Mazmur 7:17 Pujian kepada Allah yang Adil

Mazmur 7:17 Pujian kepada Allah yang Adil

Pendahuluan: Doa yang Berakhir dalam Pujian

Mazmur 7 merupakan salah satu mazmur ratapan yang ditulis oleh Daud ketika ia dikejar oleh musuh-musuhnya, khususnya dari kalangan orang-orang yang menuduhnya dengan dusta. Namun menarik, mazmur ini tidak diakhiri dengan keluhan, melainkan dengan pujian:

“Aku hendak bersyukur kepada TUHAN karena keadilan-Nya, dan bermazmur bagi nama TUHAN, Yang Mahatinggi.” (Mazmur 7:17)

Ayat ini menunjukkan transformasi rohani yang luar biasa: dari ratapan menuju penyembahan, dari kesedihan menuju pengagungan.

Dalam teologi Reformed, ayat ini menjadi contoh bagaimana iman yang sejati memandang Allah bukan dari keadaan, tetapi dari kebenaran sifat-Nya. Ketika orang benar diperhadapkan pada ketidakadilan, mereka tidak bersandar pada pembalasan manusia, tetapi pada keadilan Allah yang sempurna.

John Calvin menulis:

“Ketika orang-orang saleh melihat tangan Allah bekerja dengan adil, mereka terdorong bukan hanya untuk diam, tetapi untuk bersyukur dan memuliakan nama-Nya.”

Mazmur 7:17 menjadi kesaksian iman seorang Daud yang telah belajar melihat kedaulatan dan keadilan Allah di atas penderitaannya.

1. Konteks Mazmur 7: Dari Tuduhan Palsu ke Pengakuan Iman

Mazmur ini ditulis ketika Daud dikejar oleh “Kush, orang Benyamin” (ay. 1). Banyak penafsir, termasuk Matthew Henry, mengaitkannya dengan masa ketika Saul (dari suku Benyamin) mengejar Daud tanpa alasan yang sah.

Daud difitnah dan dianggap sebagai pengkhianat, padahal ia setia kepada raja yang diurapi Allah. Dalam situasi ini, Daud memohon agar Allah menjadi Hakim yang adil.

Namun di akhir mazmur, setelah menyatakan iman dan penyerahan diri, Daud berkata:

“Aku hendak bersyukur kepada TUHAN karena keadilan-Nya.”

Dengan demikian, Mazmur 7:17 adalah puncak dari proses iman:

  • Dari penderitaan menuju penyembahan.
  • Dari tuduhan menuju pembenaran.
  • Dari ketakutan menuju keyakinan pada keadilan Allah.

John Owen menafsirkan bahwa Mazmur 7 memperlihatkan “iman yang teruji di bawah tekanan dosa dan dusta manusia, namun tetap bersandar pada keadilan Allah yang tidak berubah.”

2. “Aku Hendak Bersyukur kepada TUHAN” — Pujian sebagai Respons Iman

Kata bersyukur di sini berasal dari kata Ibrani yadah, yang berarti “mengakui” atau “memuji dengan tangan terangkat.” Ini bukan sekadar ucapan syukur biasa, melainkan pengakuan publik akan kebaikan dan keadilan Allah.

Daud tidak menunggu keadaan menjadi baik untuk bersyukur. Ia bersyukur karena Allah itu adil, bukan karena situasinya berubah.

Charles Spurgeon dalam The Treasury of David menulis:

“Iman yang besar tidak menunggu pembebasan sebelum bersyukur. Ia melihat keadilan Allah bahkan ketika awan gelap belum tersingkap.”

Dalam teologi Reformed, ini menunjukkan bahwa pujian sejati berakar pada teologi yang benar. Kita memuji Allah bukan karena perasaan, tetapi karena pengenalan yang benar akan karakter-Nya.

Oleh sebab itu, ketika kita berkata “Aku hendak bersyukur kepada TUHAN,” kita menyatakan bahwa kita mempercayai Allah yang bekerja dengan adil, bahkan ketika dunia tampak tidak adil.

3. “Karena Keadilan-Nya” — Fondasi Teologis dari Pujian

Pujian Daud memiliki dasar yang jelas: keadilan Allah. Kata keadilan (tsedaqah) berarti kesesuaian Allah dengan hukum-Nya sendiri — Ia tidak pernah berbuat salah, tidak berpihak pada dosa, dan selalu memihak pada kebenaran.

