Kisah Para Rasul 8:6–8 - Kuasa Injil yang Membawa Sukacita di Samaria

Teks Alkitab (LAI-TB):
“Dan orang banyak itu dengan bulat hati mendengarkan apa yang dikatakan oleh Filipus ketika mereka mendengar dan melihat tanda-tanda yang diadakannya. Sebab dari banyak orang yang kerasukan roh jahat, keluarlah roh-roh itu sambil berteriak dengan suara nyaring, dan banyak juga orang lumpuh dan orang timpang yang disembuhkan. Maka sangatlah besar sukacita dalam kota itu.”
(Kisah Para Rasul 8:6–8)
Pendahuluan
Kisah Para Rasul 8 adalah titik balik penting dalam sejarah gereja mula-mula. Setelah kemartiran Stefanus dan penganiayaan besar terhadap jemaat di Yerusalem (Kis. 8:1–3), Injil tidak terhenti—sebaliknya, ia menyebar semakin luas. Filipus, seorang diaken yang penuh Roh Kudus (Kis. 6:5), diutus ke Samaria, sebuah daerah yang secara historis dan religius terpisah dari orang Yahudi. Namun di tempat yang dianggap rendah oleh banyak orang Yahudi itu, Injil justru diterima dengan sukacita besar.
Kisah ini menunjukkan bahwa kuasa Injil Kristus tidak mengenal batas sosial, etnis, atau geografis. Ketika Firman diberitakan dengan kuasa Roh Kudus, hasilnya adalah pertobatan, pembebasan, dan sukacita sejati.
Menurut John Calvin, bagian ini menegaskan bahwa “ketika Allah bekerja melalui pemberitaan Firman, tidak ada kekuatan dunia yang mampu menahannya; bahkan daerah yang dianggap hina pun dijamah oleh kemuliaan Injil.”
I. Injil yang Didengar dan Diterima dengan Bulat Hati (Kisah Para Rasul 8:6)
“Dan orang banyak itu dengan bulat hati mendengarkan apa yang dikatakan oleh Filipus ketika mereka mendengar dan melihat tanda-tanda yang diadakannya.”
1. Firman yang diberitakan dengan kuasa Roh Kudus
Filipus tidak datang dengan kekuatan dirinya, tetapi dengan kuasa Roh Kudus. Kisah Para Rasul 8:5 menyebutkan bahwa ia “memberitakan Kristus” di Samaria. Fokus pelayanan Filipus bukan mukjizat, melainkan Kristus yang disalibkan dan bangkit.
Menurut Matthew Henry, “Filipus tidak mengumumkan dirinya, tetapi Kristus; tidak mencari kehormatan bagi manusia, tetapi kemuliaan bagi Juruselamat.”
Inilah inti teologi Reformed: pusat pemberitaan Injil adalah Kristus dan karya penebusan-Nya. Sebagaimana Charles Spurgeon menegaskan, “Ketika Kristus menjadi pusat khotbah, maka Roh Kudus menjadikannya hidup dan berkuasa di hati pendengar.”
2. Respons yang bulat hati
Orang-orang Samaria “dengan bulat hati” (homothumadon) mendengarkan pemberitaan Filipus. Kata ini juga digunakan dalam Kisah Para Rasul 2:46 untuk menggambarkan kesatuan jemaat Yerusalem. Ini menunjukkan bahwa pemberitaan Firman yang disertai Roh Kudus membawa kesatuan hati di antara pendengar.
John Stott menjelaskan bahwa kesatuan hati ini bukan hasil manipulasi emosional, melainkan karya Roh yang menyatukan mereka dalam kebenaran Injil. Ketika Roh Kudus bekerja melalui Firman, Ia menghasilkan keyakinan, bukan sekadar rasa ingin tahu.
