Makna Waktu dalam Perspektif Kekekalan: 2 Petrus 3:8

2 Petrus 3:8 (AYT)
“Akan tetapi, saudara-saudara yang kukasihi, jangan lupakan kenyataan yang satu ini bahwa bagi Tuhan, satu hari seperti seribu tahun, dan seribu tahun seperti satu hari.
Pendahuluan: Perspektif Ilahi atas Waktu Manusia
Kita hidup dalam dunia yang terikat oleh waktu—jam, hari, bulan, tahun. Namun, 2 Petrus 3:8 menggugah pikiran dan membalikkan persepsi kita: “Satu hari bagi Tuhan seperti seribu tahun, dan seribu tahun seperti satu hari.” Pernyataan ini bukan hanya retorika puitis, melainkan sebuah kebenaran teologis mendalam tentang kekekalan Allah.
Bagi banyak orang percaya, khususnya yang menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali, ayat ini menjadi jawaban atas pertanyaan: “Mengapa Tuhan tampaknya menunda?” Dalam teologi Reformed, ini berkaitan erat dengan atribut kekal, sabar, dan berdaulat dari Allah.
Dalam artikel ini, kita akan mengekspose ayat ini dari berbagai sudut teologi Reformed, membandingkan tafsiran dari John Calvin, R.C. Sproul, Jonathan Edwards, hingga Herman Bavinck, untuk menyingkapkan makna surgawi dari waktu ilahi.
I. Konteks Historis dan Latar Penulisan
Surat 2 Petrus ditulis untuk membela iman Kristen dari pengajaran palsu dan cemoohan terhadap janji kedatangan Kristus (2Ptr 3:3-4). Petrus menulis kepada jemaat agar mereka tidak terpengaruh oleh para pengejek yang berkata bahwa segala sesuatu tetap sama sejak awal penciptaan, dan karena itu, janji kedatangan Kristus bisa dianggap batal.
2 Petrus 3:8 muncul sebagai pengingat penting, bahwa keterlambatan menurut manusia bukan berarti kelambanan dalam rencana Tuhan.
II. Eksposisi Ayat
A. “Jangan lupakan kenyataan yang satu ini...”
Petrus menggunakan bahasa penuh kasih sayang: “saudara-saudara yang kukasihi”, untuk menunjukkan urgensi dan kedalaman makna yang akan ia sampaikan. Perintahnya jelas: jangan lupakan — ini adalah pengingat aktif, bukan sekadar informasi.
Menurut John Calvin, di sinilah letak kelemahan manusia: kita cepat melupakan bahwa cara Allah bekerja sangat berbeda dari pola manusia. Pikiran yang duniawi tidak bisa memahami waktu surgawi.
B. “Bahwa bagi Tuhan, satu hari seperti seribu tahun...”
Ungkapan ini berasal dari Mazmur 90:4, yang menyatakan: “Sebab di hadapan-Mu seribu tahun seperti hari kemarin.”
Herman Bavinck, dalam Reformed Dogmatics, menjelaskan bahwa ini menunjuk kepada atribut kekekalan Allah: Allah tidak berada dalam waktu, melainkan mengatasi waktu. Ia adalah penguasa waktu, bukan budaknya.
R.C. Sproul menambahkan bahwa Allah tidak melihat waktu secara linier seperti kita, tetapi sebagai suatu kesatuan yang sempurna dan lengkap. Bagi-Nya, segala sesuatu telah ditetapkan dan digenapi di dalam kehendak-Nya.
C. “Dan seribu tahun seperti satu hari.”
Bagian ini menguatkan makna sebelumnya: bukan hanya bahwa Allah bisa menganggap satu hari sangat lama, tetapi juga seribu tahun bisa dianggap singkat. Ini menandakan bahwa waktu tidak mengikat Allah — Ia bekerja sesuai dengan rencana kekal-Nya, bukan menurut ekspektasi manusia.
Jonathan Edwards menguraikan bahwa bagian ini adalah “pukulan terhadap kesombongan manusia yang ingin mengatur agenda Allah.”
III. Teologi Reformed: Kekekalan dan Kesabaran Allah
A. Kekekalan Allah
Dalam sistem Reformed, Allah adalah eternal (kekal) — tidak memiliki awal maupun akhir, tidak berubah oleh waktu. Westminster Confession of Faith menyebutkan bahwa Allah adalah “tanpa batas dalam keberadaan, hikmat, dan kekudusan.”
