Roma 6:19-20: Dari Perbudakan Dosa Menuju Perbudakan Kebenaran

Roma 6:19-20: Dari Perbudakan Dosa Menuju Perbudakan Kebenaran

“Aku berkata secara manusia karena kelemahan dagingmu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu untuk menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kepada kedurhakaan, demikian sekarang serahkanlah anggota-anggota tubuhmu untuk menjadi hamba kebenaran yang membawa kepada pengudusan. Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.”Roma 6:19-20

Pendahuluan: Tema Besar Surat Roma

Surat Paulus kepada jemaat di Roma dianggap sebagai salah satu karya teologi sistematis paling mendalam dalam Perjanjian Baru. Inti dari surat ini adalah doktrin pembenaran oleh iman (justification by faith), yang mengalir ke dalam pengudusan (sanctification), dan akhirnya menuju pemuliaan (glorification). Dalam Roma pasal 6, Paulus memfokuskan pada hubungan orang percaya dengan dosa setelah dibenarkan. Apakah orang Kristen masih boleh hidup dalam dosa karena anugerah? Tentu tidak!

Roma 6:19-20 dari pasal ini berbicara langsung mengenai transformasi dari hidup lama menuju hidup baru. Untuk menggali makna mendalam dari bagian ini, kita akan melihatnya dari sudut pandang beberapa teolog Reformed terkemuka seperti John Calvin, Martyn Lloyd-Jones, R.C. Sproul, dan Sinclair Ferguson. Kita juga akan mengeksplorasi makna kata-kata Paulus, konteks sejarah, dan aplikasinya dalam hidup kekristenan masa kini.

I. Konteks Historis dan Gramatikal

A. Perbudakan sebagai Metafora

Paulus menggunakan metafora perbudakan — sesuatu yang sangat dipahami oleh masyarakat Romawi abad pertama. Dalam masyarakat itu, budak adalah milik tuannya secara total, termasuk tubuh, tenaga, dan keputusan hidup. Paulus meminjam konsep ini untuk menunjukkan betapa totalitas pengaruh dosa sebelumnya menguasai umat manusia, dan bagaimana keselamatan dalam Kristus mengubah manusia menjadi milik Allah yang baru.

John Stott menjelaskan bahwa penggunaan metafora ini adalah bentuk pedagogi rohani: “Paulus mengakui keterbatasan bahasa manusia (‘aku berkata secara manusia karena kelemahan dagingmu’) karena realitas rohani terlalu besar untuk ditampung oleh kata-kata biasa.”

II. Penjelasan Roma 6:19: Menyerahkan Anggota Tubuh

“Aku berkata secara manusia karena kelemahan dagingmu…”

A. Paulus Merendahkan Diri demi Tujuan Didaktik

John Calvin menafsirkan bagian ini sebagai bentuk kerendahan hati Paulus dalam menyampaikan kebenaran rohani dengan istilah-istilah duniawi, agar dapat dimengerti oleh mereka yang belum dewasa secara rohani. Calvin berkata:

“Paulus tidak menyukai perbandingan ini (perbudakan), tetapi karena pendengarnya lamban dalam memahami hal-hal surgawi, ia memilih menyampaikan kebenaran dengan cara yang membumi.”

Dengan kata lain, Paulus mengalah demi mengajar. Ia menjelaskan kebenaran yang dalam dengan istilah yang akrab bagi orang Romawi.

B. “Kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu untuk menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan”

Di sini Paulus menegaskan bahwa sebelum pertobatan, tubuh manusia — mata, tangan, kaki, pikiran, dan keinginan — semua dipakai untuk kejahatan.

Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa dosa tidak hanya berupa tindakan-tindakan moral yang buruk, tetapi juga penghambaan secara total. “Anggota tubuh di sini bukan hanya fisik, tetapi termasuk pikiran dan hasrat. Manusia adalah budak dari keinginan berdosa.”

Kata kecemaran (Yunani: akatharsia) berarti kekotoran moral, terutama yang bersifat seksual. Sedangkan kedurhakaan (anomia) berarti pelanggaran terang-terangan terhadap hukum Allah. Perpindahan dari kecemaran kepada kedurhakaan menunjukkan spiral menurun dari dosa ke dosa yang lebih dalam.

C. Serahkanlah Anggota Tubuhmu untuk Menjadi Hamba Kebenaran

Perintah ini adalah kebalikan dari hidup lama. Di masa lalu, kita menyerahkan anggota tubuh kepada dosa secara aktif; sekarang kita dipanggil untuk menyerahkan tubuh kita kepada kebenaran secara aktif pula.

R.C. Sproul menjelaskan bahwa ini bukan transformasi pasif, melainkan perubahan aktif oleh anugerah: “Pengudusan bukan hanya pekerjaan Roh Kudus, tetapi juga tanggapan aktif dari orang percaya. Kita bertanggung jawab atas bagaimana kita menggunakan tubuh kita.”

D. “Yang Membawa Kepada Pengudusan”

Tujuan dari hidup dalam kebenaran bukan hanya kebaikan moral semata, tetapi pengudusan — proses menjadi serupa Kristus. Kata pengudusan (hagiasmos) menunjukkan pemisahan total dari dosa dan penyerahan kepada Allah.

Sinclair Ferguson menulis:

“Pengudusan bukanlah hasil usaha manusia semata, tetapi buah dari identitas baru dalam Kristus. Kita tidak hanya diperintahkan untuk hidup kudus, tetapi diberikan kuasa untuk melakukannya.”

