Markus 1:29-31 Tuhan yang Memulihkan: Kristus Menyembuhkan Ibu Mertua Simon

Markus 1:29-31 Tuhan yang Memulihkan: Kristus Menyembuhkan Ibu Mertua Simon

Pendahuluan

Injil Markus adalah Injil yang penuh dengan dinamika. Markus menulis dengan gaya cepat, penuh kata-kata seperti “segera” (euthus), seolah ia ingin menekankan bahwa Yesus adalah Mesias yang penuh kuasa dan pekerjaan-Nya tidak dapat ditunda. Markus tidak terlalu panjang dalam detail seperti Matius atau Lukas, tetapi menekankan inti: Yesus Kristus adalah Anak Allah yang datang dengan otoritas untuk menyelamatkan, menyembuhkan, dan membebaskan manusia dari kuasa dosa serta akibat-akibatnya.

Dalam Markus 1:29-31, kita diperhadapkan dengan peristiwa sederhana: Yesus menyembuhkan ibu mertua Simon (Petrus) dari sakit demam. Sekilas, peristiwa ini tampak kecil jika dibandingkan dengan mujizat Yesus mengusir roh jahat atau menenangkan angin ribut. Namun, justru di sini kita melihat kedalaman kasih dan kuasa Yesus. Dia bukan hanya Mesias yang berurusan dengan hal-hal besar, tetapi juga dengan kebutuhan pribadi dan keseharian umat-Nya.

John Calvin dalam Commentary on the Synoptic Gospels menekankan bahwa kisah ini menunjukkan “kerelaan Kristus untuk menolong, bahkan dalam hal-hal yang dianggap kecil oleh manusia, agar orang percaya belajar untuk membawa segala kebutuhan mereka, besar maupun kecil, ke hadapan-Nya.” Demam mungkin terlihat sederhana, tetapi dalam konteks zaman itu, bisa menjadi penyakit serius. Maka, tindakan Yesus di sini adalah tanda kasih yang nyata dan menyeluruh.

Hari ini kita akan belajar bahwa Kristus bukan hanya Tuhan atas sejarah dan kosmos, tetapi juga Tuhan atas kehidupan pribadi kita. Ia peduli, Ia berkuasa, dan Ia memulihkan umat-Nya, bukan hanya supaya sehat jasmani, tetapi supaya dipakai melayani-Nya.

Teks: Markus 1:29-31

“Sekeluarnya dari rumah ibadat itu, Yesus dengan Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus. Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka.” (TB-LAI)

Eksposisi Ayat per Ayat

1. Markus 1:29: Peralihan dari rumah ibadat ke rumah pribadi

“Sekeluarnya dari rumah ibadat itu, Yesus dengan Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas.”

Yesus baru saja mengajar di rumah ibadat Kapernaum dengan penuh kuasa dan mengusir roh jahat (ay. 21-28). Kuasa-Nya atas pengajaran dan kuasa kegelapan sudah ditunjukkan di ruang publik. Namun kini Markus membawa kita ke ruang privat: rumah tangga Simon.

B.B. Warfield, seorang teolog Reformed Princeton, berkata bahwa mujizat Yesus bukanlah “pertunjukan kuasa”, melainkan tanda kasih yang nyata dalam kehidupan manusia biasa. Dengan kata lain, mujizat tidak berhenti di sinagoga, tetapi masuk ke dalam rumah, ke dalam kehidupan sehari-hari.

Kebenaran ini penting: iman kita bukan hanya untuk hari Minggu di gereja, tetapi juga untuk Senin sampai Sabtu di rumah, di tempat kerja, dan dalam keluarga. Kristus hadir bukan hanya dalam ibadah umum, tetapi juga dalam ruang pribadi kita.

2. Markus 1:30: Penderitaan manusia dan respons murid-murid

“Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus.”

Markus tidak menjelaskan siapa nama ibu mertua Simon, tetapi menekankan kondisinya: sakit demam. Dalam konteks Yahudi, demam bukan hanya gejala ringan, tetapi dianggap penyakit serius yang bisa membawa kematian. Lukas, yang seorang tabib, menambahkan dalam Injilnya bahwa demam itu “sangat tinggi” (Lukas 4:38).

Di sini kita melihat dua hal:

  1. Kerapuhan manusia. Bahkan keluarga rasul besar seperti Petrus pun tidak kebal terhadap penderitaan. Ini mengingatkan kita bahwa penderitaan adalah realitas universal. Kuyper menulis bahwa “tidak ada satu inci pun dalam kehidupan manusia yang tidak tersentuh oleh akibat dosa.” Penyakit adalah bagian dari kerusakan ciptaan.

