Markus 6:7–13 Misi Injil dan Kuasa Kristus

Markus 6:7–13 Misi Injil dan Kuasa Kristus

Pendahuluan: Panggilan untuk Diutus

Markus 6:7–13 mencatat momen penting dalam pelayanan Yesus — saat Ia mengutus dua belas murid-Nya untuk pergi memberitakan Injil dan melakukan mujizat atas nama-Nya. Ini bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi juga model bagi gereja sepanjang zaman dalam menjalankan misi Allah.

“Lalu Yesus memanggil kedua belas murid itu dan mulai mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat.” (Markus 6:7)

Teks ini menggambarkan keseimbangan antara panggilan, kuasa, dan ketaatan. Yesus tidak hanya memanggil untuk pergi, tetapi juga melengkapi dengan kuasa untuk melayani. Dalam terang teologi Reformed, bagian ini menegaskan bahwa pelayanan sejati berakar pada otoritas Kristus yang berdaulat, bukan pada kemampuan manusia.

Seperti dikatakan John Calvin, “Tidak ada seorang pun yang dapat melayani Allah dengan benar kecuali ia terlebih dahulu diutus oleh Allah dan bertindak di bawah kuasa Kristus.”

1. Konteks Historis: Persiapan Murid dalam Misi Kristus

Perikop ini muncul setelah Yesus ditolak di Nazaret (Markus 6:1–6). Penolakan itu menunjukkan bahwa banyak orang menolak kebenaran meskipun mereka melihat mujizat. Maka Yesus mempersiapkan para murid untuk menghadapi realitas yang sama — mereka akan diutus ke dunia yang tidak selalu menerima Injil.

R. C. Sproul menulis:

“Yesus melatih murid-murid-Nya bukan untuk sukses duniawi, melainkan untuk kesetiaan di tengah penolakan.”

Di sinilah kita belajar bahwa misi Kristen bukan sekadar soal hasil, tetapi soal ketaatan. Allah memanggil kita bukan untuk berhasil menurut ukuran manusia, tetapi untuk setia menurut ukuran sorga.

2. “Ia Mengutus Mereka Berdua-Dua” — Prinsip Pelayanan dalam Persekutuan

Markus 6:7 menyebut bahwa Yesus mengutus mereka berdua-dua. Ini adalah prinsip penting dalam pelayanan Kristen: Allah tidak memanggil kita untuk berjalan sendiri.

Dalam Pengkhotbah 4:9–10 tertulis,

“Berdua lebih baik daripada seorang diri... Bila mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya.”

Dalam teologi Reformed, pelayanan selalu dilihat sebagai pekerjaan tubuh Kristus. Gereja adalah komunitas yang saling menopang dalam kasih dan kebenaran.

Matthew Henry berkomentar:

“Kristus mengutus mereka berdua-dua agar mereka dapat saling menguatkan dalam iman, saling menghibur dalam penderitaan, dan menjadi saksi ganda bagi kebenaran yang mereka bawa.”

Misi yang sejati selalu berakar pada koinonia — persekutuan rohani di antara mereka yang dipersatukan oleh Injil.

3. “Ia Memberi Mereka Kuasa atas Roh-Roh Jahat” — Otoritas Ilahi dalam Pelayanan

Yesus tidak hanya mengutus, tetapi juga memberikan kuasa (eksousia). Kuasa ini bukan kekuatan pribadi, melainkan kuasa yang bersumber dari Kristus sendiri.

John Owen menegaskan bahwa:

“Kuasa rohani yang sejati hanya dapat lahir dari persatuan dengan Kristus. Tanpa Dia, setiap bentuk pelayanan hanyalah aktivitas kosong.”

Murid-murid tidak membawa kuasa baru, tetapi mewakili kuasa Kristus yang sudah ada. Inilah inti misi Kristen: kita tidak membawa diri kita sendiri, melainkan kehadiran dan otoritas Kristus.

Dalam teologi Reformed, kuasa ini melambangkan dua hal penting:

  1. Kuasa pengutusan (delegated authority) — kita diutus atas nama Kristus.
  2. Kuasa rohani (spiritual empowerment) — Roh Kudus yang bekerja di dalam kita untuk meneguhkan pelayanan.

R. C. Sproul menulis bahwa pelayanan tanpa kuasa Kristus akan berakhir dalam keputusasaan, tetapi pelayanan dengan kuasa Kristus akan melahirkan transformasi sejati dalam jiwa manusia.

