Menguji Hati di Masa-Masa Berbahaya

Pendahuluan
Setiap zaman memiliki tantangannya, tetapi dalam era kita saat ini—yang penuh dengan kebingungan moral, kekacauan sosial, dan serangan rohani—pertanyaan besar bagi setiap orang percaya adalah: Apakah kita sungguh mengenal hati kita? Apakah kita berjaga di tengah bahaya?
Frasa “perilous times” (masa-masa berbahaya) diambil dari 2 Timotius 3:1:
“Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.”
Dan “searching our hearts” menggemakan doa Daud dalam Mazmur 139:23-24:
“Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku.”
Artikel ini akan mengeksplorasi dua hal secara mendalam:
-
Bagaimana memahami masa-masa sukar menurut Alkitab
-
Bagaimana kita dipanggil untuk mengoreksi dan menguji hati kita sebagai respons terhadap zaman tersebut
Pendekatan ini dikembangkan melalui eksposisi teks, prinsip-prinsip teologi Reformed, dan pemikiran tokoh-tokoh utama.
I. Masa-Masa Sukar: Apa yang Dikatakan Alkitab?
1. 2 Timotius 3:1–5 — Ciri Zaman yang Berbahaya
Paulus memperingatkan Timotius bahwa hari-hari terakhir akan ditandai oleh:
“Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang, membual, menyombongkan diri, pemfitnah…” (ay.2)
John Calvin menafsirkan bagian ini dengan serius:
“Penyakit moral ini bukan hanya menyerang dunia luar, tetapi menyusup ke dalam gereja. Maka kewaspadaan harus dimulai dari rumah Tuhan sendiri.”
Kata kunci: cinta diri, kebencian akan yang baik, kasih yang dingin, munafik religius (ay.5: “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya mereka memungkiri kekuatannya”).
2. Bahaya yang Bersifat Rohani
Bahaya terbesar bukanlah bencana alam atau perang, melainkan penyesatan rohani. Dalam Matius 24:24 Yesus berkata:
“Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang dahsyat…”
R.C. Sproul dalam Truths We Confess menulis:
“Kejatuhan terbesar bukan ketika gereja tidak memiliki kekuasaan politik, tetapi ketika gereja kehilangan kebenaran dan keberanian untuk menyatakannya.”
3. Bahaya Duniawi dan Godaan Budaya
Dalam 1 Yohanes 2:16, Rasul Yohanes menulis tentang “keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup”—tiga serangan utama dunia terhadap iman. Teologi Reformed menyebut ini sebagai bagian dari “tiga musuh jiwa”: dunia, daging, dan iblis.
II. Mengenal Hati yang Tersesat: Jeremia 17:9
“Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?”
Martyn Lloyd-Jones menyebut ayat ini sebagai:
“Diagnosis paling jujur dan paling menghancurkan tentang kondisi manusia menurut Alkitab.”
Menurut Reformed Theology:
-
Dosa telah merusak seluruh keberadaan manusia (total depravity)
-
Hati yang tidak diperbarui akan menipu diri sendiri
-
Kita cenderung membenarkan diri, bukan mengaku dosa
Calvin berkata dalam Institutes:
“Hati manusia adalah pabrik berhala. Ia terus-menerus menghasilkan allah-allah palsu, bahkan setelah mengenal Allah yang benar.”
III. Jalan Menguji Hati: Mazmur 139:23-24
“Selidikilah aku, ya Allah…”
Doa ini adalah bentuk kerendahan hati rohani. Bukan mencari pembenaran diri, tetapi mengundang Allah untuk menerangi setiap sudut jiwa.
Herman Bavinck menjelaskan bahwa hati bukan sekadar pusat emosi, tetapi seluruh keberadaan manusia—moral, spiritual, dan intelektual. Maka ketika kita berkata "Tuhan, ujilah hatiku," kita bersedia diperiksa seluruhnya.
Mengapa Harus Diuji?
