Iman Kristen Di Dunia Modern

Pendahuluan
Kita hidup di zaman yang disebut “modern”, di mana kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat manusia tampak mendominasi setiap aspek kehidupan. Dunia modern mengagungkan rasionalitas, kebebasan individu, dan otonomi manusia di atas otoritas ilahi. Namun justru di tengah dunia seperti inilah, iman Kristen dipanggil untuk berdiri teguh—bukan dengan berkompromi terhadap modernitas, tetapi dengan menghadirkan kebenaran Injil yang kekal dalam konteks dunia yang terus berubah.
Firman Tuhan berkata dalam Yudas 1:3:
“Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihatkan kamu supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus sekali untuk selama-lamanya.”
Kata “berjuang” (Yunani: epagonizomai) menggambarkan pertempuran rohani yang serius. Iman Kristen tidak pernah eksis dalam ruang hampa, melainkan selalu berdiri di tengah pertarungan antara kebenaran Allah dan kebohongan dunia.
J. Gresham Machen, seorang teolog Reformed besar abad ke-20, menulis buku The Christian Faith in the Modern World sebagai tanggapan terhadap krisis iman yang melanda gereja akibat modernisme dan liberalisme teologis. Ia menegaskan bahwa iman Kristen sejati tidak dapat dilepaskan dari kebenaran objektif, yaitu wahyu Allah yang tertulis dalam Kitab Suci dan yang dinyatakan sempurna di dalam Yesus Kristus.
I. KEDAULATAN ALLAH DALAM DUNIA MODERN
Salah satu hal yang paling menonjol dalam iman Kristen menurut tradisi Reformed adalah doktrin kedaulatan Allah. Dalam dunia modern, manusia berusaha menjadi “tuan atas nasibnya sendiri”, namun Alkitab menegaskan bahwa hanya Allah yang berdaulat mutlak atas seluruh ciptaan.
Mazmur 115:3 berkata:
“Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendaki-Nya.”
R.C. Sproul menegaskan, “Tidak ada satu molekul pun di alam semesta yang bergerak di luar kedaulatan Allah.” Dunia modern ingin menyingkirkan Allah dari pusat kehidupan dan menggantinya dengan manusia sebagai ukuran segala sesuatu. Namun pandangan ini bertentangan secara diametral dengan iman Kristen.
John Calvin dalam Institutes menulis, “Tidak ada yang terjadi tanpa kehendak Allah; bukan karena Ia menjadi penyebab dosa, tetapi karena segala sesuatu berada dalam lingkup kehendak-Nya yang bijaksana.” Dengan demikian, kedaulatan Allah bukan hanya fakta teologis, melainkan juga dasar penghiburan orang percaya di dunia yang kacau.
Ketika teknologi gagal, ekonomi runtuh, dan moralitas dunia semakin rusak, kita tidak panik, sebab Allah masih memegang kendali atas sejarah manusia. Kedaulatan-Nya adalah jangkar yang kokoh bagi iman Kristen di zaman yang tidak pasti ini.
II. FIRMAN ALLAH SEBAGAI DASAR KEBENARAN
Salah satu serangan terbesar dunia modern terhadap iman Kristen adalah pada otoritas Kitab Suci. Pencerahan (Enlightenment) dan rasionalisme modern telah menggantikan wahyu ilahi dengan akal budi manusia. Banyak teolog liberal menganggap Alkitab hanyalah hasil refleksi manusia tentang Allah, bukan firman Allah itu sendiri.
Namun, teologi Reformed dengan tegas menolak pandangan ini. Kita percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah yang diilhamkan (theopneustos), seperti tertulis dalam 2 Timotius 3:16–17:
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”
Cornelius Van Til, tokoh apologetika Reformed, menyebut bahwa “tanpa firman Allah, manusia tidak memiliki dasar epistemologis yang sah untuk mengetahui kebenaran.” Dunia modern berusaha menafsirkan realitas tanpa Allah, namun akhirnya jatuh ke dalam relativisme dan kekacauan moral.
