Mazmur 5:9–10 Allah yang Adil di Tengah Dunia yang Penuh Kepalsuan

“Sebab tidak ada ketulusan dalam mulut mereka; batin mereka penuh kebinasaan, kerongkongan mereka seperti kubur yang terbuka, lidah mereka licin. Buatlah mereka bersalah, ya Allah, biarlah mereka jatuh karena rancangan mereka sendiri; usirkanlah mereka oleh karena banyaknya pelanggaran mereka, sebab mereka memberontak kepada-Mu.”— Mazmur 5:9–10
Pendahuluan: Doa dari Tengah Dunia yang Rusak
Mazmur 5 adalah doa pagi Daud, doa seorang yang hidup benar di tengah dunia yang penuh tipu daya dan kejahatan. Di Mazmur 5:9–10, Daud menyingkapkan realitas kelam manusia berdosa—khususnya mereka yang menentang Tuhan dan umat-Nya. Daud tidak sedang mengeluh tentang musuh pribadinya, tetapi tentang kejahatan yang menentang kekudusan Allah.
Ayat ini menunjukkan dua sisi penting dalam teologi Reformed:
-
Kebobrokan total manusia (total depravity), dan
-
Keadilan Allah yang kudus terhadap dosa.
Mazmur ini memperlihatkan bahwa orang benar tidak hanya dipanggil untuk percaya kepada kasih Allah, tetapi juga untuk membenci kejahatan seperti Allah membencinya.
Charles Spurgeon, dalam The Treasury of David, menulis:
“Mazmur ini adalah cermin bagi hati orang benar yang hidup di tengah dunia yang busuk oleh dosa. Ia berdoa bukan karena benci pribadi, melainkan karena cinta kepada kebenaran Allah.”
1. Sifat Manusia Berdosa yang Penuh Kepalsuan (Mazmur 5:9)
“Sebab tidak ada ketulusan dalam mulut mereka; batin mereka penuh kebinasaan, kerongkongan mereka seperti kubur yang terbuka, lidah mereka licin.”
Daud menggambarkan musuh-musuhnya dengan empat metafora tajam:
-
Mulut yang tidak tulus
-
Batin yang rusak
-
Kerongkongan seperti kubur terbuka
-
Lidah yang licin
Keempat gambaran ini menunjukkan korupsi total dari diri manusia berdosa—mulai dari hati sampai ucapan.
a. Tidak ada ketulusan dalam mulut mereka
Kata Ibrani nekhonah (נְכֹנָה) berarti “kebenaran, kejujuran, integritas”. Daud berkata tidak ada itu dalam mulut mereka. Ucapan mereka tampak manis, tetapi penuh kebohongan. Ini adalah gambaran klasik dari munafik rohani—mereka yang berbicara tentang kebaikan tetapi hatinya jahat.
John Calvin menulis:
“Manusia berdosa sering memakai lidah sebagai alat menipu, menyembunyikan niat jahatnya di balik kata-kata lembut. Daud ingin menunjukkan bahwa akar kejahatan manusia ada di dalam hati yang menipu.”
Perhatikan bahwa dosa dimulai dari dalam, tetapi terungkap melalui mulut. Daud menegaskan: ucapan mencerminkan isi hati. Dalam konteks Reformed, ini menegaskan doktrin kebobrokan hati manusia (Jeremia 17:9)—bahwa tanpa kasih karunia, manusia tidak mampu berbicara atau berpikir dengan murni di hadapan Allah.
b. Batin mereka penuh kebinasaan
Kata “batin” di sini menunjuk pada bagian terdalam dari manusia—pikiran, kehendak, dan perasaan. Frasa penuh kebinasaan menggambarkan kehancuran moral dan rohani. Ini bukan sekadar ketidaksempurnaan, melainkan kehancuran total akibat dosa.
R.C. Sproul menulis dalam The Holiness of God:
“Masalah manusia bukan sekadar ia berbuat dosa, tetapi ia adalah pendosa. Dosa bukan sesuatu yang eksternal, melainkan sifat yang menjiwai seluruh eksistensi manusia.”