4. Kesederhanaan dalam Pelayanan (Markus 6:8–9)

“Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka selain tongkat; roti pun tidak, bekal pun tidak, uang dalam ikat pinggang pun tidak; boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju.”

Perintah ini menekankan ketergantungan total pada Allah. Yesus ingin para murid belajar bahwa keberhasilan misi tidak bergantung pada sumber daya manusia, tetapi pada penyediaan Allah.

John Calvin menjelaskan:

“Kristus melatih murid-murid-Nya agar mereka hidup dalam iman, bukan mengandalkan harta atau kenyamanan. Kesederhanaan pelayanan menjadi bukti bahwa mereka benar-benar percaya kepada pemeliharaan Allah.”

Dalam konteks modern, prinsip ini tetap relevan: gereja yang sejati tidak mengandalkan kekuatan ekonomi atau pengaruh sosial, tetapi bergantung sepenuhnya pada kuasa Injil.

Kesederhanaan bukan berarti kemiskinan yang dibuat-buat, melainkan sikap hati yang tidak bergantung pada dunia, tetapi pada Allah yang hidup.

5. “Tinggallah di Rumah Itu” — Prinsip Kesetiaan dan Kerendahan Hati (Markus 6:10)

“Jika kamu sudah diterima di suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ.”

Perintah ini mengajarkan kerendahan hati dan kepuasan rohani. Murid-murid tidak boleh berpindah dari satu rumah ke rumah lain demi kenyamanan atau keuntungan

Charles Spurgeon mengingatkan:

“Pelayan Kristus harus belajar untuk puas di mana Allah menempatkannya, karena kesetiaan dalam hal kecil adalah dasar bagi pelayanan yang besar.”

Kesetiaan adalah tanda dari hati yang tunduk kepada kedaulatan Allah. Murid yang sejati tidak mencari kehormatan, tetapi kesempatan untuk taat.

6. “Jika Mereka Tidak Menerima Kamu” — Realitas Penolakan dalam Misi (Markus 6:11)

“Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu... keluarlah dari situ dan kebaskan debu dari kakimu sebagai peringatan bagi mereka.”

Yesus mempersiapkan para murid menghadapi kenyataan bahwa tidak semua orang akan menerima Injil. Dalam teologi Reformed, ini berkaitan dengan doktrin pemilihan (election) — hanya mereka yang dipanggil secara efektif oleh Roh Kudus yang akan menanggapi dengan iman.

John Murray menulis:

“Pemberitaan Injil selalu menghasilkan dua respons: pertobatan dan penolakan. Tetapi keduanya menggenapi tujuan Allah.”

Mengibaskan debu dari kaki adalah simbol bahwa tanggung jawab mereka telah selesai; mereka telah menyampaikan kebenaran. Ini bukan tindakan kebencian, tetapi tanda peringatan rohani bahwa penolakan terhadap Injil membawa konsekuensi kekal.

Bagi gereja masa kini, ini berarti kita harus setia memberitakan Injil tanpa terikat pada hasil. Allah yang berdaulat menentukan siapa yang akan menerima dan siapa yang menolak.

7. “Mereka Pergi Memberitakan bahwa Orang Harus Bertobat” — Esensi Misi Injil (Markus 6:12)

Isi utama misi para murid adalah pertobatan. Injil bukan hanya berita tentang kasih, tetapi juga panggilan untuk berbalik dari dosa menuju Allah.

R. C. Sproul menjelaskan:

“Pertobatan sejati bukan sekadar penyesalan emosional, tetapi perubahan arah hidup yang dihasilkan oleh pekerjaan Roh Kudus.”

Dalam teologi Reformed, pertobatan adalah bagian dari karya keselamatan yang tidak dapat dipisahkan dari iman. Keduanya adalah buah dari anugerah yang efektif (effectual grace).

Pesan pertobatan sering kali tidak populer, tetapi tetap menjadi inti dari setiap khotbah Injil. Gereja yang berhenti memberitakan pertobatan telah kehilangan panggilan sejatinya.

8. “Mereka Mengusir Banyak Setan dan Mengoles Banyak Orang Sakit dengan Minyak” (Markus 6:13)

Kuasa rohani yang diberikan kepada para murid diwujudkan melalui dua tindakan: pengusiran setan dan penyembuhan orang sakit. Ini menunjukkan bahwa Injil membawa pembebasan total — baik dari kuasa dosa maupun penderitaan fisik.

