolak
Ringkasan Bahaya Inklusivisme:
-
Bertentangan dengan ajaran eksplisit Alkitab.
-
Menghancurkan misi penginjilan.
-
Menurunkan kekudusan dan keunikan Kristus.
-
Menghibur manusia dalam pemberontakan rohaninya.
-
Menyesatkan gereja dari panggilan Injil.
Inklusivisme adalah doktrin yang sangat merusak dan dibenci bukan karena kita membenci orang, tetapi karena kita mengasihi kebenaran dan ingin mereka diselamatkan dengan cara yang benar—melalui pertobatan dan iman kepada Yesus Kristus.