Hati yang penuh kebinasaan melahirkan perkataan busuk dan tindakan jahat. Dosa bukan seperti penyakit yang bisa diobati dengan moralitas, melainkan kematian rohani yang hanya dapat dihidupkan kembali oleh anugerah Allah.
c. Kerongkongan mereka seperti kubur yang terbuka
Ini adalah metafora yang sangat tajam. “Kerongkongan” (Ibrani: garon) di sini melambangkan ucapan manusia. Kubur yang terbuka menggambarkan sesuatu yang mengeluarkan bau busuk kematian. Artinya, perkataan orang fasik bukan hanya menipu, tetapi juga membawa kehancuran dan kematian rohani bagi orang lain.
Rasul Paulus mengutip ayat ini dalam Roma 3:13, untuk menunjukkan kebobrokan total manusia:
“Kerongkongan mereka seperti kubur yang terbuka; lidah mereka mengucapkan tipu daya.”
Dengan mengutip Mazmur ini, Paulus menegaskan bahwa apa yang Daud katakan bukan hanya tentang musuhnya, tetapi tentang seluruh umat manusia tanpa Kristus. Inilah diagnosa universal dari dosa: manusia mati secara rohani, dan dari mulutnya keluar bau busuk dosa.
John Owen, teolog Puritan besar, berkata:
“Perkataan orang yang tidak diperbarui oleh Roh Allah adalah seperti nafas dari kubur—membawa bau kematian bagi dirinya dan orang lain.”
d. Lidah mereka licin
Daud menambahkan bahwa lidah mereka “licin”—mereka pandai berbicara, menipu, dan memanipulasi. Kata halakha (Ibrani: חָלַק) berarti “menghaluskan, melicinkan,” dan sering digunakan untuk menggambarkan ucapan manis yang menyesatkan.
Ini menggambarkan dosa yang tidak selalu tampak kasar, melainkan lembut dan persuasif. Dosa sering menyamar dalam bentuk kata-kata manis, persuasi moral, atau kompromi rohani.
Spurgeon menulis:
“Iblis tidak datang dengan lidah yang kasar, tetapi dengan kata-kata yang licin. Kejatuhan pertama manusia dimulai dengan ucapan yang manis namun menipu.”
2. Keadilan Allah atas Kejahatan (Mazmur 5:10)
“Buatlah mereka bersalah, ya Allah, biarlah mereka jatuh karena rancangan mereka sendiri; usirkanlah mereka oleh karena banyaknya pelanggaran mereka, sebab mereka memberontak kepada-Mu.”
Setelah menggambarkan kebusukan hati manusia, Daud berdoa agar Allah menghakimi mereka. Ini bukan doa balas dendam pribadi, tetapi doa untuk pembenaran kebenaran Allah.
Mazmur ini termasuk dalam jenis “Mazmur kutukan” (imprecatory psalms), di mana Daud memohon agar keadilan Allah ditegakkan atas orang fasik. Dalam teologi Reformed, doa semacam ini bukanlah ungkapan kebencian manusiawi, melainkan penerimaan terhadap kedaulatan Allah yang kudus dan adil.
a. “Buatlah mereka bersalah, ya Allah”
Kata Ibrani asham berarti “menyatakan bersalah” secara hukum. Daud meminta agar Allah menyingkapkan dosa mereka dan menghukum dengan adil. Ini bukan berarti Daud ingin menjadi hakim, melainkan ia menyerahkan penghakiman kepada Allah yang benar.
Calvin menafsirkan ayat ini demikian:
“Daud tidak mengucapkan kutuk karena kebencian pribadi, tetapi karena ia tahu bahwa kejahatan terhadap dirinya adalah pemberontakan terhadap Allah. Ia menyerahkan pembalasan kepada Allah agar kebenaran Allah dipertahankan.”
Doa ini mengingatkan kita bahwa Allah bukan hanya kasih, tetapi juga adil. Dalam kasih-Nya Ia menyelamatkan, tetapi dalam keadilan-Nya Ia menghukum dosa yang menolak kasih itu.
b. “Biarlah mereka jatuh karena rancangan mereka sendiri”
Daud memohon agar orang fasik menuai akibat dari perbuatan mereka sendiri. Ini prinsip ilahi yang berulang di Alkitab: “Siapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya” (Amsal 26:27).
