Teologi Pastoral: Tugas dan Panggilan Gembala Kristen

Pendahuluan
Pekerjaan pastoral adalah salah satu panggilan paling mulia dan paling berat dalam kerajaan Allah. Tidak ada jabatan yang lebih agung di bumi daripada menjadi alat Allah untuk menggembalakan umat-Nya, dan tidak ada tanggung jawab yang lebih menuntut daripada memelihara jiwa-jiwa yang telah ditebus dengan darah Kristus.
Dalam kitab Yeremia 3:15, Tuhan berfirman:
“Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku, yang akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian.”
Inilah inti dari teologi pastoral (pastoral theology) — yaitu memahami panggilan, tanggung jawab, dan hati seorang gembala yang sejati. Sebagaimana dijelaskan oleh Thomas Murphy dalam karyanya Pastoral Theology: A Treatise on the Office and Duties of the Christian Pastor, jabatan gembala adalah panggilan ilahi yang menuntut kesetiaan, kerendahan hati, dan kasih yang mendalam kepada Kristus dan kawanan domba-Nya.
Hari ini kita akan merenungkan tugas dan tanggung jawab gembala Kristen berdasarkan pandangan teologi Reformed, dengan menyoroti peran rohani, moral, dan teologis yang harus dijalankan oleh seorang hamba Tuhan.
I. Asal dan Martabat Jabatan Pastoral
1. Panggilan Ilahi: Bukan Profesi Duniawi
Dalam teologi Reformed, jabatan pastoral bukanlah karier atau pekerjaan duniawi, melainkan panggilan ilahi (divine calling).
John Calvin menegaskan:
“Tidak ada yang lebih berbahaya bagi Gereja selain orang-orang yang memasuki pelayanan tanpa panggilan yang sejati dari Allah.”
Panggilan sejati berasal dari Allah sendiri, bukan dari ambisi manusia atau keinginan pribadi. Sebagaimana Kristus berkata:
“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah.” (Yohanes 15:16)
Gembala Kristen dipanggil untuk menjadi wakil Kristus di antara umat-Nya — bukan untuk mencari kehormatan pribadi, melainkan untuk melayani jiwa-jiwa yang telah ditebus.
Thomas Murphy menulis bahwa panggilan pastoral memiliki dua aspek:
-
Panggilan internal — dorongan Roh Kudus dalam hati seseorang untuk melayani Kristus dan umat-Nya.
-
Panggilan eksternal — pengakuan dari Gereja melalui penahbisan dan pengutusan.
Kedua aspek ini berjalan bersama, memastikan bahwa seseorang tidak melayani karena keinginan pribadi, tetapi karena penetapan Allah dan pengakuan Gereja.
2. Martabat Jabatan Gembala
Richard Baxter, dalam The Reformed Pastor, menyebut pelayanan pastoral sebagai pekerjaan surgawi:
“Pekerjaan kita adalah pekerjaan malaikat; karena kita dipanggil untuk memimpin manusia menuju kehidupan kekal.”
Martabat jabatan ini tidak terletak pada posisi atau gelar, tetapi pada fungsi rohani: menjadi alat Allah untuk menyampaikan Injil, menggembalakan kawanan, dan menjaga jiwa-jiwa dari kesesatan.
2 Korintus 5:20 berkata:
“Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seolah-olah Allah menasihati kamu oleh kami.”
Seorang pendeta bukanlah pemilik Gereja, melainkan penatalayan rahasia Allah (1 Korintus 4:1). Martabatnya bukan berasal dari dunia, tetapi dari otoritas Kristus yang mengutusnya.
II. Tugas Utama Seorang Gembala
Dalam pandangan teologi Reformed, tugas utama seorang gembala terbagi dalam tiga bidang besar: pewartaan Firman, penggembalaan jiwa, dan teladan hidup kudus.
1. Pewartaan Firman (The Ministry of the Word)
Tugas tertinggi seorang gembala adalah mengajar dan memberitakan Firman Allah dengan kesetiaan.
“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” (2 Timotius 4:2)
John Owen berkata:
“Pelayanan Firman adalah saluran utama di mana Allah menyampaikan kasih karunia-Nya kepada Gereja.”
Firman Tuhan adalah makanan rohani bagi umat Allah. Jika seorang gembala lalai dalam memberitakan Firman, maka kawanan domba akan kelaparan secara rohani.