Namun, dalam teologi Reformed, mujizat ini bukan tujuan akhir, melainkan tanda yang menunjuk kepada realitas rohani yang lebih besar — kuasa Kristus atas dunia dosa dan kematian.

John Calvin menulis:

“Mujizat-mujizat hanyalah jendela yang menunjukkan kemuliaan Kristus; tujuan utamanya adalah agar orang mengenal Dia sebagai Juruselamat.”

Penggunaan minyak dalam penyembuhan bukan sekadar ritual, tetapi simbol kasih dan perhatian pastoral. Gereja yang sejati bukan hanya memberitakan Injil, tetapi juga melayani dengan kasih nyata kepada tubuh Kristus.

9. Perspektif Reformed tentang Misi dan Kedaulatan Allah

Dalam bagian ini kita melihat keseimbangan yang indah antara tanggung jawab manusia dan kedaulatan Allah.

  • Yesus memanggil dan mengutus murid-murid → inisiatif ilahi.
  • Murid-murid pergi dan memberitakan → ketaatan manusia.
  • Beberapa menerima, yang lain menolak → pembedaan berdasarkan kasih karunia Allah.

Teologi Reformed menegaskan bahwa keberhasilan misi bukan bergantung pada metode manusia, tetapi pada pekerjaan Roh Kudus yang memanggil secara efektif.

Herman Bavinck menulis:

“Misi bukanlah usaha manusia untuk membawa Allah kepada dunia, tetapi karya Allah yang membawa dunia kepada Kristus.”

Oleh karena itu, setiap misi yang sejati harus berpusat pada Kristus dan bergantung pada Roh Kudus, bukan pada kekuatan organisasi atau strategi manusia.

10. Penerapan Praktis bagi Gereja Masa Kini

a. Gereja Harus Hidup dalam Ketergantungan pada Kuasa Kristus

Pelayanan tanpa doa dan ketergantungan pada Roh Kudus adalah pelayanan yang mati. Misi harus dimulai dari altar doa.

b. Misi Dilakukan dalam Komunitas

Allah mengutus kita “berdua-dua.” Pelayanan yang sehat harus dijalankan dalam kerja sama tubuh Kristus, bukan individualisme rohani.

c. Hiduplah dengan Kesederhanaan dan Iman

Pelayan Kristus harus belajar puas dengan apa yang Allah sediakan dan tidak tergoda oleh kenyamanan dunia.

d. Setialah Memberitakan Pertobatan

Jangan kompromi terhadap kebenaran Injil. Pertobatan adalah inti dari berita keselamatan.

e. Bersiaplah Menghadapi Penolakan

Penolakan bukan kegagalan, tetapi bagian dari rencana Allah. Tugas kita adalah menabur; Allah yang memberi pertumbuhan.

11. Kristus sebagai Pusat dari Segala Misi

Semua bagian dalam Markus 6:7–13 menunjuk kepada Kristus:

  • Ia yang memanggil dan mengutus.
  • Ia yang memberi kuasa.
  • Ia yang menjadi isi Injil.
  • Ia yang bekerja melalui murid-murid-Nya.

Tanpa Kristus, misi hanyalah aktivitas manusia. Dengan Kristus, misi menjadi bagian dari pekerjaan penebusan yang kekal.

Charles Spurgeon berkata:

“Kita tidak diutus untuk membawa nama kita sendiri, tetapi untuk membawa nama Dia yang telah mati dan bangkit bagi dunia.”

Kesimpulan: Panggilan Gereja untuk Hidup dalam Misi dan Kuasa

Markus 6:7–13 adalah pengingat bahwa setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi saksi Kristus. Kita tidak perlu takut, karena yang mengutus kita juga memberi kuasa kepada kita. Kita tidak perlu khawatir, karena penyediaan Allah cukup bagi setiap langkah.

Yesus masih mengutus umat-Nya hari ini. Dunia masih membutuhkan Injil, dan gereja masih menjadi alat pilihan-Nya.

John Stott dengan tepat berkata:

“Yesus masih berkata kepada gereja-Nya: Pergilah. Dan Ia masih menambahkan: Aku menyertai kamu senantiasa.”

Kiranya kita semua hidup dalam kesadaran bahwa hidup ini adalah misi — bukan demi kemuliaan kita, tetapi demi kemuliaan Kristus yang telah menebus kita.

Soli Deo Gloria — Segala Kemuliaan Bagi Allah Saja.

Next Post Previous Post