Rancangan jahat mereka menjadi alat penghukuman mereka sendiri. Ini bukan karma, tetapi keadilan providensial Allah—di mana Allah memakai kejahatan manusia untuk menghukum kejahatan itu sendiri.
Spurgeon menulis:
“Allah tidak perlu menciptakan alat baru untuk menghukum orang fasik; mereka akan dihukum oleh dosa mereka sendiri.”
c. “Usirkanlah mereka oleh karena banyaknya pelanggaran mereka”
Kata “usirkanlah” (nadah, נָדָה) berarti “mengusir keluar dari persekutuan.” Daud memohon agar Allah memisahkan mereka dari umat-Nya, karena kehadiran mereka menajiskan kekudusan persekutuan itu.
Dalam konteks gereja, ini menjadi peringatan bahwa Allah tidak dapat disatukan dengan dosa. Gereja yang sejati harus mencerminkan kekudusan Allah dengan menolak kompromi terhadap dosa.
John Owen menulis dalam The Mortification of Sin:
“Allah tidak akan tinggal bersama dosa; jika kita tidak mengusir dosa dari hati kita, dosa itu yang akan mengusir kita dari hadirat Allah.”
d. “Sebab mereka memberontak kepada-Mu”
Inilah alasan teologis utama dari seluruh permohonan Daud. Musuh-musuh itu bukan hanya melawan Daud, tetapi melawan Allah sendiri.
Rebellion against God adalah akar dari segala dosa. Setiap penipuan, setiap kata licin, setiap kejahatan moral adalah bentuk pemberontakan terhadap kedaulatan Allah yang kudus.
Martyn Lloyd-Jones menulis:
“Masalah utama manusia bukanlah penderitaan atau kebodohan, tetapi pemberontakan terhadap Allah yang menciptakannya.”
Dengan demikian, doa Daud adalah seruan agar Allah menegakkan keadilan dan menyingkapkan pemberontakan manusia. Ini menunjukkan bahwa bagi orang benar, kemuliaan Allah lebih penting daripada keselamatan pribadi.
3. Respon Iman Orang Benar di Tengah Dunia Fasik
Bagaimana orang percaya harus hidup di dunia yang penuh kepalsuan dan kejahatan seperti digambarkan Daud? Mazmur ini memberi tiga sikap iman:
a. Mendoakan Kebenaran, Bukan Membalas Dendam
Daud tidak mengambil pedang, melainkan berdoa. Ia menyerahkan penghakiman kepada Allah. Ini sejalan dengan ajaran Paulus dalam Roma 12:19:
“Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah.”
Doa orang benar adalah doa keadilan, bukan kebencian. Orang yang mengasihi kebenaran akan membenci dosa, tetapi ia mempercayakan pembalasan kepada Allah.
b. Menjaga Kekudusan di Tengah Kepalsuan
Daud menggambarkan mulut orang fasik penuh kebohongan. Maka respons orang benar adalah sebaliknya: menjaga mulut dan hati agar tetap tulus di hadapan Allah.
Mazmur 15:2 berkata:
“Orang yang hidup dengan tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya.”
Bagi orang percaya, menjaga perkataan berarti menjaga hati, sebab dari hati mengalir sumber kehidupan (Amsal 4:23). Dalam dunia di mana kata-kata sering disalahgunakan, kekudusan lidah menjadi tanda kasih karunia yang bekerja dalam diri seseorang.
c. Mempercayai Keadilan dan Waktu Allah
Daud tidak melihat keadilan itu langsung, tetapi ia percaya bahwa Allah tidak akan membiarkan kejahatan menang.
Iman yang sejati percaya bahwa keadilan Allah tidak pernah gagal, meski tertunda dalam pandangan manusia.
