Kisah Para Rasul 3:17–18 Namun Sekarang Aku Tahu

Kisah Para Rasul 3:17–18 Namun Sekarang Aku Tahu

Pendahuluan

Kisah Para Rasul 3 adalah bagian penting dalam narasi awal gereja Kristen. Setelah Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang lumpuh di Gerbang Indah, orang banyak berkumpul dengan keheranan. Dalam respons itulah, Petrus menyampaikan khotbah yang sangat tajam dan Injili. Dua ayat ini menjadi pusat dari khotbah tersebut:

“Dan sekarang, saudara-saudara, aku tahu bahwa kamu telah berbuat demikian karena ketidaktahuan, seperti yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpinmu juga. Tetapi dengan cara demikian Allah telah menggenapi apa yang telah diberitakan-Nya sebelumnya dengan perantaraan semua nabi-Nya, bahwa Mesias-Nya harus menderita.” (Kisah Para Rasul 3:17–18, TB)

Melalui dua ayat ini, kita melihat teologi penebusan, anugerah dalam ketidaktahuan, dan pemeliharaan Allah dalam sejarah keselamatan. Mari kita dalami maknanya secara teologis, pastoral, dan praktis.

I. Konteks Historis dan Naratif

Setelah mujizat penyembuhan, orang banyak menatap Petrus dan Yohanes seakan-akan mereka adalah penyembuh ilahi. Petrus segera meluruskan kesalahpahaman itu, menegaskan bahwa kuasa itu berasal dari Yesus Kristus yang telah mereka salibkan—tetapi yang telah dibangkitkan Allah.

Ayat 17–18 datang sebagai peralihan dari tudingan kepada penghiburan dan penjelasan teologis.

John Stott menyebut bagian ini sebagai “transisi dari konfrontasi kepada konsolasi.”

II. Eksposisi Frasa demi Frasa

1. “Dan sekarang, saudara-saudara…”

Panggilan ini mengubah nada khotbah dari konfrontasi ke kasih. Kata "saudara-saudara" menandakan solidaritas etnis dan spiritual: Petrus berbicara kepada sesama Yahudi.

John Calvin menekankan bahwa dengan menyapa mereka sebagai saudara, Petrus menunjukkan kasih dan harapan:

“Ia tidak menyerah terhadap kekerasan hati mereka, tetapi menunjukkan belas kasihan Injil.”

2. “Aku tahu bahwa kamu telah berbuat demikian karena ketidaktahuan”

Petrus merujuk pada tindakan mereka menyalibkan Yesus. Ketidaktahuan di sini tidak berarti tidak bersalah, tetapi tidak memahami siapa Yesus sebenarnya.

Dalam teologi Reformed, hal ini selaras dengan doktrin total depravity (kerusakan total): manusia secara alami tidak mampu mengenal Allah dengan benar tanpa pencerahan Roh Kudus.

R.C. Sproul menjelaskan bahwa ketidaktahuan manusia terhadap Allah bukanlah pasif, melainkan aktif dalam penolakan kebenaran.

Namun, Petrus tidak mengecam tanpa harapan. Ia menegaskan bahwa ketidaktahuan mereka masih bisa dijangkau oleh anugerah.

3. “Seperti yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpinmu juga”

Petrus tidak mengisolasi kesalahan pada rakyat saja. Ia mengakui bahwa pemimpin-pemimpin religius pun bersalah. Ini menunjukkan bahwa kebutaan rohani tidak mengenal posisi atau status.

Herman Bavinck menyatakan:

“Dosa bukan hanya kelemahan individu, tetapi juga kerusakan struktural. Bahkan institusi religius bisa menjadi alat kegelapan jika tidak tunduk pada wahyu Allah.”

4. “Tetapi dengan cara demikian Allah telah menggenapi…”

Ini adalah puncak dari teologi redemptif (penebusan). Sekalipun manusia bertindak jahat, Allah tetap bekerja di balik semua itu untuk menggenapi rencana-Nya.

Kata “dengan cara demikian” (Yunani: οὕτως) menyatakan bahwa melalui penderitaan Yesus—termasuk pengkhianatan, salib, dan kematian—Allah melaksanakan keselamatan.

John Piper menyebut hal ini sebagai “kemenangan Allah atas kejahatan melalui kejahatan itu sendiri.”