  2. Respons murid-murid: Mereka segera memberitahukan kepada Yesus. Inilah doa yang sederhana, doa syafaat. Mereka tidak bisa menyembuhkan, tetapi mereka tahu siapa yang sanggup.

John Calvin berkata: “Kita belajar untuk membawa segala persoalan kita kepada Kristus, bahkan yang kecil sekalipun, sebab Ia peduli kepada umat-Nya.” Ini adalah gambaran doa orang percaya: bukan retorika indah, melainkan menyampaikan keadaan dengan sederhana kepada Tuhan.

3. Markus 1:31: Tindakan Kristus yang penuh kuasa dan kasih

“Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka.”

Tiga tindakan Kristus ditunjukkan:

  1. Yesus mendekati: Ia pergi ke tempat perempuan itu. Kristus tidak menjaga jarak, tetapi hadir. Inkarnasi Kristus sendiri adalah bukti bahwa Allah datang mendekati manusia.

  2. Yesus menyentuh: Ia memegang tangannya. Dalam konteks Yahudi, sentuhan dengan orang sakit sering dihindari karena dianggap najis. Tetapi Yesus menyentuh untuk memulihkan, bukan untuk diri-Nya sendiri.

  3. Yesus menyembuhkan secara penuh: “Lalu lenyaplah demamnya.” Pemulihan ini seketika, bukan proses bertahap. Kuasa Kristus lebih besar daripada penyakit.

Perhatikan respon ibu mertua Simon: “Kemudian perempuan itu melayani mereka.” Inilah tujuan pemulihan. Penyembuhan bukan sekadar untuk kenyamanan pribadi, tetapi untuk melayani Kristus dan umat-Nya.

Matthew Henry dalam komentarnya menulis: “Setiap anugerah yang kita terima dari Kristus harus berbuah dalam pelayanan kepada-Nya. Jika kita diselamatkan, disembuhkan, atau dikuatkan, itu supaya kita hidup bukan untuk diri kita sendiri, melainkan untuk Tuhan.”

Aplikasi Teologis dan Praktis

1. Kristus peduli pada penderitaan manusia

Yesus tidak hanya berurusan dengan masalah besar seperti pengusiran setan, tetapi juga dengan demam seorang wanita biasa. Ini menunjukkan betapa personal kasih Kristus.

Di dalam teologi Reformed, kita percaya pada providentia Dei (pemeliharaan Allah). Calvin menekankan bahwa tidak ada satu helai rambut pun jatuh tanpa izin Allah (Matius 10:30). Dengan demikian, penderitaan kecil maupun besar ada di bawah kendali-Nya.

Bagi kita, ini berarti tidak ada doa yang terlalu sepele untuk disampaikan kepada Tuhan.

2. Doa syafaat adalah tugas murid-murid

Murid-murid “segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus.” Inilah model doa syafaat: membawa orang lain yang lemah kepada Kristus.

Dalam gereja Reformed, doa syafaat selalu menjadi bagian penting liturgi. Gereja bukan hanya tempat kita mencari berkat, tetapi juga tempat kita saling menopang dalam doa.

3. Pemulihan Kristus bertujuan untuk pelayanan

Ibu mertua Simon tidak hanya dipulihkan untuk duduk santai, tetapi langsung melayani. Anugerah selalu menghasilkan tanggung jawab.

Paulus dalam Efesus 2:10 berkata: “Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik.” Inilah pola Injil: diselamatkan untuk melayani.

4. Penyembuhan jasmani menunjuk kepada penyelamatan rohani

Mujizat ini bukan tujuan akhir. Semua penyembuhan Yesus menunjuk kepada pemulihan yang lebih besar: keselamatan dari dosa.

Yesus tidak datang hanya untuk menghilangkan penyakit sementara, tetapi untuk menghapus akar dari segala penderitaan, yaitu dosa. Pada akhirnya, tubuh kita akan dipulihkan sempurna dalam kebangkitan (1 Korintus 15:42-44).

Kesimpulan

Saudara-saudara, kisah penyembuhan ibu mertua Simon mengajarkan kepada kita bahwa Kristus adalah Tuhan yang peduli dan berkuasa:

  • Ia hadir bukan hanya di ruang ibadah, tetapi juga dalam rumah kita.

  • Ia peduli bukan hanya pada hal-hal besar, tetapi juga pada penderitaan pribadi yang kecil.

  • Ia memulihkan bukan hanya untuk kenyamanan kita, tetapi supaya kita melayani-Nya.

Karena itu, mari kita belajar untuk selalu datang kepada Kristus dengan segala kebutuhan kita, besar maupun kecil. Mari kita hidup dalam doa syafaat bagi sesama. Dan mari kita menggunakan hidup yang telah dipulihkan oleh Kristus untuk melayani Dia dengan segenap hati.

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post