R.C. Sproul menulis, “Masalah terbesar manusia modern bukanlah kurangnya informasi, tetapi pemberontakan terhadap otoritas wahyu.” Iman Kristen menegaskan bahwa kebenaran bukanlah hasil konsensus sosial atau konstruksi budaya, tetapi berasal dari Allah yang menyatakan diri-Nya melalui firman yang tertulis.
Oleh karena itu, gereja harus kembali kepada Sola Scriptura—hanya Kitab Suci sebagai satu-satunya otoritas tertinggi dalam iman dan kehidupan. Dalam dunia modern yang penuh suara manusia, umat Tuhan harus tetap mendengar suara Allah.
III. KRISTUS SEBAGAI PUSAT IMAN
Seluruh iman Kristen berpusat pada Yesus Kristus. Machen menegaskan bahwa “Kristus dari iman modern” (sekadar guru moral) berbeda total dari “Kristus Alkitabiah” (Anak Allah yang berinkarnasi). Dunia modern mengagumi Yesus sebagai teladan kasih dan kebaikan, tetapi menolak Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Namun Alkitab berkata dalam Yohanes 14:6:
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku.”
John Stott menulis, “Kristus bukan sekadar menunjukkan jalan, tetapi Ia sendiri adalah jalan itu.” Dalam dunia modern yang pluralistik dan menolak absolutisme kebenaran, klaim Kristus ini dianggap ofensif. Tetapi bagi kita, inilah inti Injil yang tidak bisa ditawar.
Kristus bukan hanya solusi spiritual; Ia adalah jawaban atas kebutuhan terdalam manusia modern: dosa, keterasingan, dan kebingungan moral. Ia datang bukan hanya untuk memberi inspirasi, tetapi untuk menyelamatkan manusia dari murka Allah.
Dalam teologi Reformed, karya Kristus dipahami dalam tiga peran utama: Nabi, Imam, dan Raja.
-
Sebagai Nabi, Ia menyatakan kebenaran Allah kepada manusia.
-
Sebagai Imam, Ia mempersembahkan diri-Nya sebagai korban penebusan yang sempurna.
-
Sebagai Raja, Ia memerintah dengan otoritas atas seluruh ciptaan dan umat-Nya.
Ketika dunia modern menolak otoritas Kristus, gereja harus menegaskan kembali: Yesus Kristus tetap Tuhan atas sejarah, budaya, dan seluruh ciptaan.
IV. DOSA DAN KEJATUHAN MANUSIA
Salah satu penyebab utama lemahnya iman modern adalah pandangan yang terlalu optimis tentang natur manusia. Filsafat humanistik mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya baik dan hanya memerlukan pendidikan atau reformasi sosial untuk menjadi benar.
Tetapi Alkitab mengajarkan kebalikannya: manusia telah jatuh dalam dosa dan terpisah dari Allah. Roma 3:23 berkata:
“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.”
John Calvin menyebut kondisi ini sebagai total depravity—kerusakan total. Artinya, setiap aspek dari manusia (pikiran, kehendak, perasaan) telah dirusak oleh dosa. Ini tidak berarti manusia seburuk mungkin, tetapi bahwa tidak ada bagian dari dirinya yang tidak terpengaruh oleh dosa.
Dunia modern berbicara tentang kemajuan, tetapi kenyataannya, semakin maju teknologi, semakin dalam juga kejatuhan moral. R.C. Sproul dengan tajam berkata, “Masalah manusia bukan kekurangan data, tetapi kebencian terhadap Allah.”
Kita tidak bisa mengerti kabar baik Injil tanpa terlebih dahulu memahami kabar buruk tentang dosa. Injil bukanlah terapi moral, melainkan pengumuman tentang karya penebusan Kristus bagi orang berdosa yang tidak berdaya.
V. KASIH KARUNIA DAN PENEBUSAN DI DALAM KRISTUS
Solusi Allah terhadap dosa manusia adalah kasih karunia yang dinyatakan dalam salib Kristus. Di sinilah letak keunikan iman Kristen di tengah dunia modern: keselamatan bukan hasil usaha manusia, melainkan pemberian cuma-cuma dari Allah.
