The Devotional Works of David Harsha
Pendahuluan: Siapa David Harsha?
David Addison Harsha (1827–1890) adalah seorang penulis dan pemikir Kristen yang produktif pada abad ke-19. Meskipun tidak seterkenal para teolog Reformed besar seperti John Calvin atau Jonathan Edwards, Harsha meninggalkan warisan literatur devosional yang mendalam dan penuh kasih kepada Kristus. Karya-karyanya memadukan teologi, puisi, dan renungan pribadi dalam semangat kekudusan dan kerendahan hati.

Dalam konteks teologi Reformed, tulisan-tulisan Harsha menjadi cerminan spiritualitas yang hangat, penuh kontemplasi, namun tetap berakar pada kebenaran Alkitab. Artikel ini bertujuan menyoroti kontribusi Harsha terhadap spiritualitas Kristen melalui lensa teologi Reformed—termasuk pengaruhnya, isi karya-karyanya, dan bagaimana pandangan Reformed menilai serta menyambut literatur devosional seperti miliknya.
1. Spiritualitas Devosional dalam Tradisi Reformed
Teologi Reformed sering kali dipandang akademik dan sistematis. Namun, salah satu kekuatan besar dalam tradisi ini adalah kedalaman spiritual yang lahir dari pemahaman yang benar akan Allah. John Owen, misalnya, dalam tulisannya Communion with God, menunjukkan bahwa doktrin bukan hanya untuk pikiran, tetapi juga untuk hati.
Demikian pula, tulisan-tulisan seperti milik David Harsha membuktikan bahwa spiritualitas devosional bukan hanya bagian dari kesalehan pribadi, melainkan ekspresi dari pengenalan akan Allah yang kudus dan pengharapan akan kemuliaan yang kekal.
“Kebenaran yang menyala di kepala harus menyalakan api cinta di hati.” — John Calvin
2. Karya-Karya Utama David Harsha
Harsha menulis sejumlah karya devosional yang mencerminkan kontemplasi mendalam atas Kristus dan kehidupan kekal. Beberapa karya terkenalnya antara lain:
-
“The Star of Bethlehem”
-
“The Heavenly Recognition”
-
“Voices from the Cross”
-
“The Life of Christ”
-
“The Christian’s Companion in Solitude”
Karya-karya ini ditulis dalam gaya renungan yang penuh kasih, menggunakan puisi dan penggalan Alkitab untuk menuntun pembaca pada relasi yang lebih dalam dengan Kristus. Harsha banyak menyoroti penderitaan Kristus, penghiburan dari salib, dan pengharapan akan kekekalan—tema-tema yang sangat selaras dengan pusat teologi Reformed.
3. Tema Kristosentris dalam Tulisan Harsha
Salah satu kekuatan tulisan Harsha adalah pusat perhatian pada Kristus. Ia menempatkan Kristus sebagai pusat ibadah, kasih, dan pengharapan umat percaya.
“Di tengah malam penderitaan, bintang terang yang bersinar adalah Salib Kristus.” — The Star of Bethlehem
Teologi Reformed menegaskan bahwa semua teologi yang sehat harus bersifat Kristosentris. Herman Bavinck menyatakan:
“Kristus adalah pusat dari seluruh wahyu ilahi. Tidak ada pengenalan akan Allah tanpa pengenalan akan Kristus.”
Dalam hal ini, Harsha berdiri dalam arus yang sama dengan para Reformator dan Puritan yang selalu menekankan pentingnya Injil sebagai pusat kehidupan devosional.
4. Ketekunan dalam Penderitaan: Kesaksian Pribadi Harsha
Salah satu aspek yang memperkuat otoritas spiritual tulisan Harsha adalah latar belakang kehidupannya. Ia mengalami kesehatan yang lemah sepanjang hidupnya dan sering harus mengasingkan diri dari dunia luar. Namun dari keterbatasannya itulah lahir tulisan-tulisan yang penuh kekuatan rohani.
Bagi para teolog Reformed seperti Jeremiah Burroughs, penderitaan bukanlah musuh iman, tetapi alat anugerah yang membentuk hati yang berserah. Dalam The Rare Jewel of Christian Contentment, Burroughs menulis:
“Hati yang puas bukan hasil keadaan nyaman, tapi hasil pengenalan akan kebaikan dan hikmat Allah dalam segala keadaan.”
Harsha menjadi contoh nyata dari hal ini. Ia tidak menulis dari menara gading, tetapi dari ruang sakit dan kesendirian—dan justru di sanalah kekayaan rohaninya semakin nyata.
5. Devosi dan Doa dalam Tulisan Harsha
Karya-karya Harsha bukan hanya menyampaikan doktrin, tetapi juga menghidupkan kehidupan doa. Banyak tulisannya berisi seruan untuk mendekat pada Tuhan, merenungkan kasih karunia, dan tinggal dalam kehadiran-Nya.
