1 Timotius 5:20: Teguran Publik dan Ketakutan Akan Dosa

1 Timotius 5:20: Teguran Publik dan Ketakutan Akan Dosa

Ayat:

“Mereka yang berbuat dosa harus ditegur di hadapan semua orang supaya yang lain menjadi takut berbuat dosa.” (1 Timotius 5:20, AYT)

I. Pendahuluan

Dalam dunia modern yang menekankan toleransi, kenyamanan pribadi, dan pemeliharaan citra, ayat seperti 1 Timotius 5:20 tampak "keras" dan tidak sesuai zaman. Namun, dalam terang Alkitab dan tradisi teologi Reformed, perintah ini bukan hanya relevan, tetapi vital bagi kemurnian dan kesehatan rohani gereja. Artikel ini menyajikan eksposisi mendalam ayat ini dengan mengkaji:

  • Konteks historis dan literer

  • Pandangan para pakar Reformed seperti John Calvin, Matthew Henry, John MacArthur, dan R.C. Sproul

  • Aplikasi gerejawi yang bertanggung jawab

II. Konteks Historis dan Literer

Surat 1 Timotius ditulis oleh Rasul Paulus kepada Timotius, anak rohaninya yang memimpin jemaat di Efesus. Pasal 5 berisi nasihat tentang bagaimana memperlakukan berbagai kelompok dalam gereja: janda, penatua, dan anggota jemaat lainnya.

Ayat 20 berada dalam konteks yang lebih luas (ayat 17–25), yang berbicara tentang para penatua (pemimpin jemaat). Dengan demikian, ayat ini terutama ditujukan bagi penatua yang berdosa secara terbuka dan tidak bertobat, bukan sembarang jemaat.

III. Eksposisi Frasa per Frasa

1. “Mereka yang berbuat dosa...”

Kata “berbuat dosa” (Yunani: hamartanontas) dalam bentuk present tense aktif menunjukkan tindakan yang sedang berlangsung—dosa yang berkelanjutan atau publik, bukan satu kali kesalahan yang disesali. Teologi Reformed menekankan bahwa dosa, khususnya dari pemimpin, merusak kesaksian Injil dan harus ditangani secara serius.

“Jika dosa menjadi kebiasaan dan tidak ditegur, maka gereja kehilangan kekudusannya.” – John Calvin

2. “...harus ditegur di hadapan semua orang...”

Ini bukan tentang aib atau mempermalukan, melainkan tindakan pastoral dan disipliner yang bertujuan untuk:

  • Menegakkan keadilan di gereja

  • Melindungi jemaat dari kepemimpinan yang rusak

  • Menyatakan bahwa dosa bukan hal sepele

John MacArthur dalam komentarnya menekankan bahwa ini adalah bagian dari proses disiplin gereja (bdk. Matius 18), namun khusus untuk pemimpin, hal ini harus dilakukan lebih terbuka karena dampak pelayanannya yang luas.

“Teguran terbuka adalah cara Allah menjaga ketakutan yang kudus di dalam gereja.” – John MacArthur

3. “...supaya yang lain menjadi takut berbuat dosa.”

Frasa ini mengandung unsur pedagogis dan preventif. Teologi Reformed melihat ketakutan akan Tuhan (fear of the Lord) sebagai permulaan hikmat (Amsal 9:10). Dalam hal ini, ketakutan akan konsekuensi dosa membantu menjaga kemurnian gereja.

Sproul menegaskan:

“Kita hidup di zaman yang telah kehilangan konsep ‘ketakutan akan Tuhan’. Ayat ini adalah seruan untuk menghidupkan kembali rasa gentar yang kudus itu.” – R.C. Sproul

IV. Tafsiran dari Para Teolog Reformed

1. John Calvin

Calvin dalam komentarnya menyatakan bahwa kesalahan seorang pemimpin tidak boleh ditutup-tutupi karena:

  • Itu mencemarkan Injil

  • Menjadi batu sandungan bagi umat

  • Memberikan contoh buruk bagi generasi berikutnya

Calvin menulis:

“Seseorang yang memiliki pengaruh publik dan gagal secara moral harus ditegur secara publik untuk mendidik gereja dan mengembalikan kehormatan Tuhan yang telah dilukai.”

