1 Tesalonika 5:9–11 Ditetapkan untuk Mendapatkan Keselamatan
.jpg)
Pendahuluan
Surat Paulus kepada jemaat Tesalonika adalah salah satu surat yang paling penuh pengharapan dalam Perjanjian Baru. Di tengah penderitaan dan penganiayaan, Paulus meneguhkan hati jemaat bahwa Allah bekerja secara berdaulat dalam sejarah keselamatan. Dalam 1 Tesalonika 5:9–11, Rasul Paulus menyampaikan kebenaran yang agung tentang tujuan kekal Allah bagi umat-Nya: “Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.”
Ayat ini mengandung inti teologi Reformed mengenai predestinasi (penetapan Allah), penebusan oleh Kristus, dan hidup kudus dalam persekutuan. Dalam khotbah ini kita akan menelusuri eksposisi dari ayat ini berdasarkan konteksnya, meninjau pandangan beberapa pakar teologi Reformed, serta melihat bagaimana kebenaran ini meneguhkan iman umat Allah di dunia yang gelap dan penuh ketakutan.
1. Konteks Historis dan Latar Belakang Surat
Kota Tesalonika merupakan pusat perdagangan besar di Makedonia, dan jemaat di sana hidup dalam tekanan sosial serta ancaman penganiayaan. Paulus menulis surat ini untuk menghibur dan memperingatkan mereka agar tetap berjaga-jaga menantikan kedatangan Kristus (Parousia).
Dalam pasal 5, Paulus menekankan dua hal penting:
- Hari Tuhan akan datang seperti pencuri pada malam hari (ayat 2).
- Orang percaya harus hidup sebagai anak-anak terang dan siang (ayat 5).
Ayat 9–11 menjadi klimaks teologis dari bagian ini, sebab Paulus menegaskan alasan dasar mengapa orang percaya memiliki pengharapan dan kedamaian — yaitu karena mereka telah ditetapkan untuk keselamatan, bukan untuk murka.
2. Eksposisi Ayat per Ayat
1 Tesalonika 5:9: “Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.”
Frasa “Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka” menegaskan konsep pemilihan ilahi. John Calvin menjelaskan bahwa ini bukan sekadar pengetahuan sebelumnya (foreknowledge), melainkan keputusan aktif dari Allah yang kekal. Dalam Institutes of the Christian Religion (III.21), Calvin menulis bahwa keselamatan orang pilihan adalah hasil dari keputusan kasih Allah yang tidak bersyarat — bukan karena perbuatan manusia.
Kata kunci “menetapkan” (Yunani: τίθημι, tithēmi) menunjukkan tindakan Allah yang pasti dan berdaulat. Sebagaimana seorang arsitek menentukan fondasi bangunan, demikian Allah menetapkan nasib kekal umat-Nya di dalam Kristus. Ini bukan keputusan manusia, melainkan karya anugerah Allah semata (sola gratia).
Sementara itu, “beroleh keselamatan” (Yunani: peripoiēsis sōtērias) berarti memiliki atau menerima keselamatan sebagai milik yang pasti. Dalam teologi Reformed, keselamatan adalah karya yang dimulai, dijaga, dan diselesaikan oleh Allah sendiri (Filipi 1:6).
John Gill, seorang teolog Baptis Reformed, menafsirkan ayat ini sebagai “jaminan bahwa murka Allah yang dinyatakan atas dunia tidak akan menimpa orang percaya, karena mereka telah dibenarkan di dalam Kristus.” Ia menambahkan bahwa “murka” menunjuk pada hukuman kekal, bukan sekadar penderitaan sementara.
1 Tesalonika 5:10: “Yang telah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia.”
Paulus menegaskan dasar dari keselamatan itu: kematian Kristus yang substitusioner. Kristus mati “untuk kita” (hyper hēmōn) — menggantikan kita dalam menanggung murka Allah. Ini adalah inti dari doktrin penebusan yang terbatas (limited atonement): Kristus mati secara efektif bagi orang-orang yang telah dipilih oleh Bapa.
R.C. Sproul menegaskan bahwa kematian Kristus bukan sekadar contoh kasih, tetapi tindakan pengganti yang menyelamatkan: “Di salib, Kristus tidak hanya menunjukkan kasih-Nya; Ia menanggung murka Allah yang seharusnya menimpa kita, agar kita hidup dalam damai dengan Allah.”
Frasa “entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur” melambangkan dua kondisi orang percaya — yang hidup dan yang telah meninggal dunia. Artinya, baik yang masih hidup pada saat kedatangan Kristus maupun yang sudah meninggal, semuanya akan hidup bersama dengan-Nya. Ini menegaskan kesatuan eskatologis umat Allah dalam Kristus.
Seperti ditulis oleh Charles Hodge, “Kematian Kristus bukan hanya menjamin pengampunan dosa, tetapi juga persekutuan kekal dengan-Nya bagi semua orang percaya. Ia tidak hanya menebus, tetapi juga mempersatukan umat-Nya dengan diri-Nya.”
1 Tesalonika 5:11: “Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan.”
Ajaran teologis yang dalam selalu memiliki implikasi etis. Paulus tidak berhenti pada doktrin, melainkan membawa kebenaran itu ke dalam kehidupan jemaat. Karena mereka telah ditetapkan untuk keselamatan, maka mereka harus hidup saling menguatkan.
Kata “nasihatilah” (Yunani: parakaleite) berarti menghibur, menguatkan, atau meneguhkan dalam iman. Sedangkan “saling membangun” (oikodomeite) berasal dari istilah arsitektur — membangun sebuah rumah di atas dasar yang kokoh. Dengan kata lain, jemaat dipanggil untuk menjadi alat Allah dalam memperteguh iman satu sama lain.
John Stott, dalam komentarnya, menulis bahwa ayat ini menegaskan “keseimbangan antara doktrin dan kehidupan.” Ia berkata, “Mereka yang mengetahui bahwa Allah telah menetapkan mereka untuk keselamatan seharusnya menjadi orang yang paling rendah hati, penuh kasih, dan aktif dalam pelayanan.”
3. Pandangan Teologi Reformed tentang Penetapan dan Keselamatan
A. Penetapan Allah yang Kekal
Menurut teologi Reformed, penetapan Allah bersifat kekal, pasti, dan penuh kasih. Louis Berkhof menulis, “Penetapan bukan sekadar pengetahuan Allah akan masa depan, melainkan keputusan-Nya yang aktif dan efektif untuk membawa umat pilihan kepada keselamatan.” (Systematic Theology, hal. 112).
Paulus menegaskan hal yang sama dalam Efesus 1:4–5: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan...” Dengan demikian, 1 Tesalonika 5:9 meneguhkan bahwa keselamatan adalah hasil keputusan Allah yang tidak berubah — bukan bergantung pada kehendak atau usaha manusia (Roma 9:16).
B. Keselamatan dalam Kristus
Segala berkat keselamatan mengalir dari Kristus, yang menjadi dasar dan pengantara perjanjian anugerah. Jonathan Edwards menyebut Kristus sebagai “sumur air kehidupan yang dari-Nya seluruh arus keselamatan mengalir.” Kematian Kristus menjamin bahwa orang pilihan akan diselamatkan secara pasti (Yohanes 10:28–29).
C. Hidup Bersama Kristus
Paulus menggunakan kata “hidup bersama-sama dengan Dia” untuk menggambarkan tujuan akhir keselamatan — persekutuan kekal dengan Kristus. Bagi orang percaya, hidup kekal bukan sekadar keberadaan tanpa akhir, tetapi kebersamaan yang penuh dengan Tuhan yang menebus mereka. Matthew Henry menulis, “Hidup bersama Kristus adalah kebahagiaan tertinggi jiwa manusia, karena di dalam Dia segala kebutuhan rohani terpenuhi.”
4. Aplikasi Praktis bagi Orang Percaya
-
Jangan takut akan masa depan.
Dunia penuh ketidakpastian, tetapi orang percaya memiliki kepastian kekal. Kita tidak ditetapkan untuk murka, melainkan untuk kemuliaan bersama Kristus. -
Hidup dalam pengharapan.
Pengharapan Kristen bukan optimisme kosong, tetapi keyakinan yang berakar pada janji Allah yang pasti. Seperti dikatakan oleh Calvin, “Iman sejati selalu berpegang pada janji Allah meskipun semua keadaan tampak bertentangan.” -
Saling menguatkan dalam jemaat.
Gereja bukan tempat isolasi rohani, melainkan tubuh yang saling membangun. Kita dipanggil untuk menasihati, menghibur, dan memperteguh satu sama lain di tengah pergumulan iman. -
Hidup dalam kesadaran akan anugerah.
Karena keselamatan adalah hasil penetapan dan karya Kristus, maka tidak ada ruang untuk kesombongan. Semua kemuliaan hanya bagi Allah (Soli Deo Gloria).
5. Kesimpulan: Hidup dalam Terang Penetapan Allah
1 Tesalonika 5:9–11 meneguhkan bahwa Allah telah menetapkan umat-Nya bukan untuk murka, melainkan untuk memperoleh keselamatan melalui Yesus Kristus. Ayat ini adalah sumber penghiburan dan pengharapan bagi setiap orang percaya. Kristus mati untuk kita agar kita hidup bersama Dia — baik di dunia ini maupun dalam kekekalan.
Dalam terang teologi Reformed, kita melihat bahwa penetapan Allah bukan alasan untuk pasif, tetapi dorongan untuk hidup dalam syukur, iman, dan pengharapan yang teguh. Gereja dipanggil untuk terus mengingatkan dan membangun satu sama lain dengan kebenaran ini.
Sebagaimana dikatakan oleh Charles Spurgeon, “Jika Allah telah menetapkan kita untuk keselamatan, maka Ia juga menetapkan jalan untuk mencapainya — iman kepada Kristus dan kesetiaan dalam kehidupan.”
Jadi, marilah kita berjalan dengan mata tertuju kepada Kristus, Sang Jaminan keselamatan kita, yang telah mati agar kita hidup bersama-Nya untuk selama-lamanya.