Berkat dalam Memberi: Ulangan 24:19

Berkat dalam Memberi: Ulangan 24:19

Pendahuluan: Kedermawanan sebagai Perintah Kudus

Alkitab tidak hanya berbicara tentang iman dan keselamatan, tetapi juga secara gamblang tentang kehidupan sosial dan tanggung jawab terhadap sesama. Salah satu prinsip penting yang diajarkan dalam Perjanjian Lama adalah kedermawanan, khususnya terhadap orang miskin, janda, anak yatim, dan orang asing. Ulangan 24:19 merupakan contoh konkret bagaimana Allah menghubungkan tindakan memberi dengan berkat yang akan diterima oleh umat-Nya.

Dalam kerangka teologi Reformed, perikop ini bukan sekadar ajaran etika sosial, tetapi juga cerminan karakter Allah, prinsip perjanjian, dan aplikasi nyata dari kasih yang menyelamatkan. Artikel ini akan mengulas bagaimana beberapa tokoh dan pakar Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan Tim Keller memandang prinsip “berkat dalam memberi” dalam terang ayat ini.

1. Konteks Ulangan 24:19: Hukum Sosial Israel

Kitab Ulangan adalah pengulangan hukum Musa menjelang bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian. Pasal 24 secara khusus berisi peraturan sosial, termasuk bagaimana memperlakukan budak, orang miskin, dan orang yang lemah dalam masyarakat.

Ayat 19 menyatakan bahwa jika seseorang lupa mengambil hasil panennya, maka sisa itu bukan lagi miliknya, melainkan harus dibiarkan untuk kaum marginal. Dengan kata lain, “lupa” dalam hal ini menjadi sarana Allah untuk memberkati orang lain. Sebagai balasannya, Allah berjanji akan memberkati semua pekerjaan tangan si petani tersebut.

Ini bukan sistem filantropi biasa. Ini adalah perintah ilahi yang menanamkan keadilan sosial sebagai bagian dari kehidupan umat perjanjian.

2. Prinsip Reformed: Allah Pemilik Segala Sesuatu

John Calvin: Tuhan Pemilik Ladang

John Calvin menekankan bahwa semua milik manusia adalah milik Allah yang dipercayakan. Dalam komentarnya terhadap hukum-hukum Musa, Calvin menulis:

“Harta kita bukan hanya untuk kesenangan pribadi, tetapi dipercayakan kepada kita untuk kepentingan orang lain.”

Dalam terang itu, Ulangan 24:19 adalah cara Allah menanamkan prinsip stewardship (pengelolaan) – bahwa apa yang kita miliki bukan milik kita sepenuhnya. Memberi bukan hanya kebajikan, tetapi tanggung jawab perjanjian.

3. Memberi sebagai Buah dari Iman yang Hidup

Dalam teologi Reformed, iman yang sejati menghasilkan buah. Salah satu buah itu adalah kasih kepada sesama, yang dinyatakan dalam tindakan memberi. Herman Bavinck menekankan:

“Orang percaya dipanggil bukan hanya untuk menerima anugerah, tetapi juga menjadi saluran anugerah itu bagi orang lain.”

Penerapan Ulangan 24:19 tidak hanya terbatas pada sistem agraria Israel. Hari ini, ini diterjemahkan ke dalam kedermawanan pribadi, perhatian terhadap komunitas, dan kepedulian terhadap mereka yang menderita.

4. Berkat Sebagai Respons Allah, Bukan Upah

Ayat ini menjanjikan bahwa TUHAN akan memberkati pekerjaan tangan mereka yang taat memberi. Namun, dalam kerangka Reformed, berkat itu bukan hasil jasa manusia, melainkan anugerah Allah sebagai respons perjanjian.

R.C. Sproul: Anugerah dan Ketaatan

Sproul menekankan bahwa Allah bekerja dalam kerangka perjanjian kasih karunia. Ia menyatakan:

“Ketaatan membawa berkat bukan karena kita pantas menerimanya, tetapi karena Allah berkenan memberkati mereka yang hidup dalam kehendak-Nya.”

Jadi, berkat dalam Ulangan 24:19 bukan imbalan mekanis, melainkan anugerah Allah yang diberikan kepada mereka yang hidup dalam iman dan kasih.

5. Tim Keller: Injil dan Keadilan Sosial

Tim Keller banyak menulis tentang hubungan antara Injil dan keadilan sosial. Dalam bukunya Generous Justice, ia menunjukkan bahwa Allah selalu berpihak pada kaum lemah dan memanggil umat-Nya untuk melakukan hal yang sama.

