Mazmur 9:15–16 - Keadilan Allah yang Nyata di Tengah Kejahatan Dunia

“Bangsa-bangsa telah tenggelam ke dalam lubang yang mereka gali; kaki mereka terjerat dalam jaring yang mereka pasang sendiri. TUHAN telah menyatakan diri-Nya, Ia telah menjalankan pengadilan; orang fasik terjerat dalam perbuatan tangannya sendiri. (Mazmur 9:15-16)”
Pendahuluan: Allah yang Berdaulat dan Adil di Tengah Dunia yang Rusak
Mazmur 9 merupakan salah satu mazmur pujian Daud yang menonjolkan kedaulatan dan keadilan Allah atas bangsa-bangsa. Dalam konteks sejarahnya, Daud menulis mazmur ini setelah melihat bagaimana Allah menegakkan keadilan terhadap musuh-musuh Israel. Daud, sebagai raja yang dipilih Allah, bukan hanya menyaksikan kemenangan militer, tetapi juga menyadari dimensi teologis di balik setiap kemenangan itu — yakni bahwa Allah sendiri yang bekerja sebagai Hakim yang adil atas bumi.
Mazmur 9:15–16 menjadi inti teologis dari Mazmur ini. Di dalam dua ayat ini, kita melihat dua realitas besar:
-
Kebinasaan orang fasik sebagai akibat kejahatan mereka sendiri, dan
-
Penyataan diri Allah melalui tindakan penghakiman-Nya.
Mazmur ini memperlihatkan hukum moral ilahi yang bekerja di balik sejarah umat manusia: bahwa Allah menegakkan keadilan-Nya dengan cara membuat orang jahat jatuh ke dalam lubang yang mereka gali sendiri. Dengan kata lain, kejahatan membawa kutuknya sendiri; dosa memiliki konsekuensi yang menghancurkan pelakunya.
Charles Spurgeon dalam The Treasury of David menulis:
“Allah sering kali menghukum orang jahat bukan dengan bencana dari luar, tetapi dengan membiarkan mereka terperangkap oleh jebakan yang mereka buat sendiri. Dengan demikian, keadilan ilahi menjadi semakin terang benderang.”
I. Kebodohan dan Kesia-siaan Kejahatan Manusia (Mazmur 9:15)
“Bangsa-bangsa telah tenggelam ke dalam lubang yang mereka gali; kaki mereka terjerat dalam jaring yang mereka pasang sendiri.”
Ayat ini menggambarkan konsep keadilan imanen, yaitu bahwa akibat dari dosa sering kali terkandung di dalam perbuatan dosa itu sendiri. Orang fasik merancang kejahatan untuk menjatuhkan orang lain, tetapi rencana itu berbalik menjerat dirinya sendiri.
1. Prinsip moral yang universal: apa yang ditabur, itu juga yang dituai
Rasul Paulus menegaskan hal ini dalam Galatia 6:7:
“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.”
Daud menyadari prinsip yang sama beroperasi di bawah pemerintahan Allah yang adil. Kejahatan tidak pernah netral. Ia selalu menuntut balasan, bukan karena hukum alam, tetapi karena Allah yang adil mengatur sejarah.
John Calvin dalam komentarnya menulis:
“Mazmur ini mengajarkan bahwa Allah tidak perlu menggunakan alat asing untuk menghukum orang jahat; mereka sendiri adalah algojo bagi diri mereka sendiri. Tuhan, dengan hikmat-Nya yang ajaib, membuat mereka binasa oleh rencana mereka sendiri.”
Artinya, pembalasan Allah tidak selalu datang melalui mukjizat dari langit, melainkan melalui konsekuensi alami dari dosa itu sendiri. Ketika manusia hidup dalam pemberontakan terhadap Allah, ia menciptakan jaring kehancurannya sendiri.
2. Contoh sejarah dari prinsip ini
-
Firaun di Mesir (Keluaran 1–14): ia menolak kehendak Allah dan ingin membinasakan Israel, tetapi akhirnya binasa dalam laut yang ia pakai untuk mengejar umat Tuhan.
-
Haman dalam kitab Ester: ia menyiapkan tiang gantungan untuk Mordekhai, tetapi akhirnya digantung di atas tiang itu sendiri.