Efesus 2:8–9 berkata:
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”
John Murray, teolog Reformed Skotlandia, menyebut karya Kristus sebagai “penebusan yang objektif dan efektif.” Artinya, salib bukan hanya simbol kasih, tetapi tindakan nyata Allah yang menebus umat pilihan-Nya.
Cornelius Van Til menegaskan bahwa kasih karunia bukanlah sekadar bantuan tambahan, melainkan keselamatan total dari Allah bagi manusia yang mati secara rohani. Dunia modern ingin menjadikan keselamatan sebagai proyek kemanusiaan, tetapi Injil berkata bahwa keselamatan hanya ada dalam Kristus, oleh kasih karunia, melalui iman.
VI. IMAN KRISTEN DAN RASIONALITAS
Machen menolak anggapan bahwa iman Kristen bertentangan dengan akal sehat. Sebaliknya, iman Kristen memberikan dasar bagi rasionalitas itu sendiri. Tanpa Allah, akal budi manusia tidak memiliki fondasi untuk memahami dunia secara konsisten.
Van Til berkata, “Tanpa presuposisi Allah, tidak ada pengetahuan yang koheren.” Artinya, hanya dalam kerangka ciptaan dan wahyu Allah, manusia dapat memahami realitas secara benar.
R.C. Sproul juga menyatakan bahwa iman Kristen adalah iman yang rasional, tetapi bukan rasionalisme. Rasionalisme menempatkan akal di atas wahyu, sedangkan iman Kristen menundukkan akal di bawah otoritas wahyu.
Dengan demikian, orang Kristen tidak perlu takut berpikir kritis. Kita dipanggil untuk mengasihi Tuhan “dengan segenap akal budi” (Matius 22:37). Gereja Reformed memandang studi teologi, filsafat, dan ilmu pengetahuan sebagai bentuk ibadah kepada Allah yang adalah sumber segala pengetahuan.
VII. GEREJA SEBAGAI TIANG KEBENARAN DI DUNIA MODERN
Dalam 1 Timotius 3:15, Paulus menyebut gereja sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran.” Di tengah dunia modern yang menolak kebenaran absolut, gereja harus berdiri sebagai saksi yang setia terhadap Injil yang tidak berubah.
Machen menulis bahwa “tugas utama gereja bukanlah menyesuaikan diri dengan dunia, tetapi memberitakan Injil kepada dunia.” Banyak gereja modern jatuh ke dalam kesalahan dengan mencoba menjadi relevan dengan cara mengorbankan kebenaran. Tetapi relevansi sejati bukanlah kompromi, melainkan kesetiaan kepada firman Allah.
John Stott mengingatkan, “Kita tidak dipanggil untuk membuat Injil menjadi modern, tetapi untuk membuatnya didengar secara modern.” Artinya, kita harus menyampaikan kebenaran kekal dengan bahasa dan pendekatan yang dimengerti zaman ini, tanpa mengubah isinya.
Gereja yang berakar pada firman, dikuatkan oleh Roh Kudus, dan berpusat pada Kristus akan tetap berdiri kokoh walau dunia berubah.
VIII. PENUTUP: PANGGILAN UNTUK BERDIRI TEGUH
Saudara-saudara, iman Kristen bukan warisan masa lalu yang usang, melainkan kebenaran kekal yang tetap relevan bagi dunia modern.
Kita dipanggil untuk:
-
Berpegang teguh pada kebenaran Alkitab sebagai satu-satunya otoritas iman.
-
Mengakui Kristus sebagai Tuhan atas seluruh aspek kehidupan—pikiran, budaya, sains, dan moralitas.
-
Menjadi saksi setia di tengah dunia yang semakin menolak Allah.
Sebagaimana kata Machen:
“Iman Kristen tidak dapat mati karena ia didasarkan bukan pada pikiran manusia, melainkan pada wahyu Allah yang hidup.”
Marilah kita, umat Allah di dunia modern ini, berdiri teguh seperti Paulus dalam Roma 1:16:
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya.”
Amin. Soli Deo Gloria.