The Art of Divine Contentment: Seni Puas Ilahi

Pendahuluan: Mengapa Kepuasan Ilahi Begitu Penting?
Di tengah dunia yang serba instan, materialistis, dan kompetitif, banyak orang mengejar kepuasan melalui hal-hal eksternal: karier, harta, relasi, bahkan pencapaian rohani. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa kepuasan sejati hanya ditemukan dalam Tuhan. “The Art of Divine Contentment” atau Seni Puas Ilahi adalah tema klasik yang dibahas secara mendalam oleh Thomas Watson, salah satu tokoh Puritan dan teolog Reformed terkemuka.
Buku Watson ini bukan hanya relevan bagi pembacanya di abad ke-17, tetapi juga sangat relevan bagi orang Kristen abad ke-21. Dengan menggali ajaran para tokoh Reformed lainnya seperti John Calvin, Herman Bavinck, dan John Owen, artikel ini ingin membukakan pemahaman yang lebih mendalam tentang seni puas secara rohani—bagaimana hal itu bukan hanya kebajikan, tetapi juga sebuah seni yang perlu dipelajari oleh semua orang percaya.
1. Thomas Watson: Kepuasan adalah Seni, Bukan Reaksi Alami
Thomas Watson dalam bukunya The Art of Divine Contentment menyatakan bahwa kepuasan bukanlah hasil alami dari situasi hidup, tetapi hasil dari hati yang telah dilatih oleh kasih karunia.
“Kepuasan bukanlah kebajikan pasif, tetapi kebajikan aktif yang memerlukan latihan, pengendalian diri, dan pengertian akan anugerah Allah.”
Menurut Watson, seni puas bukan terletak pada seberapa sedikit atau banyak kita miliki, melainkan pada bagaimana kita memandang apa yang kita miliki dalam terang kedaulatan Allah. Orang percaya tidak diminta untuk menjadi fatalistik, tetapi percaya bahwa segala sesuatu datang dari tangan Allah yang baik dan bijaksana.
2. John Calvin: Kedaulatan Allah sebagai Dasar Kepuasan
Dalam Institutes of the Christian Religion, John Calvin menekankan kedaulatan Allah atas segala aspek kehidupan manusia. Konsep ini menjadi fondasi bagi seni puas ilahi. Jika kita percaya bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan bahwa Dia memelihara umat-Nya, maka tidak ada alasan untuk bersungut-sungut terhadap keadaan hidup kita.
Calvin menulis:
“Apa pun yang menimpa kita adalah karena penyelenggaraan ilahi. Maka, kita harus belajar tunduk dalam ketenangan dan kepuasan.”
Sikap ini bukan bentuk penyangkalan diri yang kosong, melainkan respons aktif terhadap kebenaran bahwa Allah tidak pernah salah dalam segala keputusan-Nya.
3. Jeremiah Burroughs: The Rare Jewel of Christian Contentment
Jeremiah Burroughs, seorang rekan seangkatan Watson, menulis karya klasik lainnya yang sangat sejalan: The Rare Jewel of Christian Contentment. Burroughs menjelaskan bahwa kepuasan Kristen adalah kondisi batin yang tenang dan berserah, di mana hati selaras dengan kehendak Allah.
“Kepuasan Kristen adalah karya rohani yang mendalam yang tidak bisa dihasilkan kecuali oleh Roh Kudus.”
Ia menegaskan bahwa kepuasan bukanlah tentang menyesuaikan keadaan kita dengan keinginan kita, tetapi menyesuaikan keinginan kita dengan keadaan yang telah Tuhan tetapkan.
4. Kepuasan dalam Keterbatasan: Pandangan Herman Bavinck
Dalam sistematika teologinya, Herman Bavinck mengangkat tema penting tentang penciptaan dan keterbatasan manusia. Menurutnya, manusia diciptakan sebagai makhluk yang bergantung—dan dalam ketergantungan itu, ada keindahan dan kedamaian.
Bavinck menyatakan bahwa:
“Kebergantungan pada Allah bukanlah kelemahan, melainkan dasar dari kebebasan sejati manusia.”
Dengan kata lain, seni puas bukanlah menyangkal kebutuhan atau keinginan, melainkan menerima bahwa hanya Allah yang dapat memenuhi seluruh keberadaan kita. Ini adalah bentuk tertinggi dari kepercayaan dan ketundukan.
5. John Owen: Kepuasan dan Mortifikasi Dosa
John Owen, seorang teolog Reformed yang mendalami kehidupan kudus, menulis dalam Of the Mortification of Sin bahwa banyak ketidakpuasan rohani muncul dari dosa yang belum dimatikan. Ketamakan, iri hati, dan kesombongan adalah lawan utama dari kepuasan sejati.
Owen menulis:
“Jiwa yang mati terhadap dosa adalah jiwa yang damai, dan jiwa yang damai adalah jiwa yang puas.”
Dengan demikian, seni puas tidak bisa dilepaskan dari pertobatan yang terus-menerus. Seorang Kristen yang mau belajar seni puas harus juga belajar seni bertobat setiap hari.