-
Yudas Iskariot: ia menjual Kristus dengan perhitungan duniawi, tetapi akhirnya terjerat dalam rasa bersalah dan kematian tragisnya sendiri.
Spurgeon menyebut hukum ini sebagai lex talionis — hukum balasan yang menegaskan bahwa Allah membiarkan kejahatan itu menjadi alat penghukuman atas dirinya sendiri.
II. Allah Menyatakan Diri Melalui Penghakiman-Nya (Mazmur 9:16a)
“TUHAN telah menyatakan diri-Nya, Ia telah menjalankan pengadilan.”
Inilah inti dari teologi Mazmur 9: Allah tidak diam dalam menghadapi kejahatan, melainkan menyatakan diri-Nya melalui penghakiman.
1. Penyataan diri Allah dalam sejarah
Calvin menulis bahwa frasa “Tuhan telah menyatakan diri-Nya” berarti Allah menyingkapkan tabiat-Nya yang tersembunyi melalui tindakan-Nya di dunia. Walaupun banyak orang menyangkal keberadaan atau kedaulatan Allah, penghakiman-Nya terhadap orang fasik menjadi bukti nyata bahwa Ia hidup dan memerintah.
Spurgeon menambahkan:
“Keadilan Allah adalah salah satu cermin terbesar di mana manusia dapat melihat kemuliaan-Nya. Bila manusia tidak mengenal Allah melalui kasih karunia, maka mereka akan mengenal-Nya melalui keadilan-Nya.”
Dalam konteks ini, Daud mengajak umat Tuhan untuk melihat bahwa sejarah adalah panggung di mana Allah memperlihatkan atribut-Nya. Di tengah dunia yang tampak kacau, Allah bekerja menegakkan kebenaran dan keadilan-Nya dengan cara yang tidak selalu langsung, tetapi pasti.
2. Keadilan Allah adalah ekspresi kekudusan-Nya
Keadilan bukan sekadar fungsi administratif Allah, tetapi merupakan manifestasi dari sifat kudus-Nya. Karena Allah kudus, Ia tidak dapat menoleransi dosa.
Seperti yang dikatakan R.C. Sproul:
“Kekudusan Allah bukan hanya satu atribut di antara yang lain. Ia adalah inti dari seluruh keberadaan Allah. Keadilan-Nya lahir dari kekudusan itu.”
Maka, ketika Allah menghakimi, Ia tidak bertindak kejam, melainkan menyatakan kekudusan-Nya yang sempurna.
3. Keadilan Allah dan Injil
Namun, di balik penghakiman, ada kasih karunia. Di salib Kristus, keadilan dan kasih Allah bertemu. Penghakiman yang seharusnya menimpa kita ditimpakan kepada Kristus. Oleh sebab itu, Mazmur 9 tidak hanya mengingatkan kita akan murka Allah, tetapi juga menuntun kita pada pengharapan Injil.
Seperti dikatakan John Stott:
“Salib adalah tempat di mana kasih Allah yang penuh belas kasihan dan keadilan-Nya yang tak dapat ditawar bertemu tanpa saling meniadakan.”
III. Orang Fasik Terjerat oleh Perbuatannya Sendiri (Mazmur 9:16b)
“Orang fasik terjerat dalam perbuatan tangannya sendiri.”
Frasa ini mempertegas kembali hukum moral ilahi yang telah disebutkan di ayat 15, namun kini dalam terang penghakiman aktif Allah.
1. Dosa adalah jebakan mematikan
John Gill menulis bahwa dosa memiliki sifat seperti umpan yang menipu. Orang fasik berpikir ia sedang menang ketika ia menipu, menindas, atau menolak Tuhan, tetapi sesungguhnya ia sedang membangun perangkap bagi dirinya sendiri.
“Dosa adalah jerat yang tampaknya menyenangkan, tetapi akhirnya membinasakan jiwa.”
Kebinasaan bukan datang tiba-tiba, melainkan perlahan—melalui keputusan yang terus menolak Allah dan kebenaran-Nya.
2. Allah tidak perlu menambah siksaan — dosa itu sendiri menjadi alat hukuman
Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Paulus dalam Roma 1:24–28, bahwa Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu mereka sendiri. Ini adalah bentuk penghukuman yang paling serius: ketika Allah tidak lagi menahan seseorang dari kejatuhan moralnya.