-
Karena kita bisa tertipu oleh perasaan
-
Karena kemunafikan bisa menyelinap
-
Karena kebiasaan rohani bisa berubah menjadi rutinitas kosong
IV. Cara Menerapkan Pencarian Hati dalam Masa-Masa Sulit
1. Melalui Firman Tuhan (Ibrani 4:12)
“Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua mana pun…”
Firman adalah cermin dan pisau. Ia membedah hati kita. Tanpa disiplin dalam Firman, kita akan tertipu oleh budaya atau opini.
John Stott berkata:
“Gereja yang kehilangan Alkitab akan menjadi gereja yang disesatkan.”
2. Melalui Doa dan Pengakuan Dosa
Kebiasaan berdoa bukan hanya permintaan, tetapi interaksi rohani yang membuka hati di hadapan Allah.
Pengakuan dosa bukan kelemahan, melainkan kekuatan rohani. Martin Luther mengatakan bahwa seluruh hidup orang percaya adalah hidup dalam pertobatan.
3. Melalui Komunitas Kudus
Allah tidak pernah memanggil kita berjalan sendiri. Dalam masa sukar, kita memerlukan:
-
Teguran dalam kasih (Amsal 27:6)
-
Akuntabilitas rohani
-
Pelayanan saling membangun (Galatia 6:1)
Sinclair Ferguson mengingatkan bahwa isolasi rohani adalah awal kehancuran. Komunitas adalah anugerah untuk saling menajamkan.
4. Melalui Sakramen dan Ibadah yang Berpusat pada Kristus
Sakramen (Perjamuan Kudus dan Baptisan) adalah pengingat konkret tentang siapa kita dan siapa Allah. Dalam masa penuh kebingungan, sakramen membawa kita kembali ke pusat—Kristus yang disalibkan dan bangkit.
V. Kabar Baik: Kristus Mengubahkan Hati
Kita tidak hanya dipanggil untuk menyelidiki hati, tetapi percaya bahwa Allah sanggup memperbarui hati.
“Aku akan memberikan hati yang baru kepadamu dan roh yang baru di dalam batinmu…” (Yehezkiel 36:26)
Reformed Theology menyebut ini sebagai regenerasi—lahir baru oleh Roh Kudus. Hati yang tadinya batu, diubah menjadi hati daging yang hidup.
Kita tidak diperintahkan membersihkan diri sebelum datang kepada Allah. Justru kita harus datang agar Ia yang menyucikan.
VI. Contoh Tokoh Reformed dalam Masa-Masa Berbahaya
John Calvin di tengah Reformasi
Dikejar, difitnah, dan hidup dalam ketegangan, tetapi tetap menghasilkan karya teologis terbesar dan memberitakan kebenaran. Ia menulis:
“Hati yang tidak diperiksa akan menjadi lahan subur bagi kesombongan rohani.”
R.C. Sproul dan Gerakan Kebenaran Alkitab di Abad 20
Menghadapi relativisme modern dan gereja liberal, Sproul menyerukan kembali kepada Allah yang kudus. Ia menekankan:
“Kita perlu hati yang tak takut menyebut dosa sebagai dosa, dan kasih karunia sebagai kasih karunia.”
Corrie ten Boom – Kesetiaan dalam Perang Dunia II
Meski bukan dari kalangan akademik Reformed, Corrie hidup dalam prinsip Reformed: Allah berdaulat bahkan dalam penderitaan. Ia menguji hatinya di tengah tekanan Nazi dan tetap mengasihi musuh.
Kesimpulan: Hati yang Diuji, Iman yang Diperbarui
Masa-masa berbahaya menuntut kita untuk tidak hanya bertahan, tetapi bertumbuh dalam kekudusan dan keberanian.
Menguji hati bukan sekadar tindakan rohani pribadi, tetapi bagian dari hidup yang disiapkan untuk menyambut Kristus.
“Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa…” (Lukas 21:36)
Kiranya doa kita hari ini seperti Daud:
“Selidikilah aku, ya Allah…”
Karena hanya hati yang diuji dan dibarui, akan tetap setia dan berdiri teguh ketika badai datang.