Faith: Dasar, Definisi, dan Dinamika Iman Sejati

Pendahuluan
Dalam dunia teologi Reformed, faith (iman) menempati posisi yang sangat penting. Iman bukan hanya sekadar percaya, melainkan adalah anugerah Allah yang menghubungkan manusia berdosa dengan keselamatan di dalam Kristus. Doktrin iman dalam tradisi Reformed berakar kuat dalam prinsip Sola Fide (hanya oleh iman) yang menjadi salah satu pilar utama Reformasi Protestan.
Artikel ini akan membahas bagaimana pandangan beberapa teolog Reformed terkemuka — John Calvin, Louis Berkhof, R.C. Sproul, dan B.B. Warfield — membentuk pengertian tentang faith. Kita akan membahas definisi iman, relasinya dengan keselamatan, dinamika iman dalam kehidupan sehari-hari, serta tantangan kontemporer terhadap konsep iman yang sejati.
1. Definisi Iman Menurut Teologi Reformed
a. John Calvin: Iman sebagai "Pegangan yang Kokoh"
John Calvin dalam karya besarnya Institutes of the Christian Religion mendefinisikan iman sebagai “pengetahuan yang pasti dan kuat akan kemurahan Allah terhadap kita, berdasarkan kebenaran janji Injil dan dimeteraikan oleh Roh Kudus di dalam hati kita.”
Bagi Calvin, iman bukanlah sekadar pengakuan intelektual, tetapi pengenalan relasional yang melibatkan seluruh keberadaan manusia — akal budi, hati, dan kehendak.
b. Louis Berkhof: Elemen Tripartit Iman
Louis Berkhof, dalam bukunya Systematic Theology, membagi iman ke dalam tiga elemen:
-
Notitia – pengetahuan tentang kebenaran Injil.
-
Assensus – persetujuan intelektual terhadap kebenaran itu.
-
Fiducia – kepercayaan pribadi dan komitmen pada Kristus.
Tanpa ketiga aspek ini, kata Berkhof, tidak ada iman yang sejati. Ini penting, sebab banyak orang keliru mengira bahwa hanya “tahu” tentang Yesus sudah cukup untuk keselamatan.
c. R.C. Sproul: Iman yang Rasional dan Personal
R.C. Sproul menegaskan bahwa iman Kristen bukanlah “leap of faith” (lompatan buta), melainkan kepercayaan yang rasional dan berdasar pada bukti Alkitabiah yang sahih. Dalam bukunya Faith Alone, ia menulis bahwa iman sejati melibatkan pikiran dan hati: kita percaya karena ada alasan kuat untuk mempercayai.
d. B.B. Warfield: Iman sebagai Tindakan Pasif dan Aktif
B.B. Warfield berargumen bahwa iman adalah aktivitas jiwa yang "pasif dalam menerima" dan "aktif dalam mempercayai." Dengan kata lain, iman bukanlah usaha manusia untuk menggapai Allah, melainkan respons terhadap inisiatif Allah dalam anugerah.
2. Faith dan Justification: Sola Fide
Salah satu kontribusi besar teologi Reformed adalah pengakuan bahwa manusia dibenarkan hanya melalui iman, bukan melalui perbuatan.
a. John Calvin: Dibenarkan oleh Iman Saja
Calvin menulis, "Justification is the main hinge on which religion turns." Artinya, seluruh hidup rohani Kristen bergantung pada doktrin pembenaran oleh iman. Iman bertindak sebagai tangan kosong yang menerima anugerah keselamatan yang ditawarkan di dalam Kristus.
b. Louis Berkhof: Iman sebagai Instrumen, Bukan Dasar
Berkhof menegaskan bahwa iman bukanlah dasar pembenaran (yang tetap adalah karya Kristus), melainkan alat (instrumentum) yang dengannya kita menerima pembenaran itu. Ini membedakan iman Kristen dari segala bentuk agama berbasis usaha manusia.
3. Dinamika Iman dalam Kehidupan Kristen
Iman tidak berhenti pada saat seseorang diselamatkan. Iman terus berkembang, diperkuat, dan diuji sepanjang perjalanan hidup Kristen.
a. Iman Bertumbuh dalam Penderitaan
R.C. Sproul menekankan bahwa iman diuji dan diperkuat dalam penderitaan. Dalam pergumulan hidup, iman sejati belajar bersandar sepenuhnya kepada Allah, bahkan ketika situasi tidak masuk akal secara manusiawi.
b. Perjuangan Melawan Ketidakpercayaan
Calvin jujur mengakui bahwa iman Kristen tidak pernah sempurna. Ada elemen "keraguan" dalam perjalanan iman kita. Karena itu, Calvin berdoa seperti dalam Markus 9:24, “Aku percaya. Tolonglah ketidakpercayaanku!”
c. Tanda-tanda Iman yang Hidup
Menurut Berkhof, iman yang sejati akan menunjukkan tanda-tanda seperti:
-
Kerinduan akan Firman Tuhan
-
Kehidupan doa yang bertumbuh
-
Kasih kepada sesama
-
Ketaatan yang rela terhadap perintah Allah
4. Tantangan Kontemporer terhadap Konsep Iman
Dunia modern membawa tantangan serius terhadap konsep iman yang alkitabiah.
a. "Easy Believism" (Iman Murahan)
Dalam banyak gereja modern, iman dipermudah menjadi sekadar "mengaku percaya" tanpa pertobatan sejati. Ini dikritik keras oleh Sproul dan banyak teolog Reformed lain. Iman sejati, kata mereka, selalu diikuti dengan regenerasi dan pertobatan.
b. Relativisme Kebenaran
Dalam budaya pasca-modern, kebenaran dianggap relatif. Tetapi iman Kristen bergantung pada klaim kebenaran absolut Injil. Calvin mengingatkan bahwa iman bukan sekadar perasaan religius, tetapi pengakuan terhadap kebenaran objektif yang dinyatakan oleh Allah.
5. Faith dalam Kehidupan Sehari-hari: Aplikasi Praktis
Iman bukan hanya untuk keselamatan, tetapi juga untuk seluruh aspek kehidupan sehari-hari:
-
Dalam pekerjaan: Kita bekerja dengan integritas, percaya bahwa Tuhan menyediakan.
-
Dalam keluarga: Kita membesarkan anak-anak dalam takut akan Tuhan, bersandar pada janji-Nya.
-
Dalam pergumulan pribadi: Kita menyerahkan ketakutan, kekhawatiran, dan kesedihan kita kepada Allah yang setia.
R.C. Sproul mengingatkan bahwa iman Kristen itu bukan tentang seberapa kuat iman kita, tetapi tentang seberapa kuat objek iman kita — yaitu Kristus.
Kesimpulan
Faith dalam teologi Reformed adalah anugerah ilahi yang membebaskan manusia dari kutuk dosa dan membawanya ke dalam persekutuan kekal dengan Allah. Iman bukanlah hasil usaha manusia, melainkan respon atas karya Kristus yang sempurna.
Melalui notitia, assensus, dan fiducia, iman menjadi alat yang mempersatukan kita dengan Juruselamat. Di tengah dunia yang penuh tantangan terhadap iman sejati, umat Kristen dipanggil untuk berpegang teguh kepada iman yang hidup, bertumbuh dalam kasih karunia, dan berbuah dalam perbuatan yang memuliakan Allah.
Soli Deo Gloria — segala kemuliaan hanya bagi Allah!