Thomas Murphy menegaskan bahwa khotbah harus:
-
Berdasarkan pada eksposisi Alkitab, bukan opini manusia.
-
Dilakukan dengan tujuan pastoral, bukan retorika kosong.
-
Disampaikan dengan kuasa Roh Kudus, bukan dengan kecakapan duniawi.
Gembala dipanggil untuk menjadi pengkhotbah kebenaran, bukan sekadar motivator. Ia harus setia menyampaikan seluruh kebenaran Allah, termasuk teguran terhadap dosa dan panggilan kepada pertobatan.
Charles Spurgeon pernah berkata:
“Gembala yang tidak berkhotbah dari hati yang terbakar oleh kasih kepada Kristus, hanya berbicara kepada telinga, bukan kepada hati umat.”
2. Penggembalaan Jiwa (The Cure of Souls)
Selain berkhotbah, tugas seorang gembala adalah memelihara dan membimbing jiwa-jiwa yang dipercayakan kepadanya.
“Jagalah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai kehendak Allah; jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.” (1 Petrus 5:2)
Gembala yang sejati mengenal domba-dombanya, dan mereka mengenal suaranya (Yohanes 10:14). Ia memperhatikan bukan hanya jumlah jemaat, tetapi jiwa-jiwa individu — lemah, terluka, dan tersesat.
Richard Baxter menulis:
“Perhatikanlah setiap jiwa dalam kawananmu, sebab setiap jiwa itu berharga di mata Allah dan akan menuntut pertanggungjawaban darimu di hari penghakiman.”
Tugas penggembalaan mencakup:
-
Mengunjungi umat (pastoral visitation).
-
Mendengar dan menasihati mereka dalam kasih.
-
Menghibur yang berduka dan menegur yang menyimpang.
-
Membimbing anak muda dan menguatkan yang lemah imannya.
Gembala bukan hanya pengajar di mimbar, tetapi penuntun di lembah kehidupan.
3. Teladan Hidup Kudus (Example of Holiness)
Khotbah yang paling kuat bukanlah kata-kata, tetapi kehidupan.
1 Timotius 4:12 berkata:
“Jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu.”
John Owen menulis:
“Kehidupan seorang gembala adalah khotbah yang terus berjalan.”
Gembala tidak boleh hanya berkhotbah tentang kekudusan; ia harus hidup kudus. Ia tidak boleh hanya menegur dosa orang lain, tetapi harus mematikan dosa dalam dirinya sendiri.
Richard Baxter memperingatkan:
“Bagaimana mungkin engkau meyakinkan orang lain untuk meninggalkan dosa, sementara engkau sendiri bersahabat dengan dosa?”
Gembala harus menjadi teladan integritas, bukan sekadar pengkhotbah yang fasih. Ia harus meneladani Kristus yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.
III. Dimensi Rohani dalam Pelayanan Pastoral
1. Doa: Napas dari Pelayanan
Setiap pelayanan pastoral harus berakar dalam doa. Tanpa doa, pelayanan hanyalah aktivitas manusiawi tanpa kuasa rohani.
“Kami akan memusatkan pikiran kami kepada doa dan pelayanan Firman.” (Kisah Para Rasul 6:4)
Charles Bridges, dalam bukunya The Christian Ministry, menulis:
“Gembala yang berdoa sedikit akan menghasilkan sedikit buah. Gembala yang berdoa banyak akan melihat ladangnya berbuah lebat.”
Doa bukan hanya bagian dari pelayanan, tetapi jiwa dari pelayanan itu sendiri.
Gembala harus berdoa untuk:
-
Dirinya sendiri, agar hidupnya tetap kudus.
-
Jemaatnya, agar mereka bertumbuh dalam kasih karunia.
-
Gerejanya, agar dipelihara dalam kesatuan dan kebenaran.
2. Ketergantungan pada Roh Kudus
Pelayanan yang sejati tidak bergantung pada kemampuan manusia, tetapi pada kuasa Roh Kudus.
Zakharia 4:6 berkata:
“Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan Roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.”
John Calvin menulis:
“Tanpa Roh Kudus, semua khotbah hanyalah bunyi kosong. Tetapi dengan Roh, bahkan kata-kata sederhana pun dapat menembus hati manusia.”