Kesimpulan: Keterlambatan dari sudut pandang manusia bukanlah keterlambatan dari sisi Allah. Semua terjadi dalam kairos, bukan hanya chronos.
B. Kesabaran Allah sebagai Anugerah
Ayat ini juga terhubung langsung dengan ayat selanjutnya (2Ptr 3:9), di mana dijelaskan bahwa Tuhan sabar agar tidak ada yang binasa.
John Calvin menggarisbawahi bahwa kesabaran Allah adalah bentuk kasih karunia: Ia menunggu dengan panjang sabar agar orang berdosa bertobat.
R.C. Sproul memperingatkan bahwa meskipun Allah sabar, itu bukan alasan untuk menunda pertobatan. “Kesabaran Tuhan bukan kelemahan, tapi kemurahan yang mengundang respons iman.”
IV. Aplikasi Bagi Orang Percaya Saat Ini
1. Jangan Takut Akan Penundaan Ilahi
Sebagai orang percaya, kita tidak boleh mengukur kesetiaan Tuhan dengan jam dan kalender. Ia bekerja dalam kekekalan untuk menghasilkan kebaikan kekal.
2. Hargai Kesabaran Tuhan dengan Hidup dalam Pertobatan
Karena waktu Tuhan adalah anugerah, setiap hari yang berlalu adalah kesempatan untuk bertobat dan bertumbuh. Jangan menyia-nyiakan waktu kasih karunia.
3. Belajar Menantikan dengan Iman, Bukan Frustasi
Kesabaran adalah buah Roh (Gal. 5:22), dan iman yang sejati akan menunggu janji Tuhan tanpa menjadi tawar hati.
V. Perspektif Para Teolog Reformed
John Calvin
Calvin melihat ayat ini sebagai bukti bahwa kita harus menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan, bukan memaksa Tuhan menyesuaikan diri dengan keinginan kita. Ia berkata:
“Jarak antara waktu kita dan waktu Allah tidak hanya berbeda, tapi tak dapat dibandingkan.”
Jonathan Edwards
Dalam khotbahnya tentang penghakiman, Edwards mengingatkan bahwa penundaan bukan pengingkaran. Setiap momen adalah kesempatan Tuhan untuk menyatakan kasih dan keadilan-Nya pada waktu yang telah ditentukan.
Herman Bavinck
Bavinck menyatakan bahwa waktu hanya masuk akal di dalam narasi ciptaan. Di luar ciptaan, waktu tunduk sepenuhnya pada kehendak ilahi.
R.C. Sproul
Sproul menyebut ayat ini sebagai “pengingat paling lembut namun paling tajam” bahwa kita tidak memegang kendali atas masa depan. Allah berdaulat penuh atas waktu, sejarah, dan penebusan.
VI. Tanggapan Terhadap Cemoohan Zaman Ini
Ayat ini juga relevan dalam menjawab skeptisisme modern. Banyak orang berkata:
“Kalau Tuhan benar-benar akan datang, mengapa Dia belum datang juga?”
Jawaban Petrus adalah: Tuhan belum datang karena Ia sabar, dan karena cara pandang waktu-Nya berbeda. Ia tidak terlambat, melainkan tepat waktu menurut rencana kekal-Nya.
VII. Kaitan dengan Ayat-Ayat Lain
-
Mazmur 90:4 – Seribu tahun seperti sehari.
-
Yesaya 55:8-9 – Pikiran-Ku bukan pikiranmu.
-
Habakuk 2:3 – “Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya… itu tidak akan menunda.”
-
Roma 2:4 – Kesabaran Allah memimpin kepada pertobatan.
-
Ibrani 10:37 – “Sebab hanya sedikit waktu lagi, dan Dia yang akan datang, akan segera datang.”
Kesimpulan: Hidup dalam Kesadaran Kekekalan
2 Petrus 3:8 menolong kita melihat bahwa waktu manusia sangat terbatas, tetapi Tuhan berada dalam dimensi kekekalan dan kedaulatan. Kita dipanggil untuk:
-
Menghormati waktu-Nya,
-
Bersyukur atas kesabaran-Nya,
-
Dan hidup dalam kekudusan sementara menantikan janji-Nya.
Sebagaimana Allah tidak dibatasi oleh waktu, demikian juga iman kita tidak boleh dibatasi oleh kesabaran kita sendiri. Dalam segala ketidakpastian hidup, ingatlah bahwa Tuhan selalu tepat waktu menurut waktu-Nya, bukan waktu kita.