III. Penjelasan Roma 6:20: Bebas dari Kebenaran?

“Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.”

A. Bebas atau Terikat?

Pernyataan ini tampaknya ironis: “bebas dari kebenaran” bukanlah kebebasan sejati, melainkan keterikatan pada dosa. Paulus membalikkan logika dunia: ketika manusia berpikir mereka bebas untuk melakukan apa saja (termasuk dosa), sebenarnya mereka sedang menjadi budak dosa.

John Murray, seorang teolog Reformed dari Westminster Seminary, mengatakan:

“Tidak ada netralitas dalam hidup rohani. Manusia selalu menjadi hamba — entah kepada dosa atau kepada kebenaran. Kebebasan dari kebenaran berarti perbudakan terhadap dosa.”

B. Bebas dari Kebenaran = Terasing dari Allah

Kata bebas (eleutheros) dalam ayat ini menunjukkan keterputusan relasi dengan kebenaran Allah. Dosa bukan hanya pelanggaran moral, tetapi kondisi spiritual: keterasingan dari Allah.

Dalam terang teologi Reformed, kebebasan sejati hanya bisa ditemukan dalam relasi dengan Kristus. Ketika seseorang tidak memiliki Kristus, ia bukan hanya tidak memiliki kebenaran, tetapi juga tidak mampu menghasilkan kebenaran.

IV. Implikasi Teologis: Dua Perbudakan, Dua Buah, Dua Akhir

Paulus sedang membandingkan dua bentuk perbudakan:

  • Hamba dosa → kecemaran → kematian

  • Hamba kebenaran → pengudusan → hidup kekal

A. Teologi Total Depravity

Pandangan Reformed tentang total depravity (kerusakan total) sangat selaras dengan Roma 6:19-20. Dalam dosa, seluruh aspek manusia telah rusak — pikiran, emosi, kehendak. Maka dari itu, manusia tidak bisa membebaskan diri dari dosa, kecuali oleh karya pembaruan Roh Kudus.

Kata-kata “menyerahkan anggota tubuh” dalam bentuk lampau dan sekarang menunjukkan adanya transformasi rohani. Orang percaya telah dipindahkan dari kerajaan dosa ke kerajaan terang.

B. Teologi Union with Christ

Menurut teologi Reformed, inti dari keselamatan adalah kesatuan dengan Kristus (union with Christ). Roma 6 secara keseluruhan berbicara tentang dibaptis dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Maka, perubahan gaya hidup yang dimaksud Paulus bukanlah karena usaha moral manusia, melainkan karena identitas baru dalam Kristus.

Michael Horton menulis:

“Kita tidak hanya diampuni dalam Kristus, tetapi diubah dalam Dia. Identitas kita yang baru memproduksi cara hidup yang baru.”

V. Aplikasi Praktis untuk Orang Percaya

A. Menyerahkan Anggota Tubuh kepada Kebenaran

  • Mata untuk melihat hal-hal yang benar dan murni (Filipi 4:8)

  • Telinga untuk mendengar firman Allah, bukan gosip dan fitnah

  • Lidah untuk memberkati, bukan mencaci

  • Tangan untuk melayani, bukan merusak

  • Kaki untuk melangkah dalam kebenaran, bukan menyimpang ke jalan dosa

Orang Kristen dipanggil untuk hidup secara aktif dalam ketaatan. Ini bukan legalisme, tetapi buah dari kasih.

B. Mengakui Kelemahan Daging

Paulus menyebut “kelemahan dagingmu” sebagai pengakuan akan realita pergumulan. Orang percaya masih hidup dalam tubuh fana yang lemah dan cenderung berdosa. Namun, dengan anugerah Roh Kudus, mereka dipanggil untuk terus bertumbuh dalam pengudusan.

C. Menolak Kebebasan Palsu

Kita hidup di zaman yang memuja kebebasan individual dan otonomi moral. Tetapi Paulus mengingatkan bahwa bebas dari kebenaran bukanlah kemerdekaan sejati, melainkan bentuk keterikatan pada dosa yang membawa maut.

VI. Kutipan dari Para Teolog Reformed

John Calvin:

“Hidup yang dahulu ditandai oleh kenajisan dan anomia, kini harus ditandai oleh kebenaran dan kekudusan, karena kita tidak lagi menjadi hamba dosa, tetapi hamba Allah.”

R.C. Sproul:

“Setiap manusia adalah budak. Pertanyaannya hanya: siapa tuannya — dosa atau Allah?”

Martyn Lloyd-Jones:

“Kekristenan bukan sekadar perubahan gaya hidup, tetapi perpindahan kepemilikan: dari dosa kepada Kristus.”

Sinclair Ferguson:

“Pengudusan adalah bukti bahwa kita telah disatukan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Kita bukan lagi milik diri sendiri.”

Kesimpulan: Hidup dalam Identitas Baru

Roma 6:19-20 mengajarkan bahwa kekristenan bukan sekadar perubahan perilaku, tetapi perubahan kepemilikan. Dulu kita milik dosa, kini kita milik Kristus. Dulu anggota tubuh kita dikuasai oleh kenajisan dan pelanggaran, kini dipersembahkan untuk kemuliaan Allah.

Hidup Kristen bukan tentang kebebasan untuk berbuat sesuka hati, melainkan kebebasan untuk taat. Inilah kebebasan sejati — menjadi hamba Allah, dipimpin oleh Roh Kudus, dan menghasilkan buah yang kekal: pengudusan dan hidup kekal.

Next Post Previous Post