5. “Apa yang telah diberitakan-Nya sebelumnya dengan perantaraan semua nabi-Nya…”

Ini menegaskan bahwa penderitaan Kristus bukan kecelakaan sejarah, tetapi penggenapan nubuatan. Mulai dari Musa, Yesaya, sampai Maleakhi—semua menunjuk kepada Mesias yang menderita.

Sinclair Ferguson menegaskan bahwa ini menunjukkan kesatuan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Kristus bukan penghapus tradisi Yahudi, tetapi penggenapan seluruh janji Allah.

6. “Bahwa Mesias-Nya harus menderita”

Ini adalah inti dari Injil: bahwa sang Mesias datang bukan untuk ditinggikan secara duniawi, tetapi untuk menderita demi penebusan.

Yesaya 53 adalah latar belakang kuat dari frasa ini. Sang Hamba Tuhan yang menderita adalah gambaran profetik dari Yesus.

Teologi Reformed menekankan bahwa penderitaan Yesus:

  • Adalah pengganti (substitusi) bagi umat pilihan-Nya

  • Ditetapkan oleh kehendak Allah

  • Adalah tindakan kasih dan keadilan ilahi sekaligus

Calvin menulis:

“Dalam penderitaan Kristus, kita melihat baik kemurahan maupun keadilan Allah dinyatakan secara sempurna.”

III. Ajaran Teologi Reformed dari Ayat Ini

1. Doktrin Providence (Pemeliharaan Ilahi)

Allah memakai bahkan peristiwa paling jahat untuk kebaikan kekal. Penyaliban Yesus adalah kejahatan terbesar manusia, tetapi juga sarana keselamatan terbesar Allah.

“Kamu telah menyerahkan-Nya... tetapi Allah telah menetapkan sebelumnya.” (Kis. 2:23)

Bavinck menyebut bahwa Allah tidak menyebabkan dosa, tetapi mengizinkannya untuk tujuan-Nya yang kudus.

2. Doktrin Anugerah Umum dan Khusus

Ketidaktahuan yang disebut Petrus menunjukkan bahwa manusia bisa melakukan dosa dalam kebodohan rohani. Namun, Injil adalah anugerah khusus yang menyinari kegelapan itu dan menawarkan pengampunan.

3. Kesatuan Keseluruhan Alkitab

Seluruh kisah Alkitab—dari Kejadian sampai Maleakhi—adalah satu narasi penebusan. Semua nabi menunjuk kepada Kristus yang akan menderita.

Teologi Reformed menyebut ini sebagai “Biblical Theology” atau “Redemptive-Historical Approach.”

IV. Implikasi Praktis dan Pastoral

1. Injil Adalah Pengharapan Bagi yang Tidak Tahu

Petrus menyampaikan pengharapan bahkan kepada orang yang telah menyalibkan Yesus. Tidak ada dosa terlalu besar bagi anugerah Allah.

2. Tuhan Masih Bekerja Meski Kita Gagal Melihatnya

Saat para pemimpin membunuh Yesus, mereka pikir mereka sedang memadamkan kebenaran. Tapi Allah justru menghidupkan keselamatan dari salib.

Ini menguatkan iman kita bahwa Allah tidak pernah kehilangan kendali.

3. Bertobatlah, Sebelum Ketidaktahuan Menjadi Kebinasaan

Petrus tidak membiarkan mereka tinggal dalam ketidaktahuan. Di ayat 19, ia menyerukan:

“Karena itu sadarlah dan bertobatlah…”

Anugerah tidak menoleransi dosa; anugerah mengundang pertobatan.

V. Kisah Yudas dan Petrus: Dua Jalan Setelah Ketidaktahuan

Yudas dan Petrus sama-sama gagal. Namun Yudas berakhir dalam putus asa, sementara Petrus bertobat.

Kisah Para Rasul 3:17–18 adalah undangan Allah kepada setiap Yudas untuk berubah menjadi Petrus—untuk bertobat dan melayani.

Kesimpulan

Kisah Para Rasul 3:17–18 mengajarkan bahwa:

  • Dosa bisa dilakukan dalam ketidaktahuan, tetapi tetap serius

  • Allah tetap berdaulat bahkan dalam kejahatan manusia

  • Injil adalah penggenapan nubuatan, bukan rencana cadangan

  • Pertobatan adalah respons yang tepat terhadap anugerah

Mari kita menanggapi panggilan Injil dengan hati yang bertobat dan bersyukur, karena Kristus menderita demi kita, dan melalui penderitaan itu, kita diselamatkan.

Next Post Previous Post