Keluaran 1:1–6 Kesetiaan Allah di Tengah Awal Penindasan

Keluaran 1:1–6 Kesetiaan Allah di Tengah Awal Penindasan

Teks: Keluaran 1:1–6

“Inilah nama-nama anak Israel yang datang ke Mesir bersama Yakub; mereka datang dengan keluarganya masing-masing: Ruben, Simeon, Lewi dan Yehuda; Isakhar, Zebulon dan Benyamin; Dan dan Naftali, Gad dan Asyer. Semua orang yang lahir dari keturunan Yakub ada tujuh puluh jiwa; tetapi Yusuf telah ada di Mesir. Kemudian matilah Yusuf, dan semua saudara-saudaranya serta semua orang yang sezaman dengan dia.” (Keluaran 1:1–6)

Pendahuluan

Kitab Keluaran membuka kisah besar penyelamatan Allah bagi umat-Nya, Israel. Dari perbudakan menuju pembebasan. Dari penderitaan menuju penyertaan Allah yang nyata. Namun menarik, kitab ini dimulai bukan dengan mukjizat, tetapi dengan daftar nama — sesuatu yang tampak sederhana dan biasa. Tetapi bagi Alkitab, daftar nama ini bukan sekadar catatan sejarah; melainkan tanda kesetiaan Allah terhadap janji-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub.

John Calvin menulis dalam Commentary on Exodus:

“Musa memulai dengan menyebut nama-nama anak Israel agar umat Tuhan selalu mengingat bahwa bangsa besar yang keluar dari Mesir berasal dari keluarga kecil yang Allah sendiri pelihara. Itu bukti bahwa Allah setia pada janji-Nya.”

Maka, dari enam ayat pertama ini, kita diajak untuk melihat bagaimana Allah tetap bekerja di balik sejarah, bahkan ketika umat-Nya belum menyadari sepenuhnya karya itu. Keluaran 1:1–6 bukan sekadar pengantar, melainkan fondasi teologis yang mengingatkan kita: setiap generasi umat Allah hidup dalam kesinambungan janji dan kesetiaan Allah.

1. Allah yang Mengingat dan Memelihara Umat-Nya (Keluaran 1:1–4)

“Inilah nama-nama anak Israel yang datang ke Mesir bersama Yakub; mereka datang dengan keluarganya masing-masing: Ruben, Simeon, Lewi dan Yehuda; Isakhar, Zebulon dan Benyamin; Dan dan Naftali, Gad dan Asyer.”

Teks ini secara eksplisit mengingatkan pembaca kepada Kejadian 46:8–27, di mana nama-nama ini juga tercatat. Dengan kata lain, Musa sedang menegaskan kesinambungan antara kitab Kejadian dan kitab Keluaran. Keluaran bukan kisah baru yang berdiri sendiri, melainkan lanjutan dari narasi janji Allah kepada para bapa leluhur.

John Stott menyebut ini sebagai “continuity of covenant grace” — kesinambungan kasih karunia perjanjian. Allah tidak memulai sesuatu yang baru, melainkan melanjutkan apa yang telah Dia rencanakan sejak semula.

Musa dengan sengaja menulis “anak Israel” — bukan “anak-anak Yakub” — untuk menegaskan identitas rohani mereka. Mereka bukan sekadar keturunan biologis, tetapi umat perjanjian Allah yang hidup di bawah penyertaan-Nya. Reformed theologian R.C. Sproul menulis:

“Ketika Alkitab menyebut Israel, itu bukan hanya menunjuk pada bangsa, tetapi pada umat yang dipanggil oleh kasih karunia, dibentuk oleh janji, dan dipelihara oleh kedaulatan Allah.”

Kehadiran mereka di Mesir bukan kebetulan. Allah yang menuntun Yakub ke Mesir melalui kelaparan dan Yusuf. Dan melalui keadaan itu, Allah sedang menyiapkan tempat di mana bangsa kecil ini akan berkembang menjadi bangsa besar — persis seperti janji yang Ia berikan kepada Abraham dalam Kejadian 15:13–14.

Aplikasi:

Bagi kita, ini mengingatkan bahwa rencana Allah tidak pernah terputus oleh waktu atau tempat. Dalam perubahan hidup, dalam masa transisi, bahkan dalam penderitaan, Allah tetap memegang kendali atas umat-Nya.
Seperti keluarga Yakub yang berpindah ke Mesir tanpa tahu masa depan, kita pun sering melangkah dalam ketidakpastian. Namun iman kita berakar pada Allah yang setia menepati janji-Nya dari generasi ke generasi.

2. Allah yang Setia Menepati Janji-Nya (Keluaran 1:5–6)

“Semua orang yang lahir dari keturunan Yakub ada tujuh puluh jiwa; tetapi Yusuf telah ada di Mesir. Kemudian matilah Yusuf, dan semua saudara-saudaranya serta semua orang yang sezaman dengan dia.”