3. Mendengar dan melihat: Firman dan bukti kuasa Allah
Orang banyak bukan hanya mendengar, tetapi juga melihat tanda-tanda yang menyertai pemberitaan. Mukjizat yang dilakukan Filipus berfungsi bukan sebagai tontonan, melainkan sebagai konfirmasi bahwa berita yang ia sampaikan adalah benar.
John Calvin menulis, “Tanda-tanda mujizat adalah segel yang meneguhkan kebenaran Injil. Namun tanda-tanda itu tidak boleh mengalihkan pandangan kita dari Kristus, karena kuasa keselamatan terletak dalam Firman, bukan dalam keajaiban.”
Dengan kata lain, mujizat hanyalah sarana; Kristus adalah tujuan.
II. Kuasa Injil yang Membebaskan dari Kekuatan Gelap (Kisah Para Rasul 8:7)
“Sebab dari banyak orang yang kerasukan roh jahat, keluarlah roh-roh itu sambil berteriak dengan suara nyaring, dan banyak juga orang lumpuh dan orang timpang yang disembuhkan.”
1. Kuasa Kristus lebih besar dari kuasa kegelapan
Samaria pada masa itu dikenal sebagai wilayah yang sarat dengan praktik sihir dan okultisme. Dalam ayat-ayat berikut (Kis. 8:9–11), Lukas menyebutkan tentang Simon si penyihir, seorang tokoh yang sangat berpengaruh di daerah itu. Namun kehadiran Filipus membawa perubahan besar: kuasa Injil Kristus mengalahkan kuasa iblis.
Herman Ridderbos dalam komentarnya menegaskan bahwa pekerjaan mujizat di Samaria menunjukkan kemenangan Kerajaan Allah atas kuasa setan. Injil bukan sekadar kabar baik rohani, tetapi kekuatan yang memerdekakan manusia secara utuh — dari belenggu dosa, ketakutan, dan kejahatan rohani.
John Owen menyebutnya sebagai “manifestasi dari peperangan rohani antara Kerajaan Terang dan Kerajaan Kegelapan, di mana Kristus berdaulat penuh.”
2. Pembebasan yang nyata dan menyeluruh
Teks ini menggambarkan dua bentuk pembebasan:
-
Roh jahat keluar dari orang yang kerasukan,
-
Orang lumpuh dan timpang disembuhkan.
Keduanya melambangkan pemulihan total — rohani dan jasmani. Dalam pandangan Reformed, mujizat seperti ini bukan hanya tindakan belas kasihan Allah terhadap penderitaan fisik, tetapi juga tanda dari realitas spiritual yang lebih dalam: pemulihan ciptaan dari akibat dosa.
Louis Berkhof menulis bahwa mujizat dalam Kisah Para Rasul adalah “pembenaran visual atas kuasa penebusan Kristus, yang tidak hanya menyelamatkan jiwa, tetapi juga memulihkan seluruh ciptaan kepada tatanan yang seharusnya.”
Dalam konteks modern, pembebasan dari kuasa jahat tidak selalu berarti pengusiran setan secara fisik, tetapi lebih kepada pelepasan dari kuasa dosa, kebohongan dunia, dan belenggu rohani yang memisahkan manusia dari Allah.
3. Pekabaran Injil dan kehadiran kuasa Roh Kudus
Kuasa Roh Kudus tidak dapat dipisahkan dari pemberitaan Firman. Ketika Firman diberitakan, Roh bekerja untuk menerangi hati orang berdosa dan membebaskannya dari kegelapan rohani.
Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa revival sejati bukanlah hasil strategi manusia, tetapi manifestasi kuasa Roh Kudus yang memperbaharui hati dan mengubah masyarakat. “Di mana Roh bekerja, di situ kuasa gelap akan terusir.”
III. Sukacita Besar sebagai Buah dari Injil (Kisah Para Rasul 8:8)
“Maka sangatlah besar sukacita dalam kota itu.”