Misalnya, dalam Voices from the Cross, ia menuliskan refleksi atas tujuh perkataan Yesus di kayu salib, disertai ajakan untuk doa, pujian, dan syukur. Ini sangat sejalan dengan pendekatan Reformed terhadap doa sebagai respons terhadap wahyu Allah, sebagaimana ditekankan oleh Louis Berkhof:
“Doa adalah komunikasi antara manusia dan Allah yang dilandasi oleh hubungan perjanjian.”
6. Teologi Salib dan Penghiburan Abadi
Teologi Reformed sangat menekankan penghiburan melalui salib Kristus, bukan melalui hal-hal duniawi. Harsha secara konsisten menulis tentang kekuatan dan penghiburan yang ditemukan hanya dalam penderitaan Kristus.
Dalam The Heavenly Recognition, Harsha menulis:
“Kita akan mengenal dan dikenal di surga, namun pengenalan terbesar adalah pengenalan akan Dia yang disalibkan.”
Ini selaras dengan pemikiran John Owen dan Thomas Watson, yang menegaskan bahwa penghiburan terbesar orang percaya bukanlah terbebas dari penderitaan, melainkan kehadiran Kristus dalam penderitaan.
7. Menghidupi Kekudusan dan Pengharapan Eskatologis
Salah satu aspek penting dalam tulisan Harsha adalah pengharapan akan kekekalan. Dia sering menulis tentang surga, pengenalan antar umat kudus di kekekalan, dan sukacita kekal bersama Kristus.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyatakan:
“Pengharapan eskatologis adalah dorongan etis yang menggerakkan orang percaya untuk hidup kudus.”
Harsha tidak hanya menulis tentang kekekalan untuk menenangkan hati, tetapi untuk memotivasi hidup yang kudus dan dipenuhi kasih.
8. Devosi Harsha dan Gaya Puritan
Meskipun hidup pada abad ke-19 di Amerika, gaya penulisan Harsha sangat mirip dengan para Puritan, khususnya dalam:
-
Kedalaman kontemplasi
-
Penekanan pada kemuliaan Kristus
-
Kesadaran akan kematian dan kekekalan
-
Bahasa figuratif yang kaya, namun tetap alkitabiah
Richard Baxter atau John Flavel akan merasa nyaman dengan gaya Harsha, karena menekankan realitas surga, kebangkitan, dan pentingnya kesiapan hati dalam menghadapi kematian.
9. Pandangan Teolog Reformed terhadap Tulisan Devosional
Beberapa teolog Reformed seperti R. C. Sproul dan Sinclair Ferguson mengingatkan bahwa literatur devosional harus diuji dengan doktrin yang sehat. Devosi yang emosional tanpa dasar teologis dapat menyesatkan.
Namun tulisan Harsha justru menunjukkan keseimbangan yang indah antara hati dan kepala. Ia tidak meninggalkan teologi demi kehangatan, namun juga tidak menulis kering seperti dogma. Inilah sebabnya tulisan-tulisannya tetap bernilai bagi spiritualitas Reformed.
10. Relevansi Karya Harsha bagi Gereja Masa Kini
Gereja masa kini membutuhkan lebih banyak karya devosional yang:
-
Kristosentris, bukan egosentris.
-
Bersumber dari Firman, bukan dari imajinasi semata.
-
Membangun kedalaman rohani, bukan hanya pengalaman emosional.
Karya Harsha memenuhi ketiga kriteria tersebut. Ia adalah contoh klasik dari literatur rohani yang sehat dan membangun. Tulisan-tulisannya bisa menjadi alternatif yang sangat baik bagi umat Kristen modern yang haus akan devosi yang murni dan penuh kasih karunia.
11. Bagaimana Menggunakan Tulisan Harsha dalam Disiplin Rohani?
Berikut beberapa cara praktis untuk memakai karya Harsha dalam kehidupan rohani sehari-hari:
-
Sebagai bahan renungan pagi/malam – karena isinya singkat namun padat.
-
Bahan PA pribadi atau kelompok kecil – untuk memperdalam perenungan tentang salib dan pengharapan kekal.
-
Disandingkan dengan pembacaan Alkitab – karena Harsha sering mengutip ayat-ayat sebagai dasar kontemplasinya.
-
Untuk mengisi jurnal rohani – sebagai inspirasi menuliskan respons pribadi terhadap Firman.
Kesimpulan: David Harsha dan Warisan Devosional Reformed
David Harsha mungkin bukan nama yang sering disebut dalam dunia akademik teologi, namun warisan rohaninya sangat kaya. Ia adalah teladan dari seorang penulis yang menggabungkan:
-
Teologi Reformed yang mendalam,
-
Kesalehan pribadi yang nyata,
-
Kasih kepada Kristus yang membara,
-
Dan gaya penulisan yang mengajak pembaca masuk dalam hadirat Allah.
Dalam dunia yang penuh suara bising dan devosi dangkal, karya-karya Harsha seperti oase tenang yang menuntun kita kembali pada salib, kekekalan, dan kasih karunia.