Angka “tujuh puluh” bukan hanya angka statistik; ini simbol kesempurnaan dan kelengkapan dalam pandangan Ibrani. Allah telah menggenapi janji-Nya bahwa dari Yakub akan lahir suatu bangsa. Mesir menjadi tempat di mana janji itu mulai diwujudkan.

John Calvin menulis:

“Tujuh puluh jiwa itu seakan menjadi benih kecil yang ditanam Allah di tanah Mesir, yang kemudian tumbuh menjadi pohon besar — bangsa yang tak dapat dihitung banyaknya.”

Namun, di ayat 6 kita membaca bahwa “Yusuf telah mati.” Inilah peralihan besar dalam narasi Alkitab. Sosok yang dulu menjadi alat penyelamatan bagi keluarganya kini tiada. Dan generasi baru akan menghadapi dunia tanpa figur besar seperti Yusuf. Tapi justru di situ, rencana Allah tetap berjalan.

Charles Spurgeon, dalam salah satu khotbahnya tentang Keluaran, berkata:

“Ketika manusia besar mati, Allah tetap hidup. Ketika pahlawan iman meninggalkan dunia, Allah melanjutkan pekerjaan-Nya tanpa kehilangan kuasa sedikit pun.”

Yusuf mati, namun Allah tidak mati. Janji Allah kepada Abraham tidak dikuburkan bersama Yusuf. Sebaliknya, Allah sedang menyiapkan panggung bagi pekerjaan yang lebih besar — pembebasan dari Mesir.
Kematian Yusuf dan generasinya mengingatkan kita bahwa rencana Allah melampaui generasi manusia. Kita hanyalah bagian kecil dari sejarah besar penebusan yang Allah kerjakan.

3. Dari Kemakmuran Menuju Penderitaan: Rencana Allah yang Misterius

Keluaran 1:1–6 tampaknya tenang dan damai, tetapi sebenarnya ini adalah pendahuluan dari badai besar. Setelah ayat 6, kita akan membaca tentang perbudakan, penindasan, dan kekejaman Firaun. Namun semuanya ini tidak di luar kendali Allah.

John Piper menegaskan:

“Setiap transisi dari kenyamanan menuju penderitaan bagi umat Allah bukanlah tanda kegagalan janji, melainkan bagian dari cara Allah menggenapi janji-Nya melalui cara yang kita tidak pahami.”

Keluarga Yakub datang ke Mesir karena kasih karunia; tetapi keturunan mereka nanti akan ditindas di tanah itu. Namun dari penderitaan itu, Allah akan menunjukkan kemuliaan-Nya melalui pembebasan.
Begitulah cara Allah bekerja — dari kecil menuju besar, dari gelap menuju terang, dari kematian menuju kehidupan.

Dalam teologi Reformed, hal ini dikenal sebagai “providence” — pemeliharaan Allah yang aktif dan berdaulat. Bukan kebetulan bahwa mereka datang ke Mesir. Bukan kecelakaan bahwa mereka menjadi budak. Semua itu ada dalam rancangan kekal Allah untuk membentuk umat-Nya menjadi bangsa yang kudus dan bergantung kepada-Nya.

4. Perspektif Reformed tentang Kesetiaan Allah dalam Sejarah Penebusan

Para teolog Reformed menafsirkan bagian ini dalam terang doktrin Covenant Theology (Teologi Perjanjian). Kisah keluaran bukan sekadar sejarah Israel, tetapi bagian dari narasi besar penebusan Allah.

a. John Calvin
Dalam komentarnya, Calvin menulis:

“Musa dengan bijak memulai kitab ini dengan nama-nama Israel agar kita tahu bahwa Allah bukan hanya menepati janji kepada nenek moyang, tetapi juga memelihara keturunan mereka dalam kedaulatan yang sama. Allah tidak berubah; kasih-Nya kekal bagi umat pilihan.”

b. Herman Bavinck
Bavinck melihat bahwa kisah ini menegaskan immutability of God — ketidakberubahan Allah dalam kasih dan janji-Nya. Ia berkata:

“Allah yang sama yang memanggil Abraham juga memelihara Israel di Mesir. Dia setia walau generasi berganti. Kesetiaan itu berpuncak dalam Kristus, Sang Penggenapan Perjanjian.”

c. Geerhardus Vos
Dalam Biblical Theology, Vos menulis bahwa Keluaran adalah tahap penting dalam redemptive history (sejarah penebusan).

“Allah memakai sejarah Israel di Mesir untuk menyiapkan konsep penebusan yang kelak digenapi dalam Kristus — pembebasan dari dosa dan maut.”

d. Martyn Lloyd-Jones
Dalam khotbahnya tentang providensi, Lloyd-Jones berkata:

“Allah tidak pernah kehilangan arah dalam sejarah umat-Nya. Bahkan ketika umat itu menjadi budak, Allah sedang menulis bab berikut dari rencana penebusan yang sempurna.”