Louis Berkhof, seorang teolog Reformed, menulis:

“Keadilan Allah adalah sifat di mana Ia selalu bertindak selaras dengan hukum moral-Nya sendiri; Ia menghukum dosa, membenarkan orang benar, dan menegakkan kebenaran dengan sempurna.”

Daud tahu bahwa Allah tidak akan membiarkan kejahatan menang selamanya. Meskipun hukuman mungkin tampak tertunda, keadilan-Nya pasti ditegakkan.

Dalam konteks keselamatan, keadilan Allah juga tampak sempurna dalam karya Kristus di salib. R. C. Sproul menjelaskan:

“Salib adalah tempat di mana kasih dan keadilan Allah bertemu. Allah tidak mengabaikan dosa, tetapi menghukum dosa di dalam Kristus, agar orang berdosa dibenarkan.”

Oleh sebab itu, ketika Daud bersyukur atas keadilan Allah, kita dapat memperluas maknanya secara teologis: Allah yang adil dalam menghakimi juga adalah Allah yang adil dalam menyelamatkan.

4. “Dan Bermazmur bagi Nama TUHAN” — Pujian yang Dinyanyikan

Ungkapan bermazmur (zamar) berarti menyanyikan pujian dengan alat musik. Ini menunjukkan bahwa penyembahan kepada Allah haruslah ekspresif dan penuh sukacita, bukan kaku atau formalistis.

Namun, dalam teologi Reformed, mazmur ini juga mengajarkan bahwa penyembahan sejati lahir dari hati yang dipenuhi kebenaran.

John Calvin berkata dalam Institutes:

“Hati manusia adalah pabrik berhala; karena itu, penyembahan sejati harus diarahkan oleh firman Allah agar pujian kita tidak menyimpang dari kebenaran.”

Bermazmur bagi nama Tuhan berarti menyanyikan karakter dan pekerjaan Allah — bukan sekadar emosi religius, tetapi respons intelektual dan spiritual terhadap penyataan Allah dalam firman.

Nama Allah (YHWH Elyon) berarti “TUHAN, Yang Mahatinggi.” Ini menunjukkan bahwa Allah bukan hanya Hakim yang adil, tetapi juga Raja yang berdaulat atas seluruh ciptaan.

5. Teologi Reformed tentang Keadilan dan Penyembahan

Teologi Reformed menempatkan keadilan Allah sebagai inti dari pengertian tentang keselamatan dan penyembahan. Tanpa keadilan, kasih Allah kehilangan makna; tanpa kasih, keadilan menjadi ancaman.

Herman Bavinck menjelaskan:

“Keadilan dan kasih bukan dua sifat yang bertentangan, melainkan dua aspek dari kesempurnaan ilahi yang satu. Dalam Kristus, keduanya bersatu.”

Mazmur 7:17 dengan demikian menjadi bayangan profetis dari salib Kristus, di mana keadilan ditegakkan dan kasih dinyatakan.

Ketika kita menyembah Allah, kita sebenarnya sedang mengakui kesempurnaan sifat-Nya. Oleh karena itu, penyembahan sejati tidak bisa dilepaskan dari pemahaman yang benar tentang Allah yang adil dan kudus.

Stephen Charnock, seorang teolog Puritan, menulis:

“Tidak ada yang lebih layak dipuji daripada keadilan Allah, sebab di dalamnya kita melihat kebijaksanaan, kekudusan, dan kasih yang menyatu dalam harmoni ilahi.”

6. Pujian sebagai Bentuk Iman di Tengah Penderitaan

Daud tidak bersyukur karena sudah menang, tetapi karena ia tahu Allah yang adil pasti akan bertindak. Inilah iman sejati yang tidak terguncang oleh keadaan.

Dalam teologi Reformed, iman sejati adalah kepercayaan aktif pada karakter Allah, bukan sekadar pengetahuan tentang Dia.

Martyn Lloyd-Jones menjelaskan:

“Iman yang sejati melihat di balik fakta-fakta yang tampak dan memegang teguh kebenaran Allah yang kekal.”

Pujian Daud menjadi teladan bagi umat Allah masa kini: ketika kita tidak memahami jalan Allah, kita tetap dapat memuji-Nya karena kita mengenal siapa Dia.