6. Prinsip-Prinsip Praktis dalam The Art of Divine Contentment
Thomas Watson merangkum beberapa prinsip penting yang membentuk seni puas ilahi. Berikut ini adalah beberapa poin utama yang masih sangat relevan:
a. Percaya pada Hikmat dan Kedaulatan Allah
Allah tahu apa yang terbaik untuk kita, lebih dari kita sendiri. Kepuasan sejati dimulai ketika kita berhenti mempertanyakan segala keputusan-Nya.
b. Menghitung Berkat, Bukan Keluhan
Watson menyarankan agar orang percaya merenungkan anugerah Tuhan yang sudah diterima, bukan hanya yang belum.
“Jika kamu tidak bisa bersyukur karena apa yang belum kamu miliki, bersyukurlah karena kamu tidak menerima hukuman yang seharusnya kamu terima.”
c. Memandang Kristus sebagai Kekayaan Sejati
Segala sesuatu di luar Kristus bersifat sementara. Tetapi Kristus adalah porsi kekal yang tidak bisa hilang.
7. Kepuasan dalam Penderitaan
Salah satu ujian terbesar dari seni puas adalah ketika seseorang mengalami penderitaan. Namun para teolog Reformed sepakat bahwa penderitaan adalah alat yang Allah pakai untuk mendewasakan iman.
Dalam Roma 5:3-5 (AYT), Rasul Paulus menyatakan:
“Kita juga bermegah dalam penderitaan karena kita tahu bahwa penderitaan menghasilkan ketekunan…”
Watson mengatakan bahwa:
“Orang yang puas tidak melihat penderitaan sebagai kutuk, tetapi sebagai alat pembentukan rohani.”
Dengan kata lain, seni puas menciptakan perspektif baru dalam melihat penderitaan sebagai peluang untuk bertumbuh dalam kasih karunia.
8. Seni Puas dan Hidup Modern
Bagaimana seni puas diterapkan di dunia modern yang penuh persaingan dan ekspektasi tinggi? Berikut beberapa contoh aplikatif:
-
Dalam pekerjaan: Kita bekerja keras, tetapi tidak bergantung pada hasil sebagai sumber identitas.
-
Dalam relasi: Kita mencintai tanpa menuntut kesempurnaan dari sesama.
-
Dalam pelayanan: Kita melayani bukan untuk pujian, tapi karena kasih kepada Tuhan.
Seni puas bukan berarti pasrah, tapi tetap setia dalam tanggung jawab sambil percaya pada rencana Tuhan.
9. Kontra dengan Budaya Dunia: Anti-Konsumerisme Rohani
Kepuasan ilahi bertolak belakang dengan budaya konsumerisme yang selalu menuntut “lebih.” Dalam budaya tersebut, identitas dibangun dari “apa yang kita punya,” bukan “siapa kita di dalam Kristus.”
Teologi Reformed mengembalikan identitas kita pada pilihan dan anugerah Allah. Kepuasan lahir dari kesadaran bahwa kita sudah dipilih, ditebus, dan dipelihara oleh Tuhan.
10. Pelatihan Rohani: Bagaimana Mempraktikkan Seni Ini?
Untuk menumbuhkan sikap puas secara ilahi, ada beberapa latihan rohani yang disarankan oleh Watson dan para teolog Reformed:
-
Doa harian – Memohon Roh Kudus mengarahkan hati kita kepada kehendak Allah.
-
Membaca Mazmur – Karena banyak Mazmur mengekspresikan seni puas dalam penderitaan.
-
Membiasakan ucapan syukur – Bahkan dalam hal kecil.
-
Menulis jurnal rohani – Untuk merenungkan penyertaan Tuhan.
-
Berpuasa – Sebagai latihan untuk menyangkal keinginan dan menikmati kehadiran Allah.
11. Kelebihan dan Keindahan Kepuasan Ilahi
Watson menggambarkan seni puas sebagai permata yang langka namun sangat berharga. Kepuasan:
-
Menjaga hati dari iri dan cemburu
-
Membawa damai dalam rumah tangga
-
Memberi kekuatan dalam penderitaan
-
Memuliakan Allah karena menunjukkan bahwa Dia cukup
Kesimpulan: Seni yang Memuliakan Allah
Seni puas ilahi bukan hanya keterampilan emosional, tetapi refleksi teologis dari iman yang hidup. Dalam terang teologi Reformed, kepuasan bukanlah hasil keadaan ideal, tetapi buah dari kepercayaan pada kedaulatan Allah dan anugerah-Nya dalam Kristus.
Melalui tulisan-tulisan Watson, Burroughs, Calvin, Owen, dan Bavinck, kita diingatkan bahwa seni puas:
-
Bukan alami, tapi harus dipelajari.
-
Tidak instan, tapi bertumbuh melalui latihan rohani.
-
Bukan kelemahan, tapi kekuatan rohani yang memuliakan Tuhan.