Gembala yang Berdoa

Gembala yang Berdoa

Pendahuluan: Kekuatan yang Menghidupkan Pelayanan

Setiap pelayanan Kristen yang sejati bertumbuh dari dua akar utama: doa dan firman. Tanpa keduanya, gereja kehilangan denyut kehidupan rohaninya. Tidak heran, dalam Kisah Para Rasul 6:4, para rasul menegaskan prioritas mereka: “Kami akan tetap tekun dalam doa dan pelayanan firman.”

Doa bukanlah kegiatan tambahan, tetapi inti dari panggilan pastoral. Seorang gembala sejati bukan hanya berkhotbah di mimbar, tetapi berlutut di hadapan Allah. Sebagaimana dikatakan oleh Charles Spurgeon dalam bukunya The Pastor in Prayer:

“Doa adalah napas dari pelayanan kita; tanpa itu, segala upaya kita hanyalah suara tanpa kehidupan.”

Dalam artikel ini kita akan mempelajari makna mendalam dari kehidupan doa seorang gembala — panggilan, perjuangan, dan kuasa rohani yang menyertainya. Kita akan melihatnya dalam terang firman Tuhan dan tafsiran para teolog Reformed seperti John Calvin, John Owen, Martyn Lloyd-Jones, dan lainnya.

1. Doa: Prioritas Utama Seorang Gembala

Konteks Kisah Para Rasul 6 menunjukkan bahwa gereja mula-mula sedang berkembang pesat. Jumlah murid bertambah banyak, pelayanan sosial meningkat, dan para rasul menghadapi kebutuhan praktis yang menuntut waktu dan tenaga. Namun, mereka membuat keputusan yang sangat teologis: mereka menyerahkan urusan administratif kepada para diaken, supaya mereka dapat memusatkan diri pada dua hal yang paling penting — doa dan pelayanan firman.

John Calvin dalam Commentary on Acts menulis:

“Para rasul mengetahui bahwa jika mereka kehilangan waktu untuk berdoa, maka seluruh pelayanan akan kehilangan kuasa surgawinya. Firman tanpa doa hanyalah huruf; tetapi firman dengan doa menjadi pedang Roh.”

Calvin menegaskan bahwa doa bukanlah pelengkap dari pelayanan firman, tetapi fondasinya. Pelayanan firman tanpa doa akan menghasilkan keringnya hati; doa tanpa firman akan menjadi fanatisme buta. Karena itu, seorang gembala harus menyeimbangkan keduanya — berdoa dalam firman, dan memberitakan firman dengan hati yang berdoa.

Bagi Martyn Lloyd-Jones, doa adalah “tanda kehidupan rohani yang sejati.” Dalam bukunya Preaching and Preachers, ia menulis:

“Tidak ada yang lebih menguji kondisi rohani seorang pendeta selain kehidupan doanya. Ia dapat tampak berhasil di mimbar, tetapi jika ia miskin dalam doa, maka pelayanannya tidak memiliki kekuatan rohani yang sejati.”

Doa bukan hanya tugas rohani, tetapi ekspresi hubungan pribadi antara gembala dan Allah. Seorang gembala sejati pertama-tama adalah man of God sebelum ia menjadi man of the people. Ia harus lebih banyak berbicara kepada Allah tentang jemaatnya daripada berbicara kepada jemaat tentang Allah.

2. Doa Sebagai Sumber Kuasa dalam Pelayanan

Gembala yang berdoa adalah gembala yang memiliki kuasa rohani sejati. Kuasa itu bukan berasal dari kepribadian, kecerdasan, atau retorika, melainkan dari hadirat Allah yang dialami melalui doa.

Charles Spurgeon, yang dikenal sebagai “Prince of Preachers”, adalah teladan besar dalam hal ini. Banyak yang mengira kekuatan khotbahnya berasal dari kemampuannya berbicara. Tetapi Spurgeon sendiri berkata:

“Rahasia kekuatan pelayanan saya bukan di mimbar, melainkan di ruang doa.”

Ia sering memimpin ratusan jemaatnya berdoa sebelum kebaktian dimulai. Spurgeon menyebut doa sebagai “ruang mesin gereja.” Tanpa doa, kapal pelayanan tidak akan bergerak.

John Owen, seorang teolog Puritan besar, menulis dalam The Spirit and the Church:

“Semua pelayanan yang sejati adalah hasil karya Roh Kudus; dan Roh bekerja terutama melalui doa.”