Mazmur 7:17 mengajarkan bahwa pujian adalah senjata rohani — bukan hanya ekspresi syukur, tetapi deklarasi iman terhadap kedaulatan dan keadilan Allah.

7. Keadilan Allah dalam Kristus: Pemenuhan Nubuat Mazmur 7

Mazmur 7:17 menunjuk secara profetis pada keadilan yang akan dinyatakan di salib Kristus. Di sana Allah menunjukkan keadilan-Nya dengan menghukum dosa di dalam Anak-Nya sendiri.

“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Korintus 5:21)

John Stott dalam The Cross of Christ menulis:

“Keadilan Allah menuntut bahwa dosa harus dihukum, dan kasih Allah menuntut bahwa orang berdosa diselamatkan. Di salib, kedua tuntutan itu dipenuhi.”

Dengan demikian, ketika orang percaya memuji keadilan Allah, mereka sesungguhnya sedang memuji karya penebusan Kristus.

Pujian Daud dalam Mazmur 7:17 menemukan puncak pemenuhannya dalam nyanyian gereja:

“Sebab Engkau layak, ya Anak Domba, menerima kuasa, kekayaan, hikmat, kekuatan, hormat, kemuliaan, dan puji-pujian.” (Wahyu 5:12)

8. Aplikasi Praktis bagi Kehidupan Orang Percaya

a. Belajarlah Melihat Keadilan Allah di Tengah Ketidakadilan Dunia

Kita hidup di dunia yang sering tampak tidak adil. Namun orang percaya tahu bahwa Allah akan menegakkan keadilan-Nya pada waktu-Nya sendiri. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan; serahkan kepada Hakim yang adil.

b. Pujian Harus Berdasarkan Firman, Bukan Perasaan

Daud memuji Allah bukan karena emosinya, tetapi karena pengenalannya akan Allah yang benar. Gereja masa kini harus kembali pada penyembahan yang berpusat pada kebenaran firman.

c. Bersyukurlah Karena Allah Itu Adil dan Setia

Keadilan Allah bukan ancaman bagi orang percaya, melainkan penghiburan. Ia tidak akan melupakan perbuatan baik dan penderitaan umat-Nya.

d. Lihatlah Keadilan Allah dalam Salib Kristus

Salib membuktikan bahwa keadilan Allah ditegakkan tanpa menghapus kasih-Nya. Setiap kali kita memandang kepada Kristus, kita dapat bersyukur seperti Daud: “Aku hendak bersyukur kepada TUHAN karena keadilan-Nya.”

e. Nyanyikan Pujian sebagai Tindakan Iman

Jadikan mazmur ini pola hidup: menyembah bahkan ketika belum melihat jawaban doa. Pujian yang lahir dari iman adalah persembahan yang berkenan di hadapan Allah.

9. Gereja Sebagai Komunitas yang Memuji Keadilan Allah

Gereja bukan sekadar tempat ibadah, melainkan komunitas yang menyatakan keadilan dan kemuliaan Allah di dunia ini.
Ketika gereja hidup dalam kekudusan, kasih, dan kebenaran, dunia dapat melihat cerminan dari Allah yang adil.

Abraham Kuyper menulis:

“Tidak ada satu inci pun dalam seluruh wilayah kehidupan manusia di mana Kristus tidak berkata: ‘Milik-Ku.’”

Artinya, keadilan Allah tidak hanya berlaku dalam penghakiman akhir, tetapi juga harus menjadi pola hidup umat Allah dalam dunia sekarang.

10. Penutup: Dari Mazmur Daud ke Nyanyian Gereja Kekal

Mazmur 7:17 bukan hanya penutup dari doa Daud, tetapi juga awal dari penyembahan kekal yang akan berlanjut di surga.

Setiap orang percaya yang ditebus oleh darah Kristus akan menyanyi bersama Daud dan para malaikat:

“Sebab TUHAN adalah Allah yang adil, Ia mengasihi keadilan; orang yang tulus akan memandang wajah-Nya.” (Mazmur 11:7)

Ketika kita menyanyikan pujian kepada Allah yang adil, kita sedang melatih hati untuk memandang kepada hari di mana keadilan-Nya akan dinyatakan sepenuhnya.

Soli Deo Gloria — segala kemuliaan bagi Allah yang adil, kudus, dan penuh kasih.

Next Post Previous Post