Gembala harus sadar bahwa keberhasilan sejati bukan terletak pada banyaknya pendengar, melainkan pada kehadiran kuasa Roh yang mengubah hati.
3. Penderitaan sebagai Bagian dari Pelayanan
Seorang gembala sejati akan menghadapi penderitaan, penolakan, dan air mata. Kristus sendiri adalah Gembala yang menderita, dan setiap pelayan-Nya harus meneladani jejak itu.
“Janganlah heran, saudara-saudaraku, apabila dunia membenci kamu.” (1 Yohanes 3:13)
Charles Spurgeon menulis:
“Setiap pelayan Injil harus berjalan melalui lembah air mata. Tetapi di sanalah Allah membentuk hatinya menjadi seperti hati Kristus.”
Penderitaan adalah alat pemurnian bagi gembala, supaya ia lebih mengandalkan Allah dan lebih mengasihi kawanan-Nya.
IV. Tanggung Jawab Gereja terhadap Gembala
Gereja juga memiliki tanggung jawab untuk menghormati dan mendukung pelayan-pelayan Tuhan.
“Tua-tua yang baik pimpinannya patut mendapat penghormatan dua kali lipat, terutama mereka yang bekerja keras dalam pemberitaan firman dan pengajaran.” (1 Timotius 5:17)
John Owen menegaskan bahwa hubungan antara gembala dan jemaat adalah “ikatan kasih yang kudus,” bukan hubungan bisnis atau profesional. Jemaat dipanggil untuk:
-
Mendukung gembala dalam doa.
-
Menghormati otoritas rohaninya.
-
Bekerja sama dalam pelayanan Injil.
Sebaliknya, gembala dipanggil untuk melayani tanpa pamrih, mengasihi tanpa syarat, dan memimpin dengan kasih Kristus.
V. Tujuan Akhir dari Pelayanan Pastoral
Akhir dari semua pelayanan pastoral adalah kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa.
1 Petrus 5:4 berkata:
“Dan apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.”
Gembala yang setia akan menerima upahnya bukan di bumi, tetapi di surga. Tetapi lebih dari itu, sukacita terbesar seorang gembala adalah ketika melihat jemaatnya bertumbuh dalam iman dan kasih kepada Kristus.
John Newton berkata:
“Tidak ada sukacita yang lebih besar bagi seorang hamba Tuhan daripada melihat umatnya berjalan dalam kebenaran.”
VI. Penerapan Praktis untuk Gereja dan Pelayan Tuhan
-
Bagi para gembala:
-
Hiduplah dengan kesadaran akan panggilan ilahi.
-
Berkhotbahlah dengan kebenaran dan kasih.
-
Jadilah teladan kekudusan, bukan sekadar pengajar moral.
-
Berdoalah lebih banyak daripada berbicara.
-
Layani dengan kerendahan hati seperti Kristus.
-
-
Bagi jemaat:
-
Dukunglah gembalamu dalam doa.
-
Dengarkanlah Firman dengan kerendahan hati.
-
Taatilah pemimpin rohani yang menuntun dalam kasih.
-
Jadilah rekan kerja Injil, bukan beban pelayanan.
-
Penutup
Jabatan pastoral adalah anugerah besar dari Allah bagi Gereja-Nya. Tanpa gembala yang setia, kawanan domba akan tercerai-berai. Tetapi ketika Allah memberikan gembala yang sesuai dengan hati-Nya, maka umat akan dipelihara, Firman akan diajarkan dengan benar, dan nama Kristus akan dimuliakan.
Richard Baxter menutup The Reformed Pastor dengan kalimat yang menggugah:
“Jagalah dirimu dan kawananmu, karena engkau bertanggung jawab atas jiwa-jiwa yang Kristus tebus dengan darah-Nya. Dan ketika Ia datang, semoga engkau mendengar suara-Nya berkata: ‘Baik sekali, hambaku yang baik dan setia.’”
Kiranya setiap gembala dan pelayan Tuhan di tengah-tengah Gereja Kristus hidup dalam kesadaran bahwa pelayanan ini bukan milik manusia, melainkan milik Allah. Dan kiranya setiap jemaat menghargai dan mendukung mereka yang telah Allah tetapkan untuk menggembalakan kawanan domba-Nya.
“Sebab dari-Nya, dan oleh-Nya, dan kepada-Nya adalah segala sesuatu. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.” (Roma 11:36)
Soli Deo Gloria.