Iman dan Pertobatan dalam Ordo Salutis (Urutan Keselamatan)

Pemahaman Teologi Reformed tentang Peran Iman dan Pertobatan dalam Keselamatan
Pendahuluan
Dalam diskusi teologi Reformed, konsep ordo salutis atau urutan keselamatan sangat penting. Ini adalah rangkaian logis (bukan kronologis secara waktu) mengenai bagaimana karya keselamatan Allah diterapkan kepada orang percaya. Dua komponen utama dalam proses ini adalah iman (faith) dan pertobatan (repentance). Keduanya sering disebut secara bersamaan, tetapi apa urutannya? Mana yang mendahului? Apakah iman mendahului pertobatan, ataukah keduanya bersamaan?
Artikel ini membahas pemahaman tentang iman dan pertobatan menurut teologi Reformed, mengacu pada pendapat beberapa tokoh besar seperti John Calvin, Louis Berkhof, Herman Bavinck, dan R.C. Sproul, serta bagaimana hal ini diaplikasikan dalam hidup sehari-hari orang percaya.
1. Apa Itu Ordo Salutis?
a. Pengertian Umum
Ordo salutis adalah istilah Latin yang berarti “urutan keselamatan.” Ini merujuk pada bagaimana Allah menerapkan keselamatan dalam diri individu dari awal hingga akhir. Beberapa langkah dalam ordo salutis biasanya mencakup:
-
Pemilihan (Election)
-
Pemanggilan Efektif (Effectual Calling)
-
Kelahiran Baru (Regeneration)
-
Pertobatan dan Iman (Repentance & Faith)
-
Pembenaran (Justification)
-
Pengangkatan sebagai Anak (Adoption)
-
Pengudusan (Sanctification)
-
Ketekunan (Perseverance)
-
Pemuliaan (Glorification)
Dalam struktur ini, iman dan pertobatan biasanya disebut sebagai respons manusia terhadap panggilan efektif dan hasil dari kelahiran baru.
2. Definisi Iman dan Pertobatan
a. Iman (Faith)
Iman dalam teologi Reformed bukan sekadar kepercayaan intelektual, tetapi mencakup:
-
Notitia – pengetahuan tentang kebenaran Injil.
-
Assensus – persetujuan terhadap kebenaran itu.
-
Fiducia – kepercayaan pribadi kepada Kristus.
Louis Berkhof menjelaskan:
"Iman sejati melibatkan seluruh pribadi: pikiran, emosi, dan kehendak."
b. Pertobatan (Repentance)
Pertobatan adalah perubahan hati, pikiran, dan arah hidup dari dosa menuju Allah. Herman Bavinck mendefinisikannya sebagai:
“Sikap sadar dan sedih karena dosa, disertai keputusan dan komitmen untuk meninggalkannya dan hidup dalam ketaatan kepada Allah.”
3. Hubungan antara Iman dan Pertobatan
a. Tidak Terpisahkan
Iman dan pertobatan disebut sebagai dua sisi dari satu koin. Calvin mengatakan:
“Pertobatan dan iman tidak bisa dipisahkan, karena tidak mungkin seseorang berpaling kepada Allah tanpa meninggalkan dosa.”
Artinya, meskipun secara teologis bisa dibedakan, secara praktis keduanya terjadi bersama-sama dalam diri seseorang yang dilahirkan baru oleh Roh Kudus.
b. Mana yang Lebih Dulu?
Pandangan teologi Reformed umumnya menyatakan bahwa iman secara logis mendahului pertobatan, tetapi ini tidak berarti bahwa pertobatan tidak penting. Hal ini karena:
-
Iman adalah penerimaan anugerah keselamatan.
-
Pertobatan adalah respons emosional dan volisional terhadap kebenaran yang dipercaya melalui iman.
R.C. Sproul menyatakan:
“Tanpa iman, tidak mungkin seseorang bertobat. Dan tanpa pertobatan, iman menjadi palsu.”
4. Kelahiran Baru Mendahului Keduanya
Teologi Reformed menekankan bahwa regenerasi (kelahiran baru) oleh Roh Kudus terjadi sebelum iman dan pertobatan.
John Murray menulis:
“Regenerasi adalah karya Allah secara eksklusif; iman dan pertobatan adalah buah-buah dari regenerasi.”
Ini berarti:
-
Orang mati secara rohani tidak bisa percaya atau bertobat.
-
Roh Kudus menghidupkan hati, lalu orang itu mampu percaya dan bertobat.
5. Pembenaran Melalui Iman, Bukan Pertobatan
a. Iman Sebagai Sarana Pembenaran
Pembenaran (justification) diberikan oleh Allah berdasarkan iman kepada Yesus Kristus, bukan karena pertobatan atau perbuatan baik.
Roma 5:1 menyatakan:
“Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.”
Calvin menjelaskan:
“Kita dibenarkan oleh iman, karena hanya dengan iman kita menerima kebenaran Kristus.”
b. Peran Pertobatan
Pertobatan bukanlah dasar pembenaran, tetapi indikator pertobatan sejati. Tanpa pertobatan, iman dianggap palsu.
6. Kesaksian Para Teolog Reformed
a. John Calvin
Dalam Institutes, Calvin menegaskan bahwa:
“Pertobatan dan iman berjalan beriringan. Tidak ada yang benar-benar percaya tanpa bertobat, dan tidak ada yang benar-benar bertobat tanpa percaya.”
b. Louis Berkhof
Dalam Systematic Theology, Berkhof menyebut:
“Secara logis, iman mendahului pertobatan, karena mustahil seseorang berpaling dari dosa kecuali ia terlebih dahulu melihat kepada Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat.”
c. Herman Bavinck
Bavinck melihat pertobatan sebagai aspek negatif dari iman:
“Pertobatan adalah aspek negatif dari perubahan hati, sedangkan iman adalah aspek positifnya.”
7. Aplikasi Pastoral dan Praktis
a. Keseimbangan dalam Penginjilan
Penginjilan yang alkitabiah harus menekankan kedua aspek—iman dan pertobatan. Menekankan iman tanpa pertobatan menghasilkan kepercayaan palsu, sementara menekankan pertobatan tanpa iman menciptakan legalisme.
b. Iman yang Bertumbuh Melalui Pertobatan Harian
Iman bukan titik awal sekali jadi, tetapi terus bertumbuh melalui pertobatan setiap hari. Reformator Martin Luther mengatakan:
“Seluruh hidup orang Kristen adalah pertobatan.”
c. Menyadari Anugerah Allah
Fakta bahwa iman dan pertobatan adalah hasil karya Roh Kudus mengajarkan bahwa keselamatan sepenuhnya adalah anugerah, bukan hasil usaha manusia.
Kesimpulan
Dalam teologi Reformed, iman dan pertobatan merupakan respons aktif orang percaya yang telah dilahirkan baru oleh Roh Kudus. Iman mendahului secara logis karena tanpa percaya kepada Kristus, pertobatan sejati tidak mungkin terjadi. Namun, pertobatan adalah buah nyata dari iman yang menyelamatkan.
Penting bagi gereja dan pengkhotbah Injil untuk menyampaikan pesan keselamatan dengan jelas dan seimbang, menekankan perlunya percaya kepada Kristus dan berbalik dari dosa sebagai satu kesatuan tak terpisahkan.