Dalam konteks Ulangan 24:19, Keller menafsirkan bahwa Allah ingin umat-Nya secara aktif merancang sistem hidup yang adil dan penuh kasih, di mana yang lemah mendapat tempat dan perlindungan.

“Jika kamu benar-benar memahami Injil, kamu akan peduli dengan keadilan. Memberi bukan sekadar pilihan moral; itu adalah bagian dari identitas baru kita di dalam Kristus.”

6. Aplikasi Kontemporer: Memberi di Tengah Masyarakat Konsumeris

Hari ini, kita hidup dalam budaya yang sangat konsumtif. Menumpuk kekayaan pribadi sering kali dianggap sebagai simbol keberhasilan. Namun, prinsip Ulangan 24:19 mengajak kita untuk membalik logika dunia:

  • Tidak semua yang bisa kamu kumpulkan harus kamu simpan.

  • Tidak semua kelalaian harus kamu perbaiki demi keuntungan pribadi.

  • Sebagian dari “panenmu” milik orang lain.

Prinsip Praktis:

  • Pendapatan kita adalah ladang modern kita. Sisihkan untuk orang yang membutuhkan.

  • Waktu dan tenaga juga bisa menjadi “berkas panen” yang kita bagikan dalam bentuk pelayanan atau perhatian.

  • Perusahaan Kristen bisa menerapkan ini dengan memberi ruang bagi CSR yang sungguh-sungguh berdasarkan kasih.

7. Memberi: Cermin dari Kasih Allah yang Memberi

Allah tidak memerintahkan sesuatu yang Dia sendiri tidak lakukan. Dalam Kristus, Allah memberikan segala yang kita butuhkan – bahkan nyawa Anak-Nya sendiri (Yohanes 3:16).

Jonathan Edwards: Memberi sebagai Cermin Injil

Edwards menulis bahwa tindakan memberi adalah manifestasi dari kasih Injil dalam kehidupan nyata. Ketika kita memberi, kita meniru Allah yang adalah Pemberi utama.

“Kedermawanan sejati lahir dari hati yang telah mengalami kasih Allah.”

Dengan demikian, setiap kali kita memberi, kita sedang menyatakan Injil secara praktis kepada dunia.

8. Tantangan dan Godaan dalam Memberi

Tidak semua pemberian murni. Ada yang memberi karena gengsi, tekanan sosial, bahkan manipulasi spiritual. Di sinilah teologi Reformed memberi koreksi tajam: pemberian sejati berasal dari iman, bukan karena ingin balasan.

“Pemberian yang menyenangkan Tuhan adalah pemberian yang lahir dari hati yang dipenuhi syukur, bukan keinginan akan imbalan.” – John Piper

9. Buah Roh dan Kedermawanan

Dalam Galatia 5:22, salah satu buah Roh adalah kebaikan. Orang yang dipenuhi Roh Kudus akan terdorong untuk memberi.

Maka Ulangan 24:19 bukan sekadar etika agraria, tetapi manifestasi hidup oleh Roh. Dalam terang ini, memberi adalah tanda kehidupan baru.

10. Gereja Sebagai Ladang Pemberian

Gereja dipanggil menjadi agen kasih Allah. Ulangan 24:19 mengingatkan gereja lokal untuk:

  • Peka terhadap yang miskin, janda, anak yatim.

  • Membangun sistem keuangan dan pelayanan yang adil.

  • Mendorong jemaat hidup tidak untuk diri sendiri, tetapi untuk melayani.

Kesimpulan: Ketaatan Membuka Saluran Berkat

Ulangan 24:19 bukan hanya tentang hasil panen. Ini adalah manifesto kasih Allah bagi mereka yang terpinggirkan, dan panggilan bagi umat-Nya untuk menjadi saluran kasih itu. Teologi Reformed mengajarkan bahwa berkat tidak terlepas dari kasih karunia, dan kasih karunia selalu menghasilkan hidup yang murah hati.

Poin-poin utama untuk diingat:

  1. Allah adalah pemilik segala sesuatu.

  2. Memberi adalah perintah, bukan opsi.

  3. Berkat adalah hasil dari kasih karunia, bukan jasa.

  4. Kedermawanan mencerminkan Injil.

  5. Orang percaya harus aktif menciptakan ruang untuk memberi.

"Dengan demikian, TUHAN, Allahmu akan memberkatimu dalam segala pekerjaan tanganmu." (Ulangan 24:19)

Next Post Previous Post