Herman Bavinck menulis dalam Reformed Dogmatics:
“Keadilan Allah tidak selalu terlihat di bumi, tetapi itu tidak berarti keadilan itu tidak bekerja. Dalam providensi-Nya, Allah sedang menata segala sesuatu menuju penggenapan terakhir di dalam Kristus.”
Maka orang benar hidup bukan dengan mata jasmani, tetapi dengan iman yang yakin bahwa Allah akan mengadili dunia dengan kebenaran (Mazmur 9:8).
4. Kristus: Penggenapan Doa Daud
Mazmur 5:9–10 bukan hanya keluhan Daud terhadap musuh, tetapi juga nubuat tentang Kristus yang hidup di tengah dunia yang sama rusaknya.
Dalam Roma 3:13–14, Paulus mengutip ayat ini untuk menunjukkan bahwa seluruh manusia adalah pendosa. Tetapi kabar baiknya, Kristus datang untuk menanggung hukuman bagi mereka yang hatinya busuk, lidahnya licin, dan mulutnya penuh dusta.
Kristus adalah Daud yang sejati, yang tidak membalas saat difitnah, tetapi menyerahkan dirinya kepada Allah yang menghakimi dengan adil (1 Petrus 2:23). Ia menderita karena mulut orang fasik, tetapi melalui penderitaan-Nya, kita yang berdosa disucikan dan dibenarkan.
John Stott menulis:
“Di salib Kristus, keadilan dan kasih Allah bertemu. Mazmur 5:9–10 menemukan penggenapannya di sana: Allah tidak membiarkan dosa tanpa hukuman, tetapi menghukum dosa di dalam Anak-Nya demi kasih kepada manusia berdosa.”
Karena itu, bagi orang percaya, mazmur ini tidak mengundang kita untuk mengutuk manusia, tetapi untuk mengagungkan kasih karunia Allah yang menyelamatkan kita dari kebinasaan yang kita layak terima.
5. Aplikasi bagi Gereja dan Pribadi
-
Waspadai dosa lidah dan kepalsuan hati.
Dunia modern penuh kata manis namun kosong kebenaran. Gereja dipanggil untuk menjadi komunitas yang jujur, yang lidahnya memuliakan Allah, bukan memanipulasi sesama. -
Jangan kaget ketika kebenaran ditolak.
Daud dikelilingi orang munafik; demikian pula gereja akan selalu dikelilingi oleh dunia yang menolak kebenaran. Namun itu tidak boleh membuat kita pahit, melainkan makin bersandar pada kebenaran Allah. -
Berdoalah untuk keadilan, bukan balas dendam.
Kita boleh berdoa agar Allah menegakkan kebenaran di dunia ini, tetapi dengan hati yang rendah dan bersyukur, karena tanpa kasih karunia, kita pun sama busuknya. -
Ingat bahwa keadilan terakhir akan dinyatakan dalam Kristus.
Dunia ini sementara, tetapi penghakiman Allah kekal. Maka kita hidup dengan kesetiaan, menantikan hari di mana semua dusta akan disingkapkan, dan kebenaran akan bersinar.
Penutup: Allah yang Kudus, Umat yang Murni
Mazmur 5:9–10 menegaskan dua kebenaran besar:
-
Allah membenci kepalsuan dan kejahatan,
-
Allah akan menegakkan kebenaran bagi umat-Nya.
Bagi kita yang hidup di tengah dunia yang memuja kebohongan, mazmur ini memanggil kita untuk menjadi umat yang jujur, tulus, dan setia. Lidah kita harus menjadi alat yang memberkati, bukan merusak. Hati kita harus dijaga agar tetap bersih, karena Allah melihat batin, bukan hanya ucapan.
Dan di atas segalanya, mazmur ini mengarahkan kita kepada Kristus, yang dengan lidah-Nya mengucapkan kebenaran, dengan hati-Nya mengasihi orang berdosa, dan dengan hidup-Nya menegakkan keadilan Allah.
“Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab keadilan dan kasih setia-Nya berjalan seiring; Ia membenci kejahatan, tetapi Ia menyelamatkan orang berdosa.”
Kiranya hidup kita menjadi cermin dari kasih dan kebenaran Allah itu.
Amin.