Spurgeon berkata:
“Ketika Allah menyerahkan manusia kepada dirinya sendiri, itu adalah neraka yang dimulai di bumi.”
Dengan demikian, orang fasik terjerat bukan karena Allah kejam, melainkan karena mereka memilih jalan yang membawa mereka kepada kebinasaan.
3. Aplikasi bagi orang percaya
Bagi orang percaya, ayat ini menjadi peringatan agar kita tidak bermain-main dengan dosa. Sekalipun kita telah diselamatkan oleh kasih karunia, hukum moral Allah tetap berlaku. Dosa tetap membawa konsekuensi, bukan untuk menghancurkan kita, tetapi untuk mendisiplinkan kita.
Calvin mengingatkan:
“Bila Allah menghukum orang percaya, itu bukan untuk membinasakan, melainkan untuk memurnikan; namun bila Ia menghukum orang fasik, itu untuk menyingkapkan keadilan-Nya.”
IV. Refleksi Teologis: Keadilan Allah di Tengah Dunia Modern
Mazmur 9:15–16 berbicara kuat kepada dunia kita hari ini — dunia yang sering kali menertawakan gagasan tentang penghakiman Allah. Banyak orang berpikir bahwa karena kejahatan tidak segera dihukum, maka Allah tidak peduli. Namun, ayat ini menegaskan bahwa penghakiman Allah pasti datang, dan sering kali melalui cara-cara yang tidak disadari manusia.
R.C. Sproul pernah berkata,
“Dunia modern kehilangan rasa takut akan Allah karena telah kehilangan pengertian tentang kekudusan-Nya.”
Mazmur ini mengembalikan kita pada kesadaran bahwa Allah tetap duduk di takhta-Nya, memerintah atas bangsa-bangsa, dan tidak ada satu pun kejahatan yang luput dari pengamatan-Nya.
V. Aplikasi Praktis bagi Jemaat Tuhan
-
Percayalah bahwa keadilan Allah tidak pernah gagal.
Ketika kita melihat ketidakadilan, korupsi, atau penindasan, kita mungkin tergoda untuk berpikir bahwa Allah diam. Namun Mazmur 9 menegaskan: “TUHAN telah menyatakan diri-Nya.” Keadilan-Nya pasti ditegakkan, baik di dunia ini maupun di penghakiman terakhir. -
Hati-hati dengan dosa yang tampak kecil.
Setiap dosa adalah lubang yang sedang kita gali sendiri. Tidak ada dosa yang netral atau tidak berbahaya. Setiap pelanggaran, bila tidak diakui dan ditinggalkan, akan menjerat kita dalam kehancuran rohani. -
Lihatlah salib sebagai bukti tertinggi keadilan dan kasih Allah.
Di sana, Allah menunjukkan bahwa Ia tidak menutup mata terhadap dosa, tetapi juga tidak membiarkan umat-Nya binasa. Kristus menjadi jalan keadilan dan keselamatan yang sempurna. -
Hiduplah dengan takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhan bukan ketakutan yang membuat kita menjauh, melainkan sikap hormat yang menuntun kita kepada ketaatan dan kesalehan sejati.
Penutup: Keadilan Allah Adalah Kemenangan Umat-Nya
Mazmur 9:15–16 menutup bagian ini dengan nada kemenangan dan keyakinan: Allah telah menyatakan diri-Nya sebagai Hakim yang adil. Dunia mungkin tampak gelap, kejahatan mungkin tampak menang, tetapi keadilan Allah tetap tegak, dan pada akhirnya segala sesuatu akan dibawa kepada terang penghakiman-Nya.
Charles Spurgeon menulis penutup yang indah dalam tafsirnya:
“Bila semua debu pertempuran telah reda, bila semua kerajaan manusia telah runtuh, takhta Allah tetap tegak, dan hukum-Nya tetap berjalan. Dalam hari itu, umat Allah akan bersukacita karena mereka melihat bahwa keadilan Allah telah menang.”
Kiranya kita, sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus, hidup dalam keyakinan bahwa Allah memerintah, Allah adil, dan Allah menyatakan diri-Nya dalam setiap aspek sejarah, baik melalui kasih karunia maupun melalui penghakiman-Nya.
Soli Deo Gloria.