Dengan demikian, Keluaran 1:1–6 bukan hanya pengantar sejarah, melainkan pintu masuk menuju pemahaman teologi penebusan — bahwa dari umat kecil yang tertindas, Allah akan menegakkan keselamatan yang besar melalui Mesias yang dijanjikan.

5. Implikasi Bagi Kehidupan Orang Percaya

a. Allah yang Setia adalah Dasar Iman Kita

Kita sering berada di situasi seperti keluarga Yakub: berpindah tempat, menghadapi ketidakpastian, kehilangan figur yang kita andalkan. Namun ayat-ayat ini menegaskan bahwa kesetiaan Allah lebih kuat dari perubahan hidup.
Seperti Israel di Mesir, kita hidup di dunia asing, tetapi dijaga oleh Allah yang sama yang menjaga Yakub.

b. Allah Bekerja Melalui Generasi

Yusuf mati, tetapi rencana Allah terus berjalan. Ini mengingatkan gereja bahwa pekerjaan Allah tidak berhenti pada satu generasi. Kita dipanggil untuk meneruskan iman, bukan membangun kerajaan pribadi.
R.C. Sproul berkata, “Kita hanyalah obor kecil yang meneruskan api Injil kepada generasi berikutnya.”

c. Penderitaan Bukan Tanda Kegagalan Allah

Awal kitab Keluaran membawa umat dari keamanan menuju penderitaan, tetapi justru di situ Allah bekerja. Demikian pula hidup kita — penderitaan sering menjadi ladang tempat Allah menumbuhkan iman dan kesetiaan kita.

d. Kesetiaan Allah Mendorong Kita Hidup Setia

Karena Allah setia, maka umat-Nya pun dipanggil untuk setia. Paulus mengingatkan dalam 1 Korintus 15:58:

“Karena itu, hai saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan!”

6. Gambaran Kristologis dalam Keluaran 1:1–6

Keluaran 1 adalah awal kisah pembebasan Israel dari Mesir, tetapi di dalam terang Perjanjian Baru, itu juga menunjuk kepada pembebasan yang lebih besar di dalam Kristus.

  • Yusuf adalah gambaran dari Kristus yang lebih besar — ia dijual oleh saudara-saudaranya, menderita, tetapi kemudian dipakai Allah untuk menyelamatkan banyak orang.

  • Mesir menggambarkan dunia dosa dan perbudakan rohani.

  • Keluaran melambangkan penebusan oleh darah Anak Domba, yang kelak digenapi dalam salib Kristus.

Herman Ridderbos menulis:

“Seluruh sejarah Israel di Mesir adalah tipologi dari Injil Kristus. Apa yang dilakukan Allah di sana hanyalah bayangan dari penebusan yang sempurna di Golgota.”

Maka, saat kita membaca Keluaran 1:1–6, kita tidak hanya membaca sejarah Israel, tetapi juga melihat jejak salib Kristus yang bekerja melalui sejarah untuk menyelamatkan umat pilihan-Nya.

Penutup: Allah yang Setia dari Generasi ke Generasi

Keluaran 1:1–6 menegaskan tiga hal besar bagi iman kita:

  1. Allah berdaulat atas sejarah.
    Ia memelihara umat-Nya bahkan di negeri asing.

  2. Allah setia pada janji-Nya.
    Janji kepada Abraham tidak berhenti di Yusuf, tetapi diteruskan hingga Kristus datang.

  3. Allah bekerja melalui generasi manusia yang fana.
    Yusuf mati, tetapi Allah tetap hidup dan berkarya.

Dalam dunia yang cepat berubah, ayat ini mengingatkan kita bahwa iman bukan bertumpu pada keadaan, tetapi pada Allah yang tidak berubah.

Akhir Khotbah: Panggilan untuk Percaya dan Setia

Jika hari ini Anda merasa berada di “Mesir” kehidupan — tempat asing, sulit, dan tidak pasti — ingatlah bahwa Allah yang sama yang memelihara Yakub juga memelihara Anda. Ia tahu nama Anda, sama seperti Ia tahu nama-nama anak Israel.

Keluaran dimulai dengan daftar nama, karena Allah adalah Allah yang mengingat nama-nama umat-Nya. Ia mengenal Anda secara pribadi, Ia mengingat janji-Nya, dan Ia akan menuntun Anda keluar dari setiap penderitaan menuju tanah perjanjian rohani — kehidupan baru di dalam Kristus.

“Setia adalah Dia yang memanggil kamu: Ia juga akan melakukannya.”
(1 Tesalonika 5:24)

Kiranya kita hidup dalam keyakinan bahwa Allah yang memulai pekerjaan baik dalam diri kita akan menyelesaikannya sampai pada akhirnya.

Amin.

Next Post Previous Post