Ayat ini adalah puncak dari narasi ini — hasil nyata dari pemberitaan Injil adalah sukacita besar. Bukan sukacita palsu atau sementara, melainkan sukacita yang lahir dari keselamatan sejati.
1. Sukacita karena kehadiran Kristus
Kota Samaria yang dulu penuh dengan dosa, kegelapan, dan kebencian kini dipenuhi sukacita. Inilah perubahan radikal yang hanya dapat dihasilkan oleh Injil Kristus.
John Piper menulis, “Injil membawa sukacita karena ia mempertemukan manusia dengan sukacita tertinggi — yaitu Allah sendiri.” Sukacita Injil tidak bergantung pada situasi, tetapi pada realitas bahwa Allah telah memulihkan hubungan-Nya dengan manusia melalui Kristus.
Orang Samaria yang dulu hidup dalam ketakutan terhadap roh-roh jahat kini menikmati damai sejahtera karena kuasa Kristus yang membebaskan.
2. Sukacita yang bersifat komunal
Menarik bahwa Lukas mengatakan: “Sangatlah besar sukacita dalam kota itu.” Sukacita Injil tidak hanya dialami secara pribadi, tetapi berdampak pada seluruh komunitas. Injil yang sejati selalu membawa transformasi sosial — bukan karena perubahan sistem politik, melainkan karena perubahan hati manusia.
John Calvin menyatakan bahwa “ketika Kristus memerintah dalam hati manusia, damai sejahtera dan sukacita sejati akan memenuhi masyarakat. Tidak ada kota yang lebih diberkati daripada kota yang Injilnya hidup.”
3. Sukacita sebagai tanda kerajaan Allah
Sukacita di Samaria menjadi bukti bahwa Kerajaan Allah telah datang di tengah-tengah mereka. Dalam Roma 14:17 Paulus berkata, “Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus.”
Sukacita adalah tanda kehidupan rohani yang sehat. Gereja yang hidup dalam Injil sejati akan menjadi komunitas yang penuh sukacita, bukan karena dunia mudah, tetapi karena Kristus hidup di tengah-tengahnya.
Charles Spurgeon berkata, “Sukacita Injil adalah kesaksian terbaik dari pekerjaan Roh Kudus. Dunia tidak dapat meniru sukacita orang yang telah diselamatkan.”
IV. Makna Teologis dan Reformed dari Kisah Ini
1. Injil melampaui batas manusia
Samaria adalah wilayah yang dipandang rendah oleh orang Yahudi, namun di sanalah Injil diterima lebih dahulu daripada di banyak tempat lain. Hal ini menunjukkan bahwa kasih karunia Allah tidak dibatasi oleh ras, budaya, atau sejarah.
R.C. Sproul menjelaskan bahwa bagian ini adalah bukti bahwa keselamatan adalah karya anugerah yang berdaulat (sovereign grace). Allah memilih untuk menyatakan kasih-Nya kepada mereka yang dianggap hina, agar kemuliaan-Nya semakin nyata.
Injil menembus batas-batas sosial dan budaya karena pusatnya bukan manusia, tetapi Kristus yang adalah Tuhan atas semua bangsa.
2. Injil bekerja melalui Firman dan Roh
Filipus memberitakan Firman, dan Roh Kudus meneguhkannya dengan tanda-tanda. Ini mencerminkan prinsip Reformed bahwa Firman dan Roh tidak pernah dipisahkan.
John Calvin menulis dalam Institutes (I.9.3):
“Roh Kudus tidak berbicara kepada kita tanpa Firman, dan Firman tidak memberi manfaat tanpa Roh. Keduanya bekerja bersama-sama dalam harmoni ilahi.”
Dengan demikian, kuasa pelayanan Filipus bukan berasal dari karisma pribadinya, tetapi dari kombinasi Firman Allah dan pekerjaan Roh Kudus yang membangkitkan iman.