2. Matthew Henry

Henry dalam komentarnya menekankan bahwa teguran publik bukanlah bentuk kebencian, tetapi kasih yang serius. Gereja harus mencerminkan kekudusan Allah.

“Disiplin yang sehat adalah tanda gereja yang hidup. Tanpa itu, gereja akan tenggelam dalam kompromi.” – Henry

3. John MacArthur

MacArthur menambahkan bahwa konteks Efesus (kota dengan pengaruh kuat budaya kafir) membuat penting bagi pemimpin Kristen untuk menjaga integritas. Teguran publik memberikan peringatan moral dan pemulihan integritas komunitas.

4. Sinclair Ferguson

Ferguson menjelaskan bahwa aspek komunitas dalam tubuh Kristus menuntut keterbukaan dan disiplin yang penuh kasih. Disiplin gerejawi adalah cara Allah menegakkan kerajaan-Nya di bumi secara rohani.

V. Prinsip-Prinsip Disiplin Gerejawi Menurut Teologi Reformed

Dalam teologi Reformed, disiplin gerejawi bukan sekadar tindakan administratif, melainkan ekspresi dari kasih Allah. Tiga tujuan utama disiplin:

  1. Pemulihan orang berdosa

  2. Perlindungan gereja dari dosa yang menular

  3. Kemuliaan Allah dan kesaksian Injil

Buku Institutes of the Christian Religion oleh Calvin menyatakan bahwa tanpa disiplin, gereja hanyalah sekumpulan orang yang tidak kudus yang mengatasnamakan Tuhan.

VI. Aplikasi Praktis di Gereja Masa Kini

1. Perlunya Kejelasan Standar Moral Pemimpin

Gereja harus memiliki kode etik dan pedoman spiritual bagi pemimpin. Dosa tidak bisa dikompromikan demi reputasi.

2. Disiplin dengan Prosedur dan Kasih

Teguran publik harus melalui prosedur:

  • Penyelidikan yang adil

  • Kesempatan bertobat

  • Dilakukan dalam kasih dan kerendahan hati

3. Edukasi Jemaat Tentang Ketakutan yang Kudus

Ketakutan akan Tuhan adalah sikap hormat yang suci, bukan ketakutan servile. Gereja perlu mengajarkan bahwa Tuhan mengasihi tetapi juga adil.

4. Kebangkitan Budaya Tanggung Jawab Rohani

Gereja perlu menghidupkan kembali semangat saling menegur dalam kasih (bdk. Galatia 6:1), tanpa jatuh dalam legalisme atau permisivisme.

VII. Tantangan dan Kesalahpahaman Modern

  1. Tantangan relativisme moral:
    Banyak gereja takut menerapkan disiplin karena tekanan budaya.

  2. Risiko penyalahgunaan otoritas:
    Disiplin harus berdasarkan kasih dan keadilan, bukan untuk membalas atau menjatuhkan.

  3. Kesalahpahaman publik:
    Banyak yang menyamakan teguran dengan persekusi atau ketidaktoleranan.

“Disiplin gerejawi tanpa kasih adalah kejam. Namun kasih tanpa disiplin bukanlah kasih sejati.” – R.C. Sproul

Kesimpulan

1 Timotius 5:20 adalah seruan profetik bagi gereja masa kini: untuk tidak bermain-main dengan dosa, terutama dalam kepemimpinan. Teguran yang dilakukan secara benar, terbuka, dan penuh kasih menjadi alat Allah untuk memurnikan gereja-Nya. Dalam tradisi Reformed, kedisiplinan bukan tindakan yang keras hati, tetapi respons kudus terhadap realitas dosa dan kasih terhadap umat Allah.

Next Post Previous Post