Menurut Owen, doa bukan hanya memohon pertolongan Tuhan, tetapi juga cara Roh Kudus mempersiapkan hati sang gembala. Ketika seorang pendeta berdoa, ia sedang membiarkan Allah membentuk batinnya menjadi wadah anugerah. Ia menjadi instrumen yang dilembutkan dan dipersiapkan bagi pekerjaan ilahi.

Tanpa doa, pelayanan akan kering dan mekanis. Dengan doa, pelayanan menjadi dinamis dan hidup. Kuasa doa bukan terletak pada panjangnya kata-kata, tetapi pada kedalaman persekutuan dengan Allah.

Itulah sebabnya Jonathan Edwards berkata:

“Ketika Allah hendak mengerjakan sesuatu yang besar bagi gereja-Nya, Ia terlebih dahulu menggerakkan umat-Nya untuk berdoa.”

3. Doa Seorang Gembala: Isi dan Motivasi

Bagaimana seharusnya doa seorang gembala? Alkitab dan sejarah gereja menunjukkan beberapa aspek penting.

a. Doa Syafaat bagi Jemaat

Gembala sejati adalah pendoa syafaat bagi umat Allah. Seperti Paulus yang terus berdoa bagi jemaat di Efesus, Filipi, dan Tesalonika. Dalam 1 Tesalonika 3:10 ia berkata, “Siang malam kami berdoa dengan sungguh-sungguh supaya kami boleh melihat kamu kembali dan menambahkan apa yang masih kurang pada imanmu.”

Calvin menulis:

“Tidak ada tanda kasih yang lebih besar dari seorang gembala kepada jemaatnya selain kesetiaan dalam doa bagi mereka.”

Doa syafaat melindungi jemaat dari serangan rohani dan memelihara mereka dalam anugerah. Gembala yang berdoa bagi domba-dombanya menunjukkan bahwa ia mengenal mereka secara pribadi dan mengasihi mereka dengan kasih Kristus.

b. Doa untuk Diri Sendiri

Doa gembala juga harus mencakup permohonan bagi dirinya sendiri — bukan demi ambisi, tetapi untuk kesucian dan ketekunan dalam panggilan. Spurgeon pernah berkata kepada para pelajarnya di Pastors’ College:

“Berdoalah agar engkau tidak menjadi pelayan yang sibuk bagi Kristus tetapi jauh dari Kristus.”

Tanpa doa pribadi, seorang pendeta dapat jatuh ke dalam bahaya formalitas rohani. Ia berbicara tentang Allah, tetapi jarang berbicara kepada Allah. Lloyd-Jones memperingatkan bahwa “bahaya terbesar bagi pendeta adalah menjadi profesional rohani.”

c. Doa yang Bersumber dari Injil

Doa sejati bersumber dari Injil — dari pemahaman akan kasih karunia Allah yang menyelamatkan. Gembala tidak berdoa untuk membuktikan kesalehan, melainkan karena ia telah ditebus dan diundang untuk bersekutu dengan Bapa.

John Piper menulis:

“Doa adalah napas dari jiwa yang bergantung kepada anugerah.”

Gembala yang hidup dalam Injil akan berdoa bukan karena kewajiban, tetapi karena kehausan akan hadirat Allah. Ia tahu bahwa tanpa Kristus ia tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5).

4. Doa dan Pelayanan Firman: Dua Pilar yang Tak Terpisahkan

Dalam Kisah Para Rasul 6:4, doa selalu ditempatkan berdampingan dengan pelayanan firman. Keduanya adalah dua sisi dari satu koin. Firman memberi arah bagi doa, dan doa memberi kuasa bagi firman.

Calvin berkata:

“Roh Kudus berbicara melalui Firman; tetapi Ia membuka hati kita melalui doa.”

Dengan kata lain, doa dan firman saling melengkapi. Tanpa firman, doa akan tersesat dalam emosi dan subjektivitas. Tanpa doa, firman menjadi dingin dan tidak berdaya. Karena itu, seorang gembala yang benar harus berdoa ketika menyiapkan khotbah, berdoa sebelum memberitakan firman, dan berdoa sesudah memberitakannya — agar firman itu berakar dalam hati jemaat.

Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa pelayanan firman tidak boleh dipisahkan dari kehidupan doa:

“Khotbah yang sejati adalah hasil pergumulan antara manusia dan Allah di ruang doa.”

Khotbah bukanlah orasi akademis, tetapi manifestasi dari persekutuan dengan Tuhan. Setiap kali seorang pendeta berkhotbah tanpa doa, ia sebenarnya sedang membawa roti tanpa kuasa rohani. Tetapi ketika ia berdoa, Roh Kudus menyertai setiap kata yang diucapkan, menembus hati pendengar dan membangkitkan iman.

5. Pergumulan Doa dalam Pelayanan

Doa bukanlah hal yang mudah. Gembala sering berjuang melawan keletihan, gangguan, dan kesibukan. Bahkan para teolog besar pun mengakui bahwa doa adalah peperangan rohani.

John Owen menulis:

“Tidak ada hal yang lebih sulit bagi jiwa manusia yang berdosa selain berdoa dengan benar.”

Musuh terbesar doa adalah kesombongan dan kemandirian. Banyak pendeta merasa cukup dengan kemampuan mereka sendiri. Namun, doa mematahkan kesombongan itu. Ia membawa kita kembali kepada posisi sejati sebagai hamba yang bergantung penuh kepada Tuhan.

Spurgeon pernah berkata:

“Saya lebih takut menjadi pendeta yang tidak berdoa daripada menjadi pendeta yang tidak berkhotbah dengan baik.”

Doa menuntut waktu, kerendahan hati, dan ketekunan. Tetapi justru di sanalah kuasa sejati pelayanan ditemukan — bukan dalam aktivitas, melainkan dalam keintiman dengan Allah.

6. Hasil dan Buah dari Kehidupan Doa Gembala

Ketika gembala hidup dalam doa, buahnya akan nyata dalam kehidupan jemaat dan pelayanannya.

  1. Kuasa Firman yang Menghidupkan
    Firman yang disampaikan dengan hati yang berdoa akan mengandung urapan Roh Kudus. Jemaat akan merasakan bahwa bukan manusia yang berbicara, melainkan Allah sendiri.

  2. Kesatuan Tubuh Kristus
    Doa seorang gembala bagi jemaat mempersatukan hati jemaat di dalam kasih Kristus. Doa mengalirkan kasih yang tulus di tengah tubuh Kristus.

  3. Ketekunan dalam Penderitaan
    Gembala yang berdoa tidak mudah putus asa. Ia menemukan kekuatan dalam persekutuan dengan Allah, bahkan di tengah kesulitan pelayanan.

  4. Kehadiran Allah yang Nyata
    Gereja yang dipimpin oleh gembala yang berdoa akan dipenuhi dengan kesadaran akan hadirat Allah. Seperti kata Spurgeon, “Ketika seorang pendeta berdoa, jemaat akan merasakan bau surga di bumi.”

7. Panggilan bagi Gembala Masa Kini

Di zaman modern yang sibuk dengan teknologi, administrasi gereja, dan berbagai program, mudah bagi pendeta untuk kehilangan fokus rohani. Banyak yang lebih sibuk mengatur kegiatan daripada mencari wajah Tuhan. Namun, panggilan itu tetap sama seperti di Kisah Para Rasul 6:4: “Tekun dalam doa dan pelayanan firman.”

John Piper pernah memperingatkan:

“Pendeta yang kehilangan waktu doanya, sedang kehilangan jiwanya perlahan-lahan.”

Karena itu, setiap hamba Tuhan perlu kembali kepada sumber kekuatan sejati: doa. Bukan doa yang dangkal dan tergesa-gesa, tetapi doa yang penuh perenungan, doa yang bersandar pada janji-janji Allah, doa yang bersumber dari kasih kepada Kristus.

Penutup: Gembala yang Berlutut

Kehidupan seorang gembala sejati bukan pertama-tama dilihat dari panjangnya khotbah, besarnya gereja, atau banyaknya program, tetapi dari kedalaman doanya.

Charles Spurgeon pernah ditanya apa rahasia keberhasilan pelayanannya. Ia menjawab dengan sederhana:

“Rahasia saya adalah ini — jemaat saya berdoa bagi saya, dan saya berdoa bagi mereka.”

Doa adalah napas rohani dari seorang gembala. Ketika ia berlutut, ia sedang menegakkan pelayanan yang hidup. Ketika ia berhenti berdoa, seluruh pelayanan mulai kehilangan nyawa.

Kiranya setiap hamba Tuhan, setiap pelayan gereja, bahkan setiap orang percaya, dapat berkata seperti para rasul:

“Kami akan tetap tekun dalam doa dan pelayanan firman.”

Dan ketika kita meneladani Kristus — Gembala Agung yang hidup dalam doa di hadapan Bapa — kita akan menemukan kekuatan yang tidak tergoncangkan, kasih yang terus menyala, dan pelayanan yang berbuah bagi kemuliaan Allah semata.

Next Post Previous Post