3. Injil membawa pembebasan sejati dari kuasa dosa
Pelepasan dari roh jahat dan kesembuhan jasmani di Samaria menggambarkan karya penebusan Kristus yang menyeluruh. Di kayu salib, Kristus mengalahkan kuasa iblis dan memulihkan manusia kepada Allah.
Abraham Kuyper menulis bahwa Injil bukan hanya berita keselamatan pribadi, tetapi juga pemulihan seluruh ciptaan kepada tatanan Kerajaan Allah. “Setiap bagian dari kehidupan manusia berada di bawah otoritas Kristus yang berkata: Ini milik-Ku.”
4. Sukacita sebagai hasil alami dari kasih karunia
Sukacita yang besar di Samaria menunjukkan bahwa Injil sejati tidak hanya menghasilkan pengetahuan atau moralitas, tetapi perubahan batin yang mendalam. Sukacita Injil adalah buah dari pembenaran dan pengampunan dosa.
John Owen berkata, “Di dalam anugerah pembenaran, Allah bukan hanya menghapus dosa kita, tetapi juga menaruh sukacita ilahi di hati kita. Sukacita itu adalah tanda bahwa kita telah berdamai dengan Allah.”
V. Aplikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini
1. Fokus pada pemberitaan Kristus
Pelayanan gereja harus berpusat pada pemberitaan Kristus yang disalibkan dan bangkit, bukan pada karisma pribadi atau pertunjukan rohani. Filipus dipakai secara luar biasa karena ia setia memberitakan Kristus, bukan dirinya.
Gereja masa kini harus kembali menegaskan prinsip Reformasi: Sola Scriptura (hanya Firman) dan Sola Christus (hanya Kristus).
2. Percaya pada kuasa Injil untuk membebaskan
Kita hidup di dunia yang dikuasai oleh banyak bentuk perbudakan rohani: dosa, ketakutan, kecanduan, materialisme, dan kesombongan. Namun kuasa Injil Kristus tetap sama — Ia sanggup membebaskan setiap orang yang percaya.
Tim Keller menulis bahwa “Injil bukan hanya pintu masuk ke kehidupan Kristen, tetapi jalan yang harus kita lalui setiap hari untuk mengalami kebebasan sejati.”
3. Menjadi pembawa sukacita Injil di tengah dunia yang gelap
Sama seperti Filipus membawa sukacita ke Samaria, gereja dipanggil untuk membawa terang Kristus ke lingkungan sekitar. Dunia kita haus akan kabar baik sejati — kabar bahwa Allah masih bekerja, bahwa pengampunan tersedia, dan bahwa hidup dapat diperbarui.
4. Membangun komunitas yang dipenuhi sukacita dan kasih
Sukacita Injil bukan individualistis, melainkan komunal. Gereja seharusnya menjadi tempat di mana orang berdosa mengalami kasih karunia dan kebahagiaan karena Kristus. Sukacita dalam Kristus akan menarik dunia yang haus makna kepada terang Injil.
Kesimpulan
Kisah Para Rasul 8:6–8 adalah gambaran yang hidup tentang bagaimana Injil Kristus bekerja melalui pemberitaan Firman, kuasa Roh Kudus, dan kasih karunia Allah.
Di Samaria,
-
Firman diberitakan → orang mendengar dengan bulat hati.
-
Kuasa Allah bekerja → iblis diusir, orang disembuhkan.
-
Hasilnya → sukacita besar meliputi seluruh kota.
Inilah pola tetap dari pekerjaan Allah dalam sejarah: di mana Injil diberitakan, kuasa Allah dinyatakan, dan sukacita sejati lahir.
Kiranya gereja masa kini kembali menjadi seperti Filipus — utusan yang membawa Kristus, bukan diri sendiri. Dan kiranya melalui pemberitaan Injil yang sejati, banyak “kota” modern juga akan mengalami sukacita besar karena Kristus yang hidup di tengah-tengah mereka.
“Maka sangatlah besar sukacita dalam kota itu.”
